Claret di Hadapan Pergeseran Paradigma

Claret di Hadapan Pergeseran Paradigma

Pergeseran Paradigma (Teosentris-Antroposentris)

ClaretPath.com – Zaman modern muncul pada abad ke-17 dimana modernitas “betul-betul mulai bergulir” (Suseno:2006,51). Dalam diri setiap individu perubahan pun muncul dalam seluruh aspek kehidupan manusia baik itu dalam politik, ekonomi, sosial dan budaya, yang bergerak dalam ruang lingkup kehidupan. Renaisans (renaissance, kelahiran kembali) menandai memulainya sebuah babak baru dalam realitas global yakni babak modern pada abad ke-19. Alarm lainnya adalah “zaman pembebasan manusia dari abad pertengahan”(Suseno: 2005, 131).  Dimana adanya perubahan sudut pandang atau paradigma dalam diri manusia, yakni dari paradigma teosentris ke-paradigma anthropsentris. Apakah perubahan paradigma ini juga turut mempengaruhi orang yang hidup sesudahnya seperti Claret? Atau Bagaimana Claret di hadapan pergeseran paradigma.

Melalui perubahan paradigma tersebut manusia secara mandiri menunjukkan kedewasaan intelektualnya, dengan berpikir dan bertindak sesuai dengan apa yang ada dalam budi atau pikiran (mind) yang dihasilkan dari proses berpikir sendiri tanpa adanya ketergantungan penuh pada objek lain. Selain itu, manusia juga secara bebas dalam mengkritisi segala sesuatu yang ad intra (di/kedalam) aspek tertentu baik itu secara politik, sosial, maupun budaya. Oleh karena itu, letak kunci modernitas yang berperan dalam hidup manusia: “kesadaran akan subjektivitas”(Suseno: 2006,50).

Kebudayaan merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh dan sangat vital dalam hidup manusia (Church in Asia, 1999: 53). Letak sebuah kebudayaan tidak secara otomatis atau secara kodrati tetapi merupakan hasil dari cara berpikir manusia yang menghasilkan sebuah kekuatan budaya, melahirkan dan menjamin kemakmuran suatu bangsa (Wattimena: 2015, 118). Karena itu, Kebudayaan  tidak bersifat statis melainkan dinamis karena kebudayaan bisa saja berubah  melalui paradigma anthroposentris, yakni aktivitas berpikir manusia dengan menggunakan akal budinya sendiri tanpa harus bertolak pada objek lain.

Baca juga :  November Rain | Jejak Claret

Sehingga, kebudayaan pun tidak bisa terpisahkan dari ruang lingkup hidup manusia karena keduanya saling berkesinambungan. Karena itu, kebudayaan juga menjadi salah satu hasil atau buah dari keterampilan atau skill dalam diri manusia yang signifikan dan yang membedakan antara manusia dan makhluk hidup lainnya serta yang menjadi suatu keistimewaan yang diterima manusia dari Sang Pencipta.

Mengenal Claret Secara Singkat

Tahun 2020 merupakan tahun yang istimewa dan berahmat bagi para Misionaris Claretian. Dimana para Claretian mengenang 150 tahun kematian St. Antonius Maria Claret (1870-2020), yang merupakan pendiri Kongregasi Putera-Putera Hati Tak Bernoda Bunda Maria (Misionaris Claretian/CMF). Semasa hidupnya, Allah telah menyiapkan Claret melalui Roh Kudus sejak masa kanak-kanaknya. Dimana ia merasa Allah memanggilnya bukan hanya menjadi seorang imam (Diosesan), tetapi sebagai seorang misionaris yang siap untuk diutus oleh Allah dan digunakan Allah untuk memperluas Gereja-Nya dengan karisma atau rahmat yang Ia berikan.

Claret menyadari rahmat atau karisma yang Allah anugerahkan secara cuma-cuma kepadanya, ialah spirit seorang “misionaris yang diungkapkan dalam bentuk pelayanan atau kerasulan sabda dalam gaya para rasul (apostoles)” (Kapitel General XVII, 7). Melalui kesadaran akan rahmat tersebut, P. Claret mengaktualkannya ke dalam misi yang dipercayakan kepadanya dan juga melalui pendirian kongregasi Misionaris Claretian yang semata-mata demi kemuliaan Allah yang lebih besar dan kekudusan anggota serta keselamatan jiwa-jiwa.

Baca juga :  Claret dan Duka Tanah Cuba

Karisma tersebut St. Antonius Maria Claret wariskan sebagai berkat kepada para misionaris Claretian dalam melanjutkan karya atau misi yang telah dijalankan olehnya melalui pelayanan atau kerasulan sabda. di lain sisi, kekayaan spiritual Claret menginspirasi para Claretian untuk tangguh dalam berjalan bersama dengan perubahan zaman bahkan terhadap pergeseran paradigma berpikir global. Bagaimana Claret di Hadapan Pergeseran Paradigma?

Claret di Hadapan Pergeseran Paradigma

Abad ke-19 bukanlah suatu periode yang gampang bagi negara Spanyol. Banyak sektor mengenai kehidupan mengalami kemuduran oleh situasi politik. Perang kemerdekaan dan perang sipil turut hadir pada saat itu. Tak hanya itu, terjadi pergeseran paradigma yang besar, persekusi agama dan masih banyak pesoalan pada masa itu.  Claret lahir pada abad yang sama (23, Desember, 1807) dimana kekacuan pun masih berlanjut. Pada pertengahan tahun 1808 kekuasaan Spanyol jatuh ketangan Prancis.

Ketika melihat permasalahan semacam ini dari segi nilai intelektual, kita harus mampu menempatkan poros kritis untuk dapat membangun kembali paradigma awal yakni berhadapan dengan intelektual. Proses berpikir sendiri untuk dapat mengulang kembali suatu kebiasaan dan harus menjalankannya sesuai dengan objek kajian yang harus dialektis. Pemahaman harus bersikap modern. Pemikiran modern membentuk pemahaman manusia tentang kenyataan, pengetahuan, dan nilai-nilai, membentuk masyarakat dengan taraf wawasan dunia (Hadirman:2019,1). Tetapi, kita harus dapat memahami pemikiran modern sebagai suatu pemberontakan terhadap alam pikir. Lebih kepada kekacuaan dari pada keutuhan.

Sebagai santo yang sangat terkenal pada zamanya, tentu Claret selalu menggunakan segala sarana yang ia miliki untuk kembali pada jalan intelektulanya. Pemikiran sang santo sebagai “rasul sastra” membuat ia selalu bertumbuh dalam setiap permasalahan Spanyol pada saat itu. Banyak cara yang ia lakukan. Kita mengambil contoh, dengan keadaan ekonomi yang sangat mencukupi sebagai warisan dari mendiang ayahnya, ia lebih memilih suatu jalan yang murni yakni memilih menjadi seorang yang mampu berjalan dengan membawah sebuah kabar yakni Sabda itu sendiri.

Baca juga :  Meninggalkan Segala Sesuatu dan Mengikuti Yesus

Oleh karena itu, bukti yang kuat bahwa pergeseran abad modern yang muncul dari abad 17,18,19 dengan Claret adalah munculnya suatu pemikiran Claret luar lintas. Maksudnya bahwa Claret selalu mengambil jalan yang pas untuk sesuatu yakni demi kemuliaan Allah, keselamatan manusia, dan kekudusan para anggota. Fisiologi pada zaman ini, Claret menemukan nilai-nilai klasik yang harus dihadapkan kembali dalam kebudayaan pada abad itu. Sehingga penghargaan atas dunia, penghargaaan atas martabat manusia dan pengakuaan atas kemampuan rasio muncul kembali. Kuncinya adalah Claret selalu menegakan suatu tanda kesatuan dengan totalitas yang koheren secara sistematis. Itulah fakta Claret di Hadapan Pergeseran Paradigma. 

Sumber Bacaan

  • Franz Magnis Suseno, Pijar-pijarFilsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2005
  • Franz Magnis Suseno, MenalarTuhan, Yogyakarta: Kanisius,2006
  • Reza Wattimena, Filsafat Sebagai Revolusi Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2015
  • Paus Yohanes Paulus II. Church in Asia, 1999
  • Hiasintus Ikun, Claretian Indonesia-Timor Leste dalam Kisah, Karya, dan Titian Harapan, Kupang: Clarindo Publication, 2015
  • Deklarasi-deklarasi dan Dekrit-dekrit Kapitel General XVII Misionaris Claretian