Menuju Bahagia

Sumber Gambar Pos Kupang

Penaclaret.com – Orang sering mengatakan bahwa kebahagian tergantung pada apa yang anda berikan, bukan pada apa yang anda dapatkan. Adagium seperti ini merupakan sebuah penyangkalan akan realitas hidup yang dialami oleh setiap kita. Semua manusia selalu menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Tetapi ia tidak tahu bagaimana membuat dirinya bahagia. Banyak orang mengatakan kebahagiaan itu sulit dirasakan karena menyangkut pemenuhan keinginan pribadi setiap manusia. Kebahagiaan tidak datang begitu saja bagaikan angin yang bertiup ke mana dia suka. Kebahagiaan merupakan proses menuju, dalam arti hidup kita selalu mengarah kepada kebahagiaan. Kadang kita berpikir bahwa dengan memiliki banyak hal dalam hidup bisa membuat kita bahagia. Kita mencari kebahagiaan dengan menumpukkan banyak hal dalam hidup kita. Harta benda, kekayaan, infestasi tanah, memiliki pasangan yang berparas indah, dll. Tetapi kita tidak tahu bahwa itu bukanlah tujuan kita sebenarnya. Yang kita cari adalah apa yang ada di balik semua hal yang kita miliki. Sesuatu yang tersembunyi yang tidak kita sadari sepenuhnya.

Bahagia dalam Etika

Kebahagiaan merupakan tujuan terakhir yang diimpikan oleh semua manusia. Hal ini dikatakan oleh Aristoteles yang disebutnya sebagai “eudamonia”.[1] Dalam prinsip dasar etika, ia berkata hendaknya hidup dan bertindak sedemikian rupa sehingga kita dapat mencapai tujuan terakhir yang kita cari melalui usaha kita. Kebahagiaan akan semakin kita nikmati ketika kita semakin merealisasikan potensi kita sebagai manusia. Oleh karena itu, etika menawarkan prinsip atau petunjuk menuju hidup bahagia karena etika lebih berpusat pada hidup yang baik. Kehidupan manusia akan semakin bermutu demikian pula ia semakin bahagia. Kebahagiaan yang dimaksudkan bukan diperoleh dengan mengejar nikmat, kekayaan, atau kedudukan terhormat melainkan ketika ia merealisasikan diri secara sempurna dengan mengaktifkan kekuatan-kekuatan hakikatnya.[2] Nilai yang baik yang kita cari harus merupakan tujuan terakhir segala tindakan dan itulah kebahagiaan yang terdapat pada dirinya sendiri. Kebahagiaan merupakan suatu keadaan di mana manusia tidak memerlukan apa-apa lagi. Dari pernyataan ini sangat masuk akal ketika orang sudah merasa bahagia, ia kadang tidak memerlukan apa-apa. Tetapi tidak menutup kemungkinan orang membutuhkan banyak hal agar bisa memenuhi kebahagiaannya, misalkan makanan, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya yang mendukungnya untuk menjadi bahagia.

Baca juga :  Kekerasan Seksual: Mengganti Budaya Diam dengan Sensibilitas

Bahagia Ada dalam Diri Kita Sendiri

Kita perlu membedakan arti kata bahagia dan senang, karena kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Senang memiliki makna yang sederhana dan hanya bersifat terbatas. Misalkan anda senang karena mendapat hadiah dari orang tua anda. Tetapi rasa senang yang anda rasakan hanya bertahan sementara. Mungkin saja di saat yang sama adik anda juga menginginkan hadiah yang anda miliki dan menangis agar anda memberikan hadiah itu untuknya. Di saat itu pasti rasa senang yang anda miliki akan berganti menjadi amarah. Ini adalah contoh sederhana untuk memahami arti dan makna kata senang tersebut. Sedangkan bahagia lebih bertahan lama dalam segala situasi. Kebahagiaan mengatasi segala situasi, dalam arti ini kebahagiaan memiliki relasi dengan kata kepuasan. Model bahagia yang digambarkan di sini adalah bahagia yang melampaui situasi dan emosi kita. Bahagia berarti kita menerima segala situasi yang kita alami. Misalkan anda bahagia hidup bersama dengan pasangan anda. Tetapi ketika pasangan anda membuat anda marah dan kesal di saat yang sama anda harus menerima apa yang dibuatnya dengan kacamata yang positif. Artinya kebahagiaan anda tidak terletak pada diri orang lain. Andai saja orang lain membuat anda galau dan stres, bisa saja anda akan tetap bahagia, karena yang membuat anda bahagia adalah diri anda sendiri. Seorang filsuf bernama Epictetus pernah mengatakan bahwa “kamu tidak bisa dihina orang lain, kecuali kamu sendiri yang pertama-tama menghina diri sendiri”.[3] Kalimat ini menunjukkan bahwa diri kita sendirilah yang menentukan kita bahagia atau tidak. Orang lain hanya mengulang apa yang telah kita buat atas diri kita.  Jadi jangan bahagia hanya karena orang lain membuat anda bahagia. Jadi bahagia karena diri sendiri menginginkan untuk bahagia. If you live according to what others think, you will never be rich, (Seneca).

Kebahagiaan Ada dalam Proses

Kebahagiaan manusia tidak pernah sampai pada kesempurnaan, karena kebahagiaan itu bersifat kekal yang tidak mempunyai batas. Kebahagiaan dapat diperoleh ketika ada perdamaian dalam hidupnya. Dalam arti ini kebahagiaan datang dalam proses kehidupan kita sehari-hari. Kita tidak akan sampai pada titik kebahagiaan yang sempurna. Misalkan hari ini kita memperoleh sesuatu yang membuat kita bahagia, tetapi beberapa jam kemudian anda akan merasa stres mungkin karena teman anda mengambil barang milik anda tanpa memberitahukan kepada anda. Apakah anda masih bertahan dalam situasi bahagia anda tadi? Kebahagiaan selalu ada dalam proses menjadi. Kita menikmati kebahagiaan ketika kita merasa puas dengan pencapaian kita. Misalkan, anda baru saja menyelesaikan ujian akhir dengan memperoleh nilai yang baik. Maka di saat yang sama anda akan melupakan penderitaan yang anda alami selama mengerjakan tulisan akhir anda. Penderitaan karena dosen susah dihubungi atau susah karena laptop atau komputer anda rusak ketika mengerjakan tulisan akhir anda.  Tetapi semua itu sekejap lenyap ketika anda memperoleh pencapaian yang anda dambakan. Tetapi kebahagiaan yang anda rasakan saat itu tidak hanya untuk itu saja. Anda akan berhadapan dengan situasi yang baru yang kemungkinan bisa membuat anda stres atau galau. Misalkan anda belum diterima untuk bekerja di sebuah perusahan, karena pengalaman kerja anda tidak memuaskan. Tetapi ketika anda memperoleh pekerja anda akan merasa puas dan bahagia. Tetapi anda akan merasa stres dan galau lagi ketika teman kerja atau bos anda tidak menghargai pekerjaan anda. Oleh karena itu kebahagiaan yang kita rasakan selalu ada dalam proses dan tidak pernah sampai pada kesempurnaan.  

Baca juga :  Roti Hidup: Bekal Menuju Keabadian

Bahagia Adalah Perjuangan

Kebahagiaan membutuhkan kerja nyata dari setiap kita. Seperti apa yang telah saya katakan di atas bahwa kebahagiaan tidak datang begitu saja, tetapi membutuhkan perjuangan untuk menggapainya. Andai saja kita hanya duduk diam tanpa berbuat apa-apa maka kebahagiaan tidak akan datang dalam hidup kita. Setiap kita diberi porsi yang sama untuk memperjuangkan kebahagiaan. Kita diberi waktu yang sama 24 jam untuk memperoleh kebahagiaan. Kita diberi kapasitas yang unik untuk mencapai kebahagiaan kita. Tetapi jika orang lain merasa bahagia dan kita tidak merasakan kebahagiaan, berarti kita belum menggunakan pemberian itu dengan baik. Kita masih menyimpan potensi yang kita miliki untuk diri kita sendiri dan tidak mau mengembangkannya. Orang yang yang memiliki kekurangan dalam hidupnya merasa bahagia ketika ia bisa membuat orang lain mengaguminya karena ia bisa berbuat sesuatu yang tidak orang lain sangka ia bisa melakukannya. Sedangkan kita yang diberi keadaan normal masih belum bisa membuat orang lain kagum dan bangga. Membuat orang lain kagum dan bangga, bukan berarti kebahagiaan kita ditentukan oleh orang lain. Namun kita membutuhkan apresiasi dari orang lain agar memotivasi kita untuk berjuang manggapai kebahagiaan kita. Sebab perjuangan yang kamu lakukan hari ini merupakan cara untuk membangun kualitas yang lebih baik di hari esok. Orang sering mengatakan bahwa “usaha tidak pernah menipu hasil”. Jadi perjuangan untuk mencapai kebahagiaan yang kamu lakukan, tidak akan mengecewakanmu. Kamu akan memperoleh kebahagiaan kalau kamu berusaha untuk mendapatkannya. Hidup memang akan membuat dirimu bagaikan kepingan kaca, tapi tancapkanlah dalam pikiranmu bahwa perjuangan yang kamu lakukan akan menambal lukamu dengan mengumpulkan kembali pecahan-pecahan itu, sehingga kamu akan kembali utuh, jadi berjuanglah mendapatkan kebahagiaanmu itu.   

Baca juga :  Bentuk Cinta

Rahasia kebahagiaan adalah tertawa bersama orang lain sebagai sahabat dan bukan menertawakan mereka sebagai hakim. Bahagiakanlah dirimu dengan apa yang menjadi milikmu, jangan mengharapkan sesuatu yang luar biasa yang belum tentu bisa membuatmu bahagia. Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai dengan keinginan kita, tapi justru inginkan agar hidup terjadi seperti apa adanya dan semuanya akan baik-baik saja. Maka kebahagiaan yang didambakan akan datang menghampiri anda. Sebab mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin terjadi dalam hidup kita, sama halnya dengan menggenggam angin dan membuang waktu. Gunakan waktu dalam hidupmu untuk memperoleh kebahagiaan, sekali pun itu bisa membuatmu terluka. Karena orang yang bahagia adalah orang yang mampu menerima segala situasi yang terjadi dalam hidupnya, entah itu situasi yang baik maupun situasi yang buruk. Ada waktu untuk hidup ada waktu untuk mati, tetapi jangan pernah menolak momen (Lao Tzu).


[1] Frans Magins Suseno, Model-Model Pendekatan Etika,(Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 35-36.

[2] Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual,(Yogyakarta: Kanisius, 2004), hal. 70.

[3] Henry Manampiring, Filosofi Teras, (Jakarta: Kompas, 2019), hal. 156.