Terang dalam Dunia Yang Gelap (Refleksi Kebebasan menurut Nikolai Berdyaev)

By Fr. Adris Sili, CMF

Terang dalam Dunia Yang Gelap (Refleksi Kebebasan menurut Nikolai Berdyaev)
Picture from https://www.bing.com/images/search?view=detailV2&ccid=1lu6nLPo&id=93749961242660F88FA4515AFC9C178A95633E61&thid=OIP.1lu6nLPoHQkyvRLoUUaaEwAAAA&mediaurl=https%3a%2f%2f1.bp.blogspot.com%2f-vZWkgkcJf6A%2fXRDHBlYH8MI%2fAAAAAAAAy5k%2fLpokVgOwk28_AtpVg7O1nqWcVSLKgTuVQCLcBGAs%2fs1600%2f1%252BNikolay_Berdyaev.jpg&exph=400&expw=302&q=Nikolai+Berdyaev&simid=608028599250347487&FORM=IRPRST&ck=A26C9EA68CD8048F735BC139E1BF4A03&selectedIndex=96

ClaretPath.com – Terang dalam Dunia Yang Gelap (Refleksi Kebebasan menurut Nikolai Berdyaev)

Manusia adalah makhluk yang kompleks. Pemahaman manusia tidak hanya terarah pada satu aspek kehidupan namun menyeluruh baik dalam diri (emosional, pikiran dan lain-lain), maupun dari luar dirinya (masyarakat, budaya, dan lain-lain). Jika ada satu atau dua persoalan, maka makhluk rasional ini mengeluarkan semua kemampuannya untuk keluar dari persoalan. Tetapi, kemampuannya sekalipun banyak belum tentu menyelesaikan masalah. Sebut saja, COVID-19. Semua orang menggunakan berbagai cara untuk keluar dari persoalan ini.

Persoalan COVID-19 (dan keterbatasan lainnya) mengarahkan perhatian pada kebebasan. Kenapa? aturan-aturan selama masa pandemik COVID-19 tidak menjamin kebebasan. lebih lanjut, muncul pandangan bahwa pemerintah membatasi ruang gerak. memang secara faktual, efek dari aturan tersebut terjadi demikian. Akan tetapi, persoalannya mengarah kepada kehidupan dan kematian manusia. Kebebasan beraktivitas tentu mempunyai konsekuensi. Dengan demikian, tulisan ini adalah refleksi tentang kebebasan yang berdaya guna. Artinya, hakikat kebebasan itu baik dalam tindakan. Bagi saya, kebebasan dari pandangan Nikolai Berdyaev membantu mencerahkan pikiran kita akan kebebasan sebagai makhluk yang terbatas. pada sisi lain, pandangan filsuf Rusia ini memecahkan persoalan tentang kebenaran dalam kebebasan ketika ada persoalan seperti COVID-19.

Nikolai Berdyaev: filsuf kebebasan

Nikolai Berdyaev (selanjutnya, Berdyaev) lahir pada 06 Maret 1874 di Kiev. Ia bertumbuh dalam keluarga militer Rusia di mana ayah dan kakeknya merupakan pejabat tinggi militer. Selain itu, orang tuanya sebagai kaum intelektualis karena prinsip dan cara hidup seperti seorang pelajar (setia pada kebebasan) (Mary L. Daniel: 1981). Pengaruh Gereja Ortodoks juga menaungi keluarga filsuf Rusia ini. Pandangan keluarga mereka selalu mengarah pada ajaran Gereja dan pemikiran para filsuf.

Akan tetapi, Berdyaev selalu sendirian karena orang tunya sibuk dengan urusan negara. Ia hanya menghabiskan waktunya dengan membaca buku-buku filsuf: Kant, Hegel, dan Schopenhauer. Ia juga menghadapi semua pengalaman kegagalan, pembuangan, rasa tidak diakui kemiskinan, dan gejala-gejala yang menyertai revolusi dua perang dunia. Pengalaman-pengalaman inilah membentuk pemikirannya tentang kebebasan. Dengan demikian, Ia bertumbuh menjadi pribadi yang kompeten dalam filsafat dan agama (Paul Klein: 2007, 11).

Baca juga :  Menegaskan Identitas Kenabian

Ungrund: keberadaan

Pandangan Berdyaev mengenai sebuah kebebasan harus kembali kepada “keberadaan”. Eksistensi ini tidak sama dengan pemahaman agama yang melihat “keberadaan” sesuatu bersumber dari “Sang Pencipta”. Hal ini juga tidak sama dengan penciptaan dari sesuatu seperti pemahaman ajaran Kristen yang mengatakan bahwa manusia dan alam dari sesuatu yang telah ada. “keberadaan” juga tidak ada hubungannya dengan pemahaman Plotinus yang menganggap sesuatu itu datang dari yang SATU. Berdyaev mengatakan bahwa eksistensi keberadaan dari dan hanya di dalam “ungrund” (Paul-Ovidiu Bodea: 2019, 23).

Berdyaev menggunakan pandangan dari Bohme (1575-1621) dan Scheeling (1775-1854) untuk menjelaskan ungrund. Menurut pandangan kedua tokoh ini, ungrund adalah awal keabadian sekaligus destinasi terakhir dari pencarian “kebebasan”.  Ungrund identik dengan kegelapan (tidak sama dengan baik atau buruk) (Paul Klein: 2007, 45). Sehingga, kebebasan mewahyukan dirinya dan tinggal dalam tatanan dan formal hukum yang tidak bertentangan di dunia.

Akan tetapi, situasi kehadiran kebebasan pada tatanan dan formal hukum adalah keadaan yang tidak tertib. Keadaan yang benar-benar tidak teratur ini membentuk dasar realitas. Dalam keadaan demikian, kebebasan memasuki tatanan lain, yakni kehendak bebas (memilih kebaikan dan kejahatan). Berdyaev mulai membedakan ajarannya dengan kedua tokoh tersebut karena mereka tidak melanjutkan ajaran mereka hingga proses kebaikan. Bagi filsuf Rusia ini, kebebasan masuk ke dalam kejahatan (tataran dan formal hukum) dan tidak memilih kebaikan. Singkatnya, hal itu adalah jalan karena memilih adalah bagian dari kehendak bebas (dałam Maciej Czeremski & Karol Zieliński: 2021, 21).

Baca juga :  Tulisan Tertua Perjanjian Baru

“Keterasingan” dan “kreativitas”

Berdyaev berpandangan bahwa objektivasi mengambil posisi penting dalam menciptakan penyakit dunia: hilangnya kebebasan, penyakit keberadaan. Artinya, kebebasan dalam rupa kehendak bebas telah terikat pada objektivasi, penyakit dunia. Dengan kata lain, keikatan ini menyampaikan bahwa kehendak bebas mengalami keterasingan dari keberadaan yang adalah kekosongan. Berdyaev menyampaikan keadaan kehendak bebas sebagai identitas dari objektivasi (Paul-Ovidiu Bodea: 2019, 34). Perlu diketahui bahwa objektivasi tidak sama dengan objek (sesuatu yang menjadi tujuan dari subjek).

Gambaran hubungan kehendak bebas dan objektivasi adalah penyatuan partikel “aku” (kehendak bebas: wajah kebebasan di dunia) dan “kamu” (objektivasi) menjadi “kita” (objektivasi dan kehendak bebas). Hal ini meyakinkan bahwa kehendak bebas memperoleh identitas jahat dalam keterasingannya ini. Oleh karena itu, ia membutuhkan kebaikan yang mana berasal keberadaan. Pada situasi ini, penyatuan kehendak bebas dengan kebaikan namun identitasnya tidak berubah, kejahatan. Sampai pada hal ini, apakah bisa kehendak bebas keluar dari keterasingan ini menjadi kosong (menyatu dengan keberadaan)? 

Berdyaev menjelaskan bahwa kehendak bebas dan kebaikan mesti melakukan kreativitas atau roh kebebasan (spiritual freedom). Hal ini mirip dengan suara hati sebagai driver. Menariknya, roh ini hanya metafisis dan tidak bisa dikendalikan oleh akal budi. Sehingga, roh ini “menasihati” kehendak bebas tanpa halangan apa pun. Akan tetapi, roh ini mesti memperhatikan kehendak bebas agar tidak terjerumus dalam identitas kejahatan: paksaan, memilih, dan lain-lain (Paul Klein: 2007, 83). Harapannya adalah kehendak bebas menjadi kebebasan sejati yang kosong atau tanpa noda.

Kehendak bebas mengharapkan bahwa kejahatan akan lenyap dan menjadi kebebasan me on. Berdyaev menjelaskan harapan ini tidak bisa dinantikan, tetapi diciptakan. Artinya, kehendak bebas mesti bekerja banyak dengan kreativitasnya. Dengan demikian, Ia menciptakan suatu dunia tanpa ada noda. Hal ini bukan berarti harafiah: kehendak bebas menghilangkan tuntutan dan bentuk hukum, tetapi berjalan dalam situasi dunia ini dengan menyelesaikan setiap persoalan (Paul Klein: 2007, 245).

Baca juga :  Memperkenalkan

Penutup: “Terang dalam dunia yang gelap”

Berdyaev telah menyuguhkan setiap orang dengan ajarannya. Ia menjabarkan asal-usul, kejatuhan, dan akhir kebebasan: dari murni akan menuju murni. Artinya, sekalipun murni, kebebasan akan memudar saat berada di dunia ini yang penuh kejahatan (Paul-Ovidiu Bodea: 2019, 32). akan tetapi, kejahatan ini akan berdialog dengan kebaikan. Tujuannya adalah penciptaan dunia baru sesuai harapan dengan kreatif.

Oleh karena itu, pandangan Berdyaev tidak menginginkan perdebatan antara pembuat aturan tentang pembatasan (pemerintah) dan pelaksananya (masyarakat) tentang kebebasan dan aturan. Semua ini adalah kenyataan yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Jika aturan itu berjalan tanpa kebebasan dalam situasi COVID-19, maka menciptakan tirani tanpa solusi. sebaliknya, jika kebebasan berbicara dengan bayangannya kehendak bebas, semua tetap berada dalam COVID-19. Sehingga, semuanya ini akan memperoleh terang dalam pengharapan di tengah dunia yang gelap ini.

Referensi

Klein, Paul. 2007. “kebebasan kreatif menurut Nikolay Berdyaev”. Maumere: ledalero.

 “Nikolai Berdyaev’s Dialectics of Freedom: In Search for Spiritual Freedom”. Open theology: a journal seeks researchers, pastors and other interested persons with the fruits of academic studies.

Daniel, Mary L. 1981. “Berdyaev and Guimaraes Rosa: The Paradox of Necessity and Freedom”. Amerika serikat: University of Wisconsin Press.

Czeremski, Maciej & Zieliński, Karol. 2021. “Worldview in Narrative and Non-narrative Expression: The Cognitive, Anthropological, and Literary Perspective”. Germany: Harrassowitz Verlag.

Lindsay, James (ed). 2016. “The Philosophical Review: The Philosophy of Schelling”. Durham: Duke University Press.