Penaclaret.com – Betapa teganya Allah saat itu. Ketika si pemuda tampan dari Sallent itu masih asik-asiknya melayani umat di Paroki kampung halamannya, Allah lalu memanggilnya untuk segera pergi dan beranjak dari paroki. Rupa-rupanya Allah tahu, siapa pemuda itu.
Dia adalah St. Antonius Maria Claret, pemuda desa yang ingin memberikan dirinya untuk dunia. Dia memiliki hasrat yang besar untuk menyelamatkan banyak jiwa. “Apa yang bisa dan harus saya lakukan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa?”
Keinginan kuat Claret ini pun terjawab oleh Allah. Suatu sore, ketika dia sedang membaca dan merenungkan Kitab Suci miliknya. Dia mendengar bisikan Allah yang memanggilnya untuk pergi berkotbah, meninggalkan parokinya dan pergi ke Roma. Ia bermaksud menyerahkan dirinya kepada Kongregasi Penyebaran Iman, supaya mereka mengutusnya ke mana saja mereka mau.
Karena tekadnya yang kuat itu, Claret akhirnya pagi-pagi buta berangkat dari Olost dan pergi menuju paroki Castellar de Nunch untuk bermalam di sana. Dia berjalan kaki berjam-jam lamanya dan akhirnya tiba di sana. Ia pun disambut baik oleh pastor paroki. Keesokan harinya, pagi-pagi benar, selesai merayakan misa, dia berjalan menuju Tosas.
Sialnya di tengah perjalanannya, sebelum ia tiba di puncak bukit Puerto, dia dihadang oleh segerombolan penjahat yang berusaha merogoh koceknya. Akan tetapi, karena kepercayaan yang besar kepada Allah yang mengutusnya dia tetap tenang dan berhasil mengelabui mereka dan dengan santai kembali berjalan menuju Prancis.
Hari itu hari Sabtu, dia tiba di Osseja, desa pertama di Prancis dan di sana ia diterima dengan baik oleh warga sekitar. Tak ingin berlama-lama di sana, Claret kemudian melanjutkan perjalanannya menuju desa Ollete. Kebaikan hatinya membuat banyak orang di sana memintanya agar ia tinggal di situ, tetapi Claret menolaknya karena tekadnya untuk pergi ke Roma.
Dari Ollete Claret ke Prades dan kemudian tiba di Perpignan di mana mereka memberikannya surat izin ke Roma. Ia lalu berjalan melawati pemukiman Montpellier dan tiba di Marseilles, di mana ia bertemu dengan sesorang yang memintanya untuk menginap di rumahnya.
Claret menginap lima hari lamanya di rumah pemuda itu dan sembari menunggu kapal menuju Merseilles, ia melakukan banyak perbuatan baik. Banyak orang menyukainya karena kebaikan dan kerendahan hati yang ditunjukkannya. Sebagai tanda balas jasa, si pemuda Sallent itu diberikan oleh-oleh sebagai bekal perjalanannya. Dia menyadari bahwa semuanya itu adalah pemberian dari Allah yang mengutusnya.
Kisah menarik ia alami ketika ia berada di atas kapal menuju Spanyol. Ia berjumpa dengan banyak orang. Meski hiruk-pikuk orang di atas kapal membuatnya merasa kurang nyaman, ia tak pernah lupa mendaraskan doa-doa. Ia bahkan mencari tempat terendah dan termiskin di atas kapal agar ia dapat beristirahat dan bermeditasi. Ia ingin merasakan apa yang dialami Yesus ketika berada di atas kapal bersama para murid-Nya.
Ia pun sadar dan mengerti bahwa berada di atas kapal dengan ombak dan badai bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan keberanian dan iman agar ia bisa tetap kuat dan tegar menghadapi berbagai kesulitan.
Claret benar-benar seorang musafir. Ia melewati malam hingga fajar bersama badai. Namun, ia tetap relax dan santai. Ia tidak pernah merasa khawatir akan apa yang akan terjadi padanya. Meski hanya membawa satu kemeja, sepasang kaos kaki, sehelai saputangan, satu sisir dan beberapa bungkus makanan, serta diguyur hujan dan badai yang hebat, Claret tetap merasa nyaman dan menikmatinya. Tak henti-hentinya ia membaca Kitab Suci yang dibawanya dan mendaraskan Mazmur dari brevirnya.
Tuhan memang tak pernah membiarkan orang pilihannya melarat. Claret menerima banyak bantuan dari orang-orang yang bersamanya di atas kapal. Seorang pemuda Inggris memberikannya uang, tetapi Claret tidak menyimpan uang itu untuk dirinya. Claret justru segera memberikannya kepada mereka yang membutuhkan di atas kapal. Saking baiknya Claret, pemuda Inggris itu dan banyak orang lain di atas kapal memujinya dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Claret. Mereka membagikan-bagikan uang dan makanan mereka kepada orang-orang kecil.
Pengalaman ini membuat Claret kemudian menyadari bahwa sarana yang paling baik dan efektif untuk memperbaiki akhlak orang ialah dengan menunjukkan teladan yang baik, bermatiraga, tidak terikat pada barang-barang duniawi, dan berani menyangkal diri. Ia sungguh-sungguh tampil sebagai seorang imam yang miskin.
Selama lima hari pastor Claret berada di atas kapal. Ia akhirnya tiba dan mendarat di Civitavecchia dan dari sana ia menuju Roma. Ia pun tiba dengan selamat. Pastor Claret mengakui bahwa semua pengalaman baik dan pahit yang dialaminya sepanjang perjalanan ialah kehendak Allah.
Dia pun bermadah: “Oh betapa baik Engkau, Bapaku! Biarkan aku selalu melayanimu dengan setia dan cinta kasih. Berilah aku rahmat-Mu setiap saat untuk mengetahui apa yang berkenan pada-Mu dan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya. Ya Tuhan dan Bapa-Ku, aku tidak menginginkan apa-apa selain kehendak-Mu yang kudus. Bunda Maria, Bundaku, bantulah aku!“
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Filsafat Keilahian Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sekarang sedang menyelesaikan tulisan akhir. Pengagum Axel Honeth