Membangun Keluarga Allah

photo by GKP Lembang

Oleh: Iren Kharo, CMF*

Selasa Pekan Biasa XVI

Bac Injil: Mat 12: 46-50

Sahabat Pena Claret yang budiman.

Barangkali kita pernah mengalami satu situasi di mana kita dijauhkan oleh orang-orang terdekat kita atau tidak dianggap oleh mereka. Misalkan sebagai orangtua kita tidak dihargai dan dijauhkan oleh anak-anak atau sebaliknya sebagai anak kita tidak dihargai dan tidak diterima oleh orangtua. Hidup bersama dalam sebuah komunitas pun mungkin pernah merasa dijauhkan oleh anggota komunitas yang lainnya. Bagaimana perasaan kita dalam situasi seperti itu?

Bacaan Injil hari ini menampilkan kepada kita satu kisah yang sedikit kontroversi ketika Yesus mempertanyakan status keluarga-Nya. “Siapakah ibu-Ku dan siapakah saudara-Ku” (Mat 12:48).  Kata-kata ini dilontarkan oleh Yesus kepada orang-orang yang sedang diajari-Nya. Kalau saja kita berada di tempat itu kita pasti sangat kecewa dengan Yesus, kok bisa-bisanya Yesus berbicara seperti itu kepada keluarga-Nya sendiri? Atau seandainya kita berada di posisi sebagai keluarga Yesus dan pada saat yang sama kita mendengar langsung perkataan Yesus pastilah kita akan merasa sakit dan kecewa. Barangkali kita merasa bahwa Yesus kurang menghargai dan tidak mau mengakui keluarga-Nya.

Baca juga :  Kasih Tidak Memandang Dunia Dengan Kaca Mata Justifikasi

Perkataan Yesus selanjutnya justru memberi makna yang sangat dalam, “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku” (Mat 12:49-50). Yesus secara tidak langsung justru mau memuji ibu dan saudara-saudara-Nya karena Ia tahu bahwa ibu-Nya, Maria, adalah orang yang sungguh-sungguh hidup dalam kehendak Allah.

Baca juga :  Hukum atau Martabat Manusia

Matius dalam kisah ini mau menunjukkan kepada kita bahwa Yesus ingin membangun keluarga baru, yakni “keluarga Allah”. Keluarga Allah adalah sebuah keluarga yang tidak hanya dibatasi oleh hubungan darah, suku, dan bangsa tertentu tetapi juga kekeluargaan yang dibangun atas kesamaan dalam melakukan kehendak Bapa. Yesus memberikan patokan atau tuntutan kepada kita untuk masuk dalam keluarga baru dengan kesediaan mendengarkan Sabda dan melakukan kehendak Bapa yang di surga. Itulah keluarga spiritual yang paling diutamakan oleh Yesus.

Baca juga :  Mari dan Lihatlah!

*Penulis adalah Misionaris Frater. Penghuni Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta.