ClaretPath.com– Surat 1 Tesalonika merupakan tulisan tertua dalam Perjanjian Baru. Surat ini tidak panjang, hanya memiliki 5 bab. Paulus menulis surat ini dalam perjalanan misinya yang kedua untuk menanggapi persoalan dan pergumulan jemaat Tesalonika tahun 51/52 M. Surat ini juga menggambarkan kemajuan iman dan keteguhan jemaat Tesalonika di tengah penganiayaan (1 Tes 1:3-6). Di sini saya mencoba melihat dua poin penting dari surat 1 Tesalonika.
Pertama, apa persoalan jemaat?
Surat ini dibuat Paulus untuk menanggapi persoalan yang ada dalam jemaat (1 Tes 4:1-5:11). Persoalan-persoalannya kurang lebih ada empat sejauh yang saya pahami dari suratnya, yaitu: persoalan moralitas seksual (1 Tes 4:1-8), tingkah laku sosial (1 Tes 4:9-12), kematian (1 Tes 4:13-18) dan parousia (1 Tes 5:1-11). Persoalan-persoalan inilah yang akan dijawab dalam ajaran dan teologi Paulus dalam poin berikutnya.
Kedua, apa ajaran dan teologi Paulus?
Surat ini penuh dengan ucapan kasih kepada jemaat. Paulus tampak begitu peduli pada jemaat Kristen di Tesalonika yang ada dalam kesulitan. Ia menyapa mereka sebagai “saudara-saudara” sebanyak 14 kali di surat ini. Jemaat itu sangat disayang Paulus. Ia berkata bahwa mereka “jauh di mata, tetapi tidak jauh di hati” (1 Tes 2:17).
Paulus memuji jemaat Tesalonika karena pekerjaan imannya, usaha kasihnya dan ketekunan pengharapannya (1 Tes 1:3). Mereka sudah menyambut Injil, dengan berbalik dari berhala-berhala, melayani Allah dan menantikan kedatangan Anak-Nya dari surga (1 Tes 1:9-10). Mereka mempertunjukkan ketabahan dan iman dalam segala penganiayaan dan penindasan yang dideritanya. Paulus adalah seorang yang sangat mengasihi mereka, sehingga ia mengutus Timotius untuk menguatkan hati mereka dan membangun iman mereka (1 Tes 3:2).
Akan tetapi, muncul persoalan lain, mereka kurang mengerti akan hal kebangkitan orang kudus dan kedatangan kembali dari Tuhan Yesus. Paulus menegaskan bahwa mereka harus hidup berkenan kepada Allah dalam kekudusan dan kasih (1 Tes 4:1-8). Ia menjelaskan bagaimana mereka dipanggil untuk hidup dalam kekudusan dan kehormatan dengan menikah dengan seorang isteri saja dan tidak hidup dengan memuaskan hawa nafsu. Ia menasihatkan mereka supaya bekerja dengan tangan sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain (1 Tes 4:9-12).
Paulus juga mengajar mereka supaya jangan berdukacita seperti orang lain untuk meratapi orang yang mati dalam Kristus. Karena ketika Kristus datang kembali, orang yang mati dalam Kristus akan dibangkitkan lebih dahulu dan kita yang masih hidup sampai kedatangan-Nya akan diangkat bersama-sama mereka dalam awan untuk menyongsong Tuhan di angkasa (1 Tes 4:13-18).
Penulis Buku “Dialektika Lepas” dan Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Filsafat Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta