Kemandulan Manusia

Sumber Gambar: https://www.istockphoto.com/id/foto/tiga-salib-di-paskah-matahari-terbit-di-atas-danau-dengan-orang-siluet-gm157481011-9371675

Penaclaret.com – Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata mandul berarti tidak dapat mempunyai anak atau majir. Kemudian ditambah dengan imbuhan ke-an menjadi kemandulan yang berarti sebuah sifat hal atau keadaan mandul. Lewat pengertian ini kita bisa memahami bahwa kemandulan merupakan sebuah keadaan yang tidak menghasilkan sesuatu. Artinya kemandulan bukan hanya sebatas dipahami tidak mempunyai anak tetapi lebih luas dari pengertian itu. Situasi kemandulan realnya dialami oleh setiap makhluk hidup. Misalkan seorang yang  tidak sukses melakukan sesuatu pasti selalu diberi label mandul. Contohnya  seorang pesepak bola profesional dalam sebuah laga tidak mencetak gol pasti banyak penggemarnya katakan bahwa dia mandul.

Jika ada keadaaan seperti dalam contoh di atas, maka pasti terlintas dalam benak kita bahwa apa sebabnya manusia atau makhluk hidup lain mengalami kemandulan. Ada akibat pasti ada sebabnya yang menjadi dasar atau landasan seseorang menjadi mandul. Manusia menjadi mandul biasanya disebabkan oleh pribadinya sendiri. Misalnya, pribadi tersebut malas berusaha. Dia mengikuti keinginan dan kenyamanan diri semata dengan mengabaikan sesuatu yang prioritas. Malas berbuat sesuatu agar keluar dari keterkungkungan dirinya itu. Alhasil manusia selalu sulit berbuah atau menghasilkan dan tetap tinggal di dalam kemandulannya itu.

Baca juga :  Kembali Normal

Penginjil Lukas menarasikan sikap kemandulan manusia atas tawaran kasih Allah yang datang padanya. Hal ini menunjukkan sikap manusia sendiri yang malas dan tidak peduli terhadap dirinya. Ajakan Yesus dalam Injil sangat jelas yakni agar manusia sampai  menghasilkan buah (tidak mandul). Hal ini berarti manusia dituntut untuk sanggup menanggalkan rasa malasnya menuju sebuah titik pertobatan sejati. Pertobatan sejati ini sebuah kondisi baru agar manusia memulai diri menghasilkan buah. Manusia mengarahkan hidupnya kepada Allah melalui Yesus Sang Juruselamat. Pertobatan merupakan tanda konkret manusia berbuah atau tidak mandul. Manusia tidak jemu-jemunya mengarahkan hidupnya setiap saat kepada tawaran kasih Allah menuju pertobatan kendati banyak mengalami kelemahan. Sebab keterarahan kepada Allah serta menumbuhkan pertobatan adalah jalan menghasilkan buah yang melimpah itu.

Yesus mengangkat perumpamaan tentang sebuah pohon ara. “Ada seorang mempunyai sebatang pohon ara, yang tumbuh di kebun anggurnya. Ia datang mencari buah pada pohon itu, tetapi tidak pernah menemukannya. Maka, berkatalah ia kepada pengurus kebun anggur itu, sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini, namun tidak pernah menemukannya. Sebab itu tebanglah pohon ini! Untuk apa pohon ini hidup di tanah ini dengan percuma!”(Luk 13:6-7).  Kata-kata Injil melalui perumpamaan sebuah pohon ara menunjukkan dengan amat jelas akan kondisi kemandulan dari pohon ara ini. Perumpamaan ini mengkritik semua manusia yang selalu dalam kondisi mandul oleh karena malas menyambut tawaran kasih Allah. Kondisi manusia yang tidak berkembang dan mau menghasilkan buah. Jika ditelisik dalam konteks zaman Yesus hidup bahwa kritikan ini diperuntukkan bagi kaum Farisi dan ahli Taurat yang sekadar mementingkan ketenaran diri tanpa mau menghasilkan bagi orang lain.

Baca juga :  Syarat Kecil dari Anak Kecil

Manusia sebagai ciptaan Allah yang sempurna dituntut untuk mengarahkan hidupnya supaya menghasilkan buah yang berlimpah. Kekuatan dasar agar berbuah dan tidak mandul berarti ia selalu menyetrom diri dengan Allah. Allah menjadi sumber pemberi buah bagi setiap orang. Roh-Nya yang kudus menjadi dasar dan landasan menyemangati manusia bergerak agar menghasilkan buah. Yesus mengundang setiap pengikut-Nya agar memperoleh buah bagi diri, sesama dan Allah. Menyambut tawaran kasih Allah yang selalu mengalir setiap saat menjadi kesempatan indah dan penuh arti (pertobatan).

Maka, sebuah pertobatan baru dalam Tuhan secara penuh menjadi langkah agar dirinya tidak mandul lagi. Ruang dan waktu agar berbalik kepada Allah selalu disediakan asalkan mau bergerak. Manusia berani untuk selalu menjemput kemurahan rahmat Tuhan setiap saat demi kemajuan diri (tidak mandul lagi). Kisah perumpamaan pohon ara yang mandul dalam bacaan Injil juga tidak sebatas untuk kelompok tertentu tetapi lebih luas yakni semua manusia. Sebab realitas manusia saat ini tergiur dengan hal tertentu yang membawa kenyamanan diri tetapi akibatnya tidak berbuah. Paus Fransiskus dalam seruan apostolik Evangelii Gaudium mengatakan bahwa ‘Gereja’ hendaknya menjadi pribadi yang bergerak keluar sebagai sebuah komunitas para murid yang diutus yang mengambil langkah pertama, yang terlibat dan mendukung, yang berbuah dan bersukacita. Di sini jelas bahwa setiap pengikut Yesus menjadi pribadi yang berbuah terhadap dirinya dan sesama yang dijumpai dalam hidup harian. Inilah ciri khas bahwa pengikut Yesus bukan pribadi yang mandul tetapi hadir dan ada untuk sesama seperti yang ditunjukkan oleh Yesus sendiri kepada kita.