“Di Timor Ada Sirih-Pinang” || Cerpen

Image by Dok. Penaclaret.com

Benlutu. Itulah nama tempat Novisiatku berada. Tempat yang baru lagi asing bagiku. Benlutu adalah sebuah desa kecil di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Aku sudah membayangkan apa yang akan kujumpai di sana. Budaya baru dan orang-orang baru.

 “Apakah aku siap?” Aku menantang diriku sendiri.

***

Satu minggu setelah diterima di Novisiat bersama tujuh belas orang teman lainnya, aku belum bisa menyesuaikan diri. Apalagi ketujuhbelas temanku hampir semuanya berasal dari NTT. Aku adalah satu-satunya “orang asing” di sini. 

Minggu pagi, aku dan para novis lainnya mengikuti perayaan Ekaristi di gereja paroki Benlutu yang terletak sekitar seratus meter dari biara. Selesai ekaristi, aku diajak beberapa teman untuk mengunjungi keluarga yang ada di sekitar paroki. Kebiasaan yang tidak kujumpai di Jakarta. Kebetulan, keluarga-keluarga di sekitar paroki hampir semuanya Katolik. 

Baca juga :  Aleteia

“Frater, kita pi rumah e... sa pu bapa tadi ada kastau kalo ketemu frater ajak pi rumah.” Seorang anak usia SD menarik tangan Egi, teman novisku agar dia bersedia mengunjungi rumahnya. 

“Iya, iya, sa pi. Tunggu ko sa ajak yang lain.” Balas Egi sambil memandangku dan dua teman lainnya. Rupanya ia ingin mengajak kami untuk pergi bersamanya. Aku mengangguk. Dua teman lain pun demikian. Anak kecil di samping Egi tersenyum lebar. 

Baca juga :  Semut, Pergilah

Tiba di rumah anak itu, kami disambut baik kedua orangtuanya. Aku bergegas duduk di sebuah kursi kayu yang terletak di ruang tamu. Ketiga teman lain tidak ikut duduk. Mereka langsung bergegas masuk, menembus sampai ke belakang rumah. Aku kaget. Aku belum pernah melihat yang seperti ini. Bagi orang Jawa sepertiku yang sangat menjunjung tinggi tata krama, seorang tamu hanya diperbolehkan duduk di ruang tamu. Pemandangan yang baru saja kulihat menyentakku seketika. Kebiasaan apa ini?

Baca juga :  Fragmen Sebuah Minggu Pagi

“Rio, duduk di sini sa. Jangan sendiri di situ.” Egi memanggilku dari belakang rumah. Anak kecil yang tadi mengajak kami menghampiriku dan mengajakku untuk bergabung dengan yang lain.