Merespon Cemoohan dengan Diam

Panggilan yang Janggal
Picture by ClaretPath.com

ClaretPath.com Merespon Cemoohan dengan Diam

Hari Sabtu, Pekan Biasa II

Peringatan Wajib St. Agnes, Perwan dan Martir

Bacaan I        : Ibr. 9:2-3.11-4

Bcaan Injil    : Mark. 3: 20-21

Sahabat ClaretPath.com yang terkasih, kali ini kita berhadapan dengan bacaan Injil yang sangat singkat. Rasanya, sedikit rumit untuk memetik inti dari bacaan Injil. Soalnya, mengisahkan Yesus dicap tidak waras oleh keluarga-Nya. Ini sesuatu yang berlawan dengan inti keyakinan kita, bahwa Yesus adalah Tuhan, bagaimana mungkin Ia ia tidak waras. Kita bisa saja menerima cap negatif itu dalam Injil, kalau yang mengatakannya adalah orang-orang Farisi atau ahli-ahli Taurat. Mereka seteru Yesus. Cap negatif seringkali dilekatkan pada-Nya, ketika Ia tidak sesuai dengan aturan mereka. Kita pun tidak merasa heran adanya peseteruan seperti itu. Sebaliknya, kita akan heran dan sama sekali tidak bisa menerima pernyataan, Yesus tidak waras, disampaikan oleh keluarganya sendiri.  Apa salah Yesus?

Baca juga :  Membongkar Kenyamanan Diri | Renungan Harian

Kemungkinan besar Yesus dikatakan tidak waras karena keluarganya menganggap Ia sudah tidak peduli dengan diri sendiri dan keluarga-Nya. Yesus malah sibuk dengan pelayanan-Nya. Maka dari itu, terjadi kecemburuan yang memantik tumbuhnya opini negatif. Yang sebenarnya dinamika pelayanan Yesus diidentifikasi sebagi pengorbanan diri, malah digiring menjadi fakta kegilaan. Di sini keluarga Yesus terlanjur salah menerjemahkan tindakan pengurbanan diri-Nya. Hal ini mengejutkan kita semua.

Dalam perjalanan hidup kita, sering ditemukan juga fakta penggiringan opini yang tidak jelas. Misalkan, ketika kita melakukan tindakan baik terhadap orang lain, ada orang-orang tertentu menganggap tindakan tersebut sebagai modus. Ada juga yang mengatakan tindakan baik itu sebagai bentuk cari perhatian (cari muka), pencitraan, munafik, dan lain-lain. Kita juga dianggap bodoh karena sok-sok memperhatikan orang lain, sedangkan diri sendiri tidak jelas.  Tentu macam-macam perkataan negatif ini sangat menyakitkan. Belum lagi yang mengatakan hal itu adalah keluarga atau kerabat terdekat. Pastinya akan timbul emosi sakit hati yang tak karuan.

Baca juga :  Dua Jenis Bahaya dalam Penantian | Renungan Harian

Lantas bagaimana kita bisa menghindar dari pelabelan negatif itu? Untuk menjawab ini, sepertinya kita harus kembali pada bacaan Injil. Kita melihat bahwa teks yang kita renungan hari ini hanyalah penggalan dari perikop Yesus dan Belezebul (Mrk. 3:20-30).  Dalam penggalan itu, Yesus sama sekali tidak merespon apapun mengenai tuduhan keluraga-Nya, kecuali di narasi selanjutnya, ayat 22-30, akan ditemukan Yesus menampik tuduhan para Farisi yang mengatakan Ia kerasukan setan. Sikap diam atau tidak merespon yang dilakukan Yesus merupakan jalan terbaik mengatasi hal tersebut. Dengan begitu, masalah-masalah lain tidak muncul.

Baca juga :  Melihat Masa Lalu NTT Perspektif Etnomusikologi

Sahabat ClaretPath.com yang terkasih, kita perlu belajar dari sikap diam Yesus dalam menghadapi pelabelan negatif yang selalu menggerogot. Kita perlu diam dan tidak merespon dengan emosi atas tuduhan yang tidak berdasar dari orang lain. Ketika tujuan kita melakukan sesuatu yang baik terhadap orang lain, lalu oknum-oknum tertentu menyangsikan tindakan itu sebagai bentuk pencitraan atau mencari perhatian, ada baiknya dibiarkan saja. Tidak perlu digubris. Kita harus tetap pada pendirian bahwa apa yang sedang dilakukan merupakan sebuah ketulusan, tanpa embel-embel pencitraan. Semoga renungan hari ini membantu merenungkan tindakan-tindakan baik kita terhadap orang lain, tanpa takut mendapat cemoohan orang lain. Semoga Tuhan membantu kita.

Merespon Cemoohan dengan Diam

Merespon Cemoohan dengan Diam