Rintihan  Rindu

Malam itu aku lagi asik duduk di beranda rumah sambil menikmati secangkir kopi hitam yang dibuatkan oleh ibu. Kuresapi aroma cairan kopi hitam yang rasanya sedikit pahit, membuat raut wajahku berlipat ganda tuk membentung pahitnya rintihan  rindu akan sosok dia yang melintas di setiap jengkal pikiranku. Daya nalarku seraya buyar tak bisa membendungi bayangan akan dia yang terus mampir dalam bayangan-bayangan hidupku.

Aku mengenal dia selama tiga tahun. Aku mengenal baik tentang kisah hidupnya, begitu pun sebaliknya dia juga mengenal baik tentang kisah hidupku. Ya kisah pengenalan antara aku dan dia terbilang unik dan polos karena  kami berdua saling bercuek-cuekan dalam bercerita atau pun bersanda-gurau bersama. Sikap yang kami tunjukan mengantar aku dan dia  pada perbedaan sekaligus persamaan, sehingga dengan saling mengenal aku dan dia terus bejalan bersama layaknya kakak dan adik yang selalu menemani.

Pada suatu sore aku pergi ke kota untuk membeli buku filsafat kesukaanku. Ketika aku tiba di persimpangan jalan dekat toko buku, tiba-tiba aku disapa oleh seorang cewek berambut pirang, berkulit putih dan berbadan langsing. Ternyata cewek itu adalah temannya. Dia juga temanku. Lalu katanya kepadaku bahwa dia telah pindah ke luar kota bersama keluarganya. Hatiku hancur berkeping-keping mendengar berita itu. Dia yang biasa polos dan sering menceritakan banyak hal kepadaku kini telah pergi dari kehidupanku. Sedih sekali rasanya aku ditinggal tanpa ada pesan dan kabar tentang kepergiannya.

Baca juga :  Tugas Terakhir

Rentetan kisah yang telah aku rajuti bersama dia mengelabui nalarku dan seakan-akan rentetan kisah itu tidak bisah hilang dari  memori kehidupanku. Bayangan-bayangan akan sosok dia masih menghampiri dan menggema dalam bingkai kehidupanku. Kemanakah aku harus mencarinya?

Hari-hari yang aku lalui sepanjang tiga tahun sepuluh bulan akhir-akhir ini begitu indah dan menarik. Pengalaman-pengalaman yang telah aku lalui setiap hari mengantar aku untuk kembali pada memori yang telah aku rajuti bersama dia. Aku sudah sangat lama tidak berjumpah dengannya. Bayangan akan parasnya terus menghalangi daya nalarku untuk bereksplorasi akan sesuatu yang baru dan abstrak dalam hidupku. Aku tidak tahu mengapa parasnya masih melintas dalam benakku? Tanyaku mengapa? Aku berharap aku dapat bertemu dia kembali, menyapanya dengan lemah-lembut, bersanda-gurau bersama, olahraga bersama, belajar bersama, makan bersama dan melakukan semua hal bersama. Kuharap semua impian  itu dapat terwujud kembali.

Telah lama aku menahan rintihan rindu yang kian bergemah dan menggebu-gebuh di dalam kalbu akan sosok parasnya yang, ramah, pintar, rendah hati, bijaksana, sopan, dan piawai dalam beretorika, kini perlahan-lahan rintihan rindu itu memantik daya semangatku untuk berjumpa sekali lagi dengannya. Aku tidak tahu di mana keberadaanya sekarang. Tetapi sayangnya rintihan rindu akan sosok dia kian terus berpaling dari pandangan dan hapanku karena situasi chaos yang terus memerangi duniaku.

Baca juga :  Kita Selamanya Keluarga

Hari demi hari aku terus bergulat dengan rasa rindu yang meluap-meluap dalam hati yang tak tahu kemana ia akan beranjak, aku berusaha untuk mengejar dan mencari dia kapan saja aku bisa menemukannya. Tetapi tetap saja pencarianku akan sosok dia menjadi sangat sulit dan tidak ada harapan lagi. Ahh, rasanya aku sudah lelah, capek, akan beban rintihan rindu yang ku pikul semakin berat rasanya. Hatiku serasa tercabik-cabik oleh rentetan kisah yang pernah kami jalani bersama. Memori-memori lama akan sosok dia yang telah pergi kian terus berdatangan dalam pikiranku.

Aku tak tahu lagi harus berbuat apa. Hingga pada suatu titik aku pergi  ke gereja yang jaraknya sekitar lima puluh meter dari rumah, untuk berdoa dan berpasrah diri  kepada Tuhan untuk meminta bantuan Roh Kudus-Nya agar aku dan dia bisa dipertemukan lagi dalam suasana yang damai dan sukacita. Ya, itulah doa kecilku yang ku haturkan kepada Tuhan. Hati dan pikiranku menjadi tenang dan normal kembali. Aku pun beranjak keluar dari gereja untuk terus mencari dia yang telah pergi. Namun ketika aku tiba di depan pintu gerbang gereja, perhatianku untuk terus berjalan dialihkan oleh dering notifikasi handphone yang sedang aku genggam dengan kepalan tanganku yang kuat. Aku menatap layar ponsel dan membuka notifikasi. Ternyata ada pesan masuk dari cewek berambut pirang. Tulisnya dalam aplikasi facebook, sosok dia yang kamu cari kini sedang berada di rumah sakit dan keadaanya sekarang krusial. Kau boleh datang untuk menemui dia.

Baca juga :  Kamu... Ya Kamu..!

Dengan sikapku yang tergesa-gesa, aku langsung  mengunjungi dia di rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, aku melihat sekumpulan orang sedang menangis, aku mendekatkan diri pada perkumpulan itu dan ternyata mereka menangisi sosok dia yang aku cari telah pergi selamanya. Ya rintihan rinduku untuk menyapa dia sudah tidak ada harapan lagi, kini dia telah pergi ditelan oleh virus yang menyatu dengan dirinya.

”Salam rintihan rindu untukmu yang jauh disana”