Curhat Si Anak Pengemis Pada Sang Ibu || Lembar Sastra

Image by Inspirasiatta.com

Penaclaret.com – Ibu….

Mengapa kita Miskin? Mengapa kita berbeda dengan mereka. Mengapa ibu tidak pernah mendandaniku? Lihatlah pakaianku. Sudah kumal. Berbau. Ini pakaian sejak lima tahun lalu. Aku ingin menanggalkannya tetapi itu satu-satunya penghangat tubuh jika malam tiba dan ibu tak berada di sampingku. Ibu harus mengemis. Buat derita kita di hari esok. Ah ibu, aku bosan menjadi miskin. Mengapa ibu melahirkanku untuk mengalami semua kepahitan ini? Ibu, aku tak ingin terus disebut anak pengemis yang melarat. Apakah ibu tahu rasanya diejek teman-teman hanya karena aku memiliki seorang ibu yang hanya tahu mengemis? 

Ibu….

Mengapa kita jarang makan? Ibu tahu, aku sering merintih menahan lapar. Betapa air mataku hampir habis menangisi kemalangan kita. Aku sering menelan ludah melihat orang-orang kaya membuang makanannya. Apakah aku berdosa karena iri melihat orang lain bisa makan enak? Maafkan aku ibu, karena pernah memungut sisa makanan mereka di tempat sampah meski sudah ibu larang berkali-kali. “Kita miskin nak, tapi kita masih manusia” begitu alasanmu melarangku. Ah, apa artinya menjadi manusia jika bangkai tubuhku terus dikerubungi lalat kemiskinan? Apakah esok kita masih bisa bernafas? Aku ragu. Pada diriku sendiri. Pada ibu dan masa depan kita.

Baca juga :  Ayat-Ayat Cinta

Ibu….

Mengapa aku tidak sekolah? Umurku sudah delapan tahun. Aku ingin punya seragam seperti mereka. Aku ingin punya sepatu dan tas cantik. Apa ibu punya uang untuk membelinya? Ah, maaf jika aku meminta. Aku tahu ibu tak sanggup membelinya. Aku terlalu ingat diri jika memintamu untuk mengemis demi sekolahku. Tapi ibu, aku hanya ingin berharap mengubah keadaan kita. Apakah aku salah jika terlalu banyak berharap? 

Baca juga :  Dipanggil untuk Melayani

Ibu….

Apakah Tuhan sayang pada kita?Atau Dia hanya diam melihat penderitaan kita? Apakah kita sedang melakoni drama kemiskinan dan Ia menjadi penonton yang paling merasa terhibur? Jika demikian, betapa kejamnya Tuhan. Atau Dia muak melihat kita terus berjalan tak tentu arah? Ibu apakah kita miskin karena telah berdosa terhadap-Nya?

Baca juga :  Aku, Kau, dan Sepotong Cinta Yang Rumit

Ibu….

Aku tahu kita miskin. Aku tahu kita jarang makan. Aku tahu kita jarang punya pakaian baru. Aku tahu kita hampir tak pernah mandi. Tapi aku bersyukur ibu tidak berhenti tersenyum padaku. Meski itu pahit. Aku tidak perlu mengemis cinta pada orang lain, karena ibu telah memberi semuanya padaku. Aku tahu kita tidak bisa berbuat banyak. Tapi kasih sayang dan perhatian masih di pihak kita meski kita terus berperang dengan kenistaan ini.

Ibu… Tuhan masih baik, kan.?