Di sudut kamar sunyi Ada raga yang bercengkrama dengan sepi Jari jemari menari berirama pada papan plastik, Mengais-ngais abjat membentuk aksara Kepulan-kepulan asap berkejaran liar pada langit-langit Wanginya khas negeri elok ribuan pulau Si cangkir yang tadinya penuh dengan nikmat Kini berubah menjadi ampas yang tak tau harus ke mana Dia mungkin hanya bisa pasrah pada takdir Pikiran berkelana mencari separuh raga yang pergi Dia mungkin sedang menikmati mimpi yang belum aku tahu Apa dia bermimpi tentang masa depan? Siapa yang tahu? Semua ucapan yang ada dalam setiap sujut belum kunjung amin Mimpi yang ditenun masih menjadi untaian-untaian sajak Harap yang disulam terus menjadi sobekan-sobekan luka Sesekali ada bosan untuk bertelut sambil bergulat pada hasrat yang tak bersahabat Doa kini sudah berubah menjadi dosa Dan tabah kini sudah berubah menjadi tabu Segalanya enggan bertunasakan fakta Semuanya tak ingin berbuahkan cerita Semua rundung terus dikurung dalam semoga yang tak pernah berujung Setiap diksi terus disiksa dalam harap yang tetap menjadi fiksi Setiap lorong terus dirongrong dalam hasrat yang masih saja bengong Aku terus berteriak pada sang khalik Sekadar meminta-Nya untuk berbalik Menatap setiap ujut yang terus terpekik Adakah mujisat di setiap harap yang berbelit? Namun sampai kini semogaku enggan menjadi amin #Jogja, kamar ujung
Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, program studi Filsafat Keilahian. Pengagum karya Tere Liye. Berasal dari kota Karang, Kupang, NTT.