ClaretPath.com – Inilah obat hati ala Paus Fransiskus: diam dan mendengarkan. “Penyembuhan hati dimulai dengan mendengarkan. Mendengarkan. Inilah restorasi hati.” Demikian kata Paus Fransiskus dalam permenungannya atas teks Injil Markus 7:31-37.
Ajakan berkali-kali untuk mendengarkan ini disampaikan Paus Fransiskus sebelum mendaraskan doa Angelus pada Hari Minggu Biasa XXIII, 5 September 2021di Saint Peter’s Square. Berikut ini adalah intisari dan pendalaman atas permenungan Paus Fransiskus tersebut.
Paus Fransiskus menyadari bahwa mendengarkan itu membosankan. Apalagi ketika kita berhadapan dengan mereka yang sedang mendapat masalah berat. Mereka datang pada kita untuk curhat, dan seringkali pembicaraan mereka berserakan sehingga kita sulit menangkap apa yang mereka maksudkan. Terkadang mereka mengulang-ulang hal yang sama selama curhat mereka pada kita. Meski demikian, Paus Fransiskus menegaskan bahwa kita harus mendengarkan mereka, karena mendengarkan mereka adalah awal dari proses penyembuhan hati mereka yang sedang terluka.
Tugas mendengarkan ini adalah tugas semua orang Kristiani, tetapi secara khusus menjadi tugas untuk para imam. “Imam harus mendengarkan umat, tidak boleh terburu-buru, mendengarkan untuk memahami bagaimana dia dapat membantu, tetapi setelah mendengarkan”, kata Paus Fransiskus menekankan pentingnya seorang imam mendengarkan umatnya. “Juga kepada kita semua (umat),” tegas Paus Fransiskus, “pertama-tama mendengarkan, lalu menanggapi”.
***
Dasar ajakan dan perintah Paus Fransiskus ini adalah tindakan dan kata-kata Yesus. Paus Fransiskus merefleksikan bahwa ketika Yesus menyembuhkan orang tuli dan gagap di daerah Dekapolis, tindakan pertama-Nya adalah membuat dia mendengar terlebih dahulu, lalu membuat dia berkata-kata (Mrk 7:31-35). Pada kesempatan lain, ketika ditanya tentang hukum yang paling utama dalam Hukum Taurat, Yesus menjawab dengan terlebih dahulu mengatakan “Dengarlah, hai orang Israel!” (Mrk 12:29). Kedua contoh ini memperlihatkan bahwa kita harus mendengarkan terlebih dahulu sebelum merespons seperti yang dilakukan Yesus.
Sungguh disayangkan, Paus Fransiskus menemukan kenyataan hidup kita tidaklah demikian. “Kita semua memiliki telinga, tetapi sangat sering kita tidak mampu untuk mendengarkan. Mengapa demikian? Saudara-saudari, (hal ini terjadi karena) ada ketulian interior sehingga kita perlu memohon kepada Yesus untuk menyentuh dan menyembukan kita. Ketulian interior itu lebih buruk daripada ketulian fisik, karena itulah ketulian hati” demikan gugat Paus Fransiskus.
Ada bahaya jika kita tidak pernah mau menyembuhkan ketulian hati kita agar bisa mendengarkan. Paus Fransiskus mengutip pernyataan Santo Agustinus untuk memperlihatkan bahaya jika kita nyaman dengan ketulian hati kita: “Saya takut Yesus lewat tanpa saya sadari”. Jika terlalu banyak kata-kata keluar dari mulut kita, tetapi kita tidak memberi waktu untuk hening, kita akan membiarkan Yesus lewat tanpa mendengarkan Dia. Namun, sebaliknya jika kita mendedikasikan waktu untuk mendengarkan Injil Yesus Kristus, kita akan menemukan rahasia untuk kesehatan rohani kita.
Kita terkadang terlalu terburu-buru untuk berbicara dan melakukan banyak hal. Namun, kita tidak menemukan waktu untuk berhenti dan mendengarkan mereka yang sedang berbicara kepada kita. Kita tidak memberi ruang bagi mereka yang perlu didengarkan. Padahal menurut Paus Fransiskus, kebanyakan anak, orang muda, dan orang tua tidak membutuhkan kata-kata dan ceramah atau khotbah, tetapi mereka justru butuh didengarkan.
Tawaran Obat Hati untuk Indonesia
Bukan kebetulan Paus Fransiskus mengajak kita untuk menjadi pendengar yang baik. Secara istimewa bagi kita umat Katolik di Indonesia, ajakan ini merupakan rahmat, karena pada Minggu Pertama Bulan Kitab Suci Nasional, kita disadarkan oleh Paus akan pentingnya memberi waktu untuk mendengarkan Sabda Allah.
Jika kita setia mendengarkan Sabda Allah, hati kita yang buta dicelikkan sehingga terbuka dan mampu melihat karya-karya besar Allah. Selanjutnya, kita mampu mendengarkan setiap orang yang membutuhkan perhatian dan cinta kita, sehingga kita mampu memberi obat bagi hati mereka yang sedang terluka. Inilah obat hati yang terluka ala Paus Fransiskus: diam dan mendengarkan!
“Inilah obatnya: setiap hari hening sejenak dan mendengarkan, kurangi kata-kata yang tidak berguna dan perbanyak Sabda Allah. Bawalah selalu Injil di saku Anda karena dapat sangat membantu,” demikian tegas Paus Fransiskus dengan sangat yakin. Itulah obat hati ala Paus Fransiskus: lebih banyak diam untuk mendengarkan dengan baik.
Teks selengkapnya dapat di baca di sini:
https://www.vatican.va/content/francesco/en/events/event.dir.html/content/vaticanevents/en/2021/9/5/angelus.html
Pecinta Literasi