Destinasi Adikodrati dan Kodrati Ala Henri de Lubac

Destinasi Adikodrati dan Kodrati Ala Henri de Lubac
Picture by ClaretPath.com

ClaretPath.comDestinasi Adikodrati dan Kodrati Ala Henri de Lubac

Biografi singkat Henri de Lubac

Henri de Lubac lahir pada tahun 1896 di Cambrai. Tahun 1913 ia masuk Ordo Jesuit dan ia bersahabat dengan Pierre Teilhard de Chardin, seorang teolog Prancis. Tahun 1929 Lubac menjadi profesor pada Fakultas Teologi di Lyon. Ia turut bergabung dalam sebuah kelompok anti-Nazi dan oleh karena itu beberapa kali ia ditangkap pihak Nazi. Pada tahun 1960 Paus Yohanes XXIII memilihnya menjadi penasihat komisi persiapan teologi konsili. Pada awal Konsili Vatikan II, ia diangkat menjadi penasihat ahli. Ia turut mengerjakan teks-teks penting konsili dan kemudian menjadi konsulator pada sekertariat pasca konsili menyangkut kaum bukan Kristen dan kaum tidak beriman.[1]

De Lubac tentang Kodrati dan Adikodrati

Pandangan Lubac bermain dalam lingkaran kesatuan antara dunia kodrati dan adikodrati. Ia menolak pandangan kaum Neo-skolastik yang menyatakan bahwa “rahmat merupakan hiasan tambahan bagi tata kodrati yang mandiri, rahmat menjadi ibarat dekorasi mubazir pada kodrat”. Artinya kodrat merupakan bagian yang tertutup dalam dirinya sendiri. Ia tertutup terhadap rahmat dan dunia adikodrati. Kodrat menerima dunia adikodrati karena diperintah oleh Allah. Kodrat sebenarnya tak menghendaki dunia adikodrati. Kodrat memiliki tujuannya sendiri.

Baca juga :  Meritokrasi 2024, Sebuah In Potentia?

Lubac kemudian menolak dan melawan pendekatan ini berbasis pada ajaran Bapa-bapa Gereja. Menurutnya, kodrat tidak berorientasi pada dirinya sendiri, pada sesuatu yang bukan kodrat dan yang tak dapat dijangkau kodrat. Dunia adikodrati bukan tingkatan kedua dari kodrat, melainkan penggerak kodrat yang mengarahkannya menuju jalan realisasi diri, dan tanpa dunia adikodrati, kodrat tinggal di tempat. Menurutnya, hubungan antara yang kodrati dan yang adikodrati adalah sebuah paradoks. Di satu sisi manusia secara kodrati ingin memenuhi kekodratannya dalam Allah, tetapi di sisi lain hal itu bukan merupakan keharusan, melainkan hanyalah rahmat kepada siapa Allah ingin memberikannya.[2] Artinya, Allah bebas menganugerahkan rahmat-Nya kepada siapa pun.

Untuk itu, dalam karyanya Surnaturel, Lubac memosisikan bahwa agama bukan pelarian atau pembelotan dari dunia melainkan yang membawa manusia kepada tujuannya. Ia mengandaikan adanya ‘finalitas adikodrati’ di dalam ‘kodrat’ manusia. Dunia adikodrati menghadiahkan identitas kepada kodrat manusia. Dunia adikodrati tidak menyebabkan, sebagaimana sering ditafsir, sebagai keterasingan diri kodrat. Secara paradoksal, kodrat manusia hanya dapat menjangkau dirinya dengan keluar dari dirinya dan melampaui dirinya, karena realisasi diri bukanlah sebuah prestasi manusia.

Baca juga :  Tugas Mengampuni

Lubac juga berbicara soal hubungan kodrat dan rahmat. Baginya, dunia adikodrati dan kodrati cocok satu sama lain dan saling mengisi. Ia berusaha menyatukan secara total pandangan tradisional tentang Allah dan bahwa dunia kodrati dan adikodrati bukan dua hal yang terlepas satu sama lain, melainkan satu kesatuan. Untuk menggambarkan ini, de Lubac menjelaskan bahwa Allah itu seperti udara yang selalu dihirup manusia, tanpa Allah manusia akan mati lemas. Allah adalah pusat kehidupan manusia.[3]

Sumbangan de Lubac bagi Praksis Iman

Hemat penulis, untuk memahami konsep yang dibawakan Lubac perlu dicerna dengan baik, jika tidak, maka akan sangat mustahil untuk dimengerti. Pandangan Lubac, seakan menampar kita agar bangun dari konsep yang barangkali dangkal dan superfisial tentang Allah atau memandang eksistensi Allah terlalu jauh dari kehidupan kita. Untuk itu, Henri de Lubac menegaskan bahwa Allah yang kita imani itu bukan Dia yang berada jauh di dunia seberang, melainkan yang ada dekat kita. “Destinasi kodrati dan adikodrati ala Lubac bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.”


Rujukan:
[1] Paulus Budi Kleden, Membongkar Derita. Teodice: Sebuah Kegelisahan Filsafat dan Teologi (Maumere: Ledalero, 2006), hlm. 122-123.

Baca juga :  Kamu Nanye  Kerusuhan? Hobbes Menjawab!

[2] Teologi Henri de Lubac dari http://www.credenda.org/index.php/Theology/henri-du-lubac-and-catholic-renewal.html, diakses 29 Januari 2023.

[3] Teologi Henri de Lubac dari http://www.credenda.org/index.php/Theology/henri-du-lubac-and-catholic-renewal.html, diakses 29 Januari 2023.