Bila Nanti di Tanah Orang

Picture by Guntara.com

Penaclaret.com – Pagi itu, jam dinding rumah menunjukkan pukul 06.30. Rentung masih sangat dingin. Kabut awan masih menggumpal menutupi lingkungan. Matahari juga masih belum memberikan cahayanya untuk tanah Rentung.

Alam yang masih dingin tidak menyulutkan Pati untuk bekerja di kebun. Kebetulan waktu itu Pati baru saja menyelesaikan masa SMA-nya dan musim panen akan segera tiba. Pati diminta orangtuanya untuk menjaga padi mereka di sawah.

Lokasi sawah tidak jauh dari rumah. Rumah di depan, sawah di belakang rumah. Maka, tidak sulit bagi om Mateus untuk memanggil anaknya itu.

“Nana, Pati, mai ga”, teriak om Mateus.

Baca juga :  Semogaku Enggan Menjadi Amin

Pati yang sedang duduk di pondok segera mengalihkan perhatiannya ke arah suara. Dari kejauhan, dia melihat bapaknya sedang berdiri di bibir sawah. Tetapi, matanya juga sedikit melirik ke arah halaman rumahnya. Dia melihat om Huber baru keluar dari halaman rumahnya menggunakan motor.

“Iyo bapa. Gereng cekoen”, jawab Pati.

Baca juga:

Kopi Manggarai

Belum jauh beranjak dari pondok, Pati melihat bapaknya sedang memegang sesuatu berwarna putih. Itu adalah amplop. Entahlah, dia tidak tahu. Dia tetap berjalan menuju bapaknya yang sudah berpindah tempat ke bawah pohon mangga.

Baca juga :  Siasat Antologi Puisi Petrus Nandi

“Nana, ini untuk nana”, kata om Mateus sembari memberikan amplop yang masih tertutup rapat itu.

“Ini apa bapa?”, tanya Pati sambil membuka perekat amplop itu.

“Bapa juga tidak tahu e nana. Om Huber bilang itu dari sekolah. Nana coba buka saja”, kata om Mateus.

Pati terus membuka amplop dan mendapati sepotong kertas. Belum sempat terbaca, tetapi mata Pati tiba-tiba terfokus pada kalimat “Selamat Anda Lulus Tes”. Setelah melihat kalimat itu, Pati tersenyum sendirian sambil melihat keterangan-keterangan lainnya yang ada dalam surat itu.

“Itu apa nana?”, tanya om Mateus yang penasaran dengan anaknya itu.

Baca juga :  Tentang Rasa

“Ole bapa, daku lulus tes kuliah di Kupang”, jawab Pati.

***

Hari berganti hari. Semua perlengkapan untuk pergi ke Kupang sudah siap. Dua minggu lagi, Pati harus berlayar ke Kupang untuk mencari tempat penginapan yang berada di dekat kampus. Tetapi, inilah saat-saat di mana hati Pati mulai berdegub kencang. Sebab, ini akan menjadi kesempatan pertama dia meninggalkan Rentung.