ClaretPath.com – Kalau Tindakan Tidak Dipercaya Lagi
Jumat Prapaskah V
Bacaan I: Yer 20:10-13
Bacaan Injil: Yoh 10:31-42
Tindakan umumnya menjadi bukti terakhir sekaligus yang kuat untuk mempercayai seseorang. Misalnya, seorang DPR yang berkampanye berapi-api. Orang akan bertanya, apa yang ia sudah buat untuk rakyat? Rekam jejaknya seperti apa? Kalau omongannya dan buktinya di lapangan tidak sinkron. Maka, orang tersebut tidak bisa kita percaya.
Di dalam bacaan injil hari ini, tindakan yang menjadi bukti justru dipertanyakan. Lantas bagaimana lagi mememukan bukti yang kuat? Yohanes mengisahkan percecokan panas antara Yesus dan orang-orang Yahudi. Yesus telah berbuat banyak kebaikan, tetapi orang Yahudi bersikeras untuk membunuh Dia. Singaktnya orang Yahudi tidak mempercayai-Nya. Yesus lalu dengan nada yang barangkali agak lusuh mengatakan, “jikalau kalian tidak percaya pada (pribadi)-Ku, setidaknya percayalah pada Dia yang menyuruhku melakukan tindakan-tindakan itu.” Meskipun demikian, ambisi untuk membunuh Yesus di hati orang-orang Yahudi tak kunjung surut.
Apa yang boleh kita pelajari? Tindakan adalah bukti terakhir untuk mengecek integritas seseorang. Tentu saja tindakan yang tidak hanya sekali. Kalau itu juga dipertanyakan lantas atas dasar apa kita bisa saling mempercayai? Padahal sikap saling percaya adalah unsur yang utama untuk membangun kebersamaan: persahabatan, keluarga, dan persaudaraan.
Oh iya, Hanna Arendt, seorang filsuf Yahudi-Jerman bilang, untuk orang yang terbukti berulang kali melakukan kesalahanpun harus kita percaya. Mengapa, karena setiap orang mempunyai peluang untuk mengubah hidupnya. Entah sekarang, entah nanti, kapan pun itu. Hari-hari sebelumnya ia berbuat jahat, tetapi siapa sangkah besok ia berubah drastis. Dan itu sangat mungkin!
Apa artinya kebersamaan, kalau tindakan tidak dipercaya lagi?
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus