ClaretPath.com – Aku, Kau, dan Sepotong Cinta Yang Rumit
Masih membekas malam itu, saat kudatangi kau dengan banyak hal di kepala. Seperti memikul beban dunia sendirian. Alam semesta diam, enggan memberikan nasehat. Apa aku pantas dinasehati, sedang hati seolah tertutup pada berbagai kata bijak? Biar kubawa dilema ini sendiri.
Aku sudah siap dengan berbagai kemungkinan yang harus kuterima. Kemungkinan yang bisa saja menghempaskan aku ke tubir paling dalam.
Bulan di malam itu mengejekku sepanjang perjalanan. Ia menghakimiku. Aku tak sanggup mengungkapkan diri sebebas bulan yang tersenyum itu. Kau tahu, sepoi angin malam itu rasanya seperti badai yang menerbangkanku ke ambang batas kehidupan manusia. Kegelapan malam itu menyelimuti seluruh kalbuku. Sungguh, Itu adalah malam paling menyeramkan buatku. Malam itu, aku benar-benar merasa sendiri.
Dalam keadaan seperti itu kudatangi dirimu.
Kau tersenyum waktu melihatku. Senyum yang menggetarkan sekaligus mengagumkan. Senyum yang dulu membuatku tak berdaya. Senyum yang tak henti membuatku mengagungkan penciptamu. Kemudian, dari bibir mungilmu kau tumpahkan seluruh isi hatimu. Tentang janji-janji kita dulu dan harapan-harapan akan masa depan. Kau terus menari bersama kata-katamu. Seperti ingin menyandingi diamnya semesta di hadapan kegelisahanku. Tapi kau tahu, Aku tidak mendatangimu untuk mendengar semua ceritamu seperti yang biasa kulakukan pada malam-malam sebelumnya. Justeru aku ingin bilang malam seperti itu tidak akan pernah ada lagi dalam hidup kita. Hanya aku tak tahu, apakah kita bisa menguburkan semua itu atau tidak.
Menamatkan Studi S1 di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Staf pengajar di SMA Pancasila, Borong. Tinggal di Paroki Borong.