Cinta Manusia di Bumi

Cinta Manusia di Bumi
Picture from www.bing.com

ClaretPath.comCinta Manusia di Bumi

“Entah kapan saya menyukai kesusastraan, terlebih novel. Tetapi tidak dapat dipungkiri Bumi Manusia, salah satu tetralogi Pulau Buru itu telah menyita waktu saya.” (N. N)

Bumi Manusia merupakan salah satu roman dari tetralogi pulau Buru Pramoedya Ananta Toer. Sebelum novel ini dituangkan dalam bentuk tulisan, kisah dari novel ini sudah dikisahkan ke teman-teman Pram selama kurang lebih tiga tahun. Dengan demikian intuisi kita spontan sadar bahwa isinya cukup matang untuk disajikan. Novel ini mengisahkan seorang pemuda pribumi, priayi Jawa kelahiran 31 Agustus 1880 yang menempuh pendidikan H.B.S (Hoogere Burgerschool) Surabaya. Nama pemuda itu adalah Minke. Minke sendiri tidak tahu mengapa ia dipanggil demikian. Menurut cerita, nama itu adalah sebutan yang dipatenkan kepada dirinya karena kebiasaan orang Belanda yang memanggilnya demikian.

Konon dikatakan bahwa kata “minke” berasal dari bahasa Inggris, yaitu monkey yang kemudian dibelandakan menjadi Minke. Tanpa berpikir panjang, orang awam pun tahu kalau kata “minke” adalah sebuah hinaan atas orang pribumi yang menurut mata orang Eropa peradabannya belum maju dan terbelakang. Dan lebih ekstrem, sama seperti monyet. Sebuah konstruksi linguistik yang kemudian melahirkan diskriminasi. Konstruksi nama Minke sudah terlanjur dan tidak ada lagi orang yang merasa bahwa ada yang salah dari kata itu.

H.B.S Surabaya, sekolah Minke, merupakan sekolah bergengsi di Hindi Belanda (sebutan untuk Indonesia masa itu) yang menjadi lahan pembibitan para pemimpin dan orang-orang hebat di masa depan. H.B.S Surabaya sangat maju dan sudah menganut pendidikan Barat yang sudah sangat modern – pada zamannya.  Murid-murid yang bersekolah di H.B.S Surabaya tentu saja sangat di sanjung. Mereka ini sudah pasti memiliki masa depan yang bagus. Situasi inilah yang dialami oleh Minke.

Minke adalah anak seorang bupati. Budaya Jawa yang sangat kental, tidak membuat Minke shock culture ketika berhadapan dengan budaya lain terutama Eropa. Minke sangat mengagumi budaya Eropa dan cukup mahir menekuni ilmu-ilmu barat, khususnya kesusastraan. Ia sangat mengagumi karya sastra Eropa. Karena kepandaiannya, Minke bahkan dikagumi oleh beberapa teman sekolahnya yang berdarah Belanda. Minke sendiri pernah diajak untuk bertukar pikiran dan ia membuktikan bahwa pengetahuannya dapat menyaingi anak-anak Eropa. Bahkan membuat mereka ilvil dan mengaguminya secara diam-diam. Lebih dari itu, ternyata eksplorasi Minke atas karya sastra Eropa lebih luas dari anak-anak Eropa sendiri di sekolah itu.

Kisah dalam novel Bumi manusia mulai menemukan titik berangkatnya ketika Minke diajak oleh salah seorang temannya, Robert Suurhof pergi ke Wonokromo. Dalam kunjungan ini Minke sebenarnya tidak mempunyai tujuan. Ia hanya menemani Robert Suurhof itu. Akan tetapi ada persuasi kecil yang dibuat oleh Suurhof, bahwa ia kan berjumpa dengan seorang gadis rupawan. Meskipun demikian,  Minke  pergi dengan tidak terlalu berharap.

Baca juga :  Matamu dan Tapak Kakiku

Ternyata persuasi Suurhof itu lahir dari kenyataan. Setelah beberapa hari perjalanan Minke dan Suurhof tiba di Wonokromo, di suatu rumah yang sangat megah.  Orang-orang menyebut tempat itu Boerderij Buitenzorg. Tempat itu merupakan lahan perusahaan, perkebunan dan peternakan yang seluas 180 hektare. Di tempat inilah Minke benar-benar berjumpa dengan gadis nan cantik itu. Bagaimana tidak? Ia adalah peranakan Indo. Perpaduan yang sangat sempurna antara kecantikan fisik Eropa dan kelemahlembutan  budaya Jawa. Gadis rupawan itu berkulit putih halus a la Eropa, berambut dan bermata pribumi.

Nama gadis yang disebut-sebut Suurhof itu adalah Annelis. Lebih lengkapnya lagi Annelies Mellema. Annelies adalah putri dan anak kedua dari Herman Mellema, seorang Tuan Belanda yang mempunyai perkebunan yang sangat luas, Boerderij Buitenzorg.  Adapun sikap Annelies Mellema yang menarik dan mencuri perhatian Minke. Annelis dianugerahkan kepiawaiannya berinteraksi dengan karyawan perkebunan, memeras susu, dan berkuda mengelilingi perkebunan nan luas itu. Singkat kisah, keduanya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Annelis sendiri pernah duduk di bangku H.B.S Surabaya, tetapi Ibunya Sanikem atau yang dikenal luas sebagai Nyai Ontosoroh memberhentikannya. Setelah berhenti bersekolah, Annelis hanya menghabiskan hari-harinya untuk membantu ibunya mengurus perkebunan mereka. Lagi pula saat itu, ibunya harus mengurus perkebunan sendirian. Ayahnya sudah tidak betah lagi berdiam di rumah. Tuan Mellema sering meninggalkan rumah sampai berminggu-minggu dan akan kembali kalau-kalau mimpi baik.

Akan tetapi, kepulangan tuan Mellema ini tidak memberikan suatu kehangatan sosok ayah bagi rumah. Tuan Mellema menjadikan rumah sebagai persinggahan, bukan tempat berpulang. Situasi rumah semacam inilah yang membuat Annelis lebih dekat dengan ibunya dan membuat budaya kesantunan Jawa meresapi kepribadian Annelis. Kakak Annelies, Robert justru tidak dekat dengan Annelies. Apa lagi dekat dengan Ibu mereka. Ia lebih menyukai ikut-ikutan sikap ayahnya;  mempunyai pola hidup yang tidak menampakkan  budaya Jawa.  Meskipun demikian Tuan Mellema dan putranya itu tidak dapat berbuat seenaknya di rumah ini. Nyai Ontosoroh tidak pernah takut menghadapi mereka. Bahkan kalau perlu mengusir mereka pergi.

Kebetulan ketika Minke tiba di Boerderij Buitenzorg, tuan Mellema sedang tidak ada di sana, kecuali putranya Robert Mellema yang menjadi teman dari Robert Suurhof. Pada suatu kesempatan Tuan Mellema kembali ke rumahnya yang nan megah itu. Didapatinya Minke sedang duduk menyantap sarapan pagi. Bentakan dan hinaan kepada pria pribumi itu tidak dapat dielak. Nyai Ontosoroh datang dan mengusir pergi tuan Mellema. Minke sangat heran melihat kejadian itu. Lantaran baru pertama kali Minke menyaksikan seorang Pribumi mengusir seorang Belanda. Apalagi Nyi Ontosoroh ini seorang gudik. Bukan hal biasa seorang gundik mengusir tuan Belanda yang adalah Tuan dan suaminya sendiri. Peristiwa ini membuat Minke sangat mengagumi Nyai Ontosoroh sekaligus menyimpan sejuta tanda tanya di kepalanya. Siapa gerangan perempuan ini?

Baca juga :  Ekologi Hati ala Paus Fransiskus

Nyai Ontosoroh ini telah menjalin hubungan dengan Tuan Mellema sebagai suami-istri selama dua belas tahun  terhitung dari kunjungan Minke ke Boerderij Buitenzorg. Sebenarnya nama asli Nyai Ontosoroh adalah Sanikem. Sewaktu remaja, Ia di jual secara paksa oleh Ayahnya kepada Tuan Mellema lantaran haus kuasa. Sanikem dijual dengan harga 25 Gulden. Kultur patriakal yang sangat kental di tanah Jawa menutup rapat bibir ibunya sehingga tidak dapat berbuat apa-apa di hadapan kebobrokan seorang ayah yang menjual putrinya sendiri.

Semenjak itu Sanikem tidak pernah lagi mengakui kedua orang tuanya sebagai ayah dan ibu mereka. Meskipun demikian, waktu itu Tuan Mellema sangat menyayangi Nyai Ontosoroh. Ia diperlakukan layaknya seorang istri dan wanita Eropa umumnya. Tuan Mellema mengajari Sanikem menulis, membaca, dan pendidikan Eropa lainya. Rupanya Tuan Mellema mempunyai tujuan yang luhur. Tuan Mellema menyiapkan Nyai Ontosoroh untuk mengurusi perusahaan Tuan Mellema nan luas itu karena perkebunan itulah yang akan menjadi warisan bagi Nyai dan anak-anaknya.

Selang dua belas tahun, hubungan nan mulia itu akhirnya sirna. Tuan Mellema menjadi agak sinting dan sering memunculkan perilaku yang aneh. Tetapi berkat pendidikan Eropa yang telah diajarkan, Nyai Ontosoroh tidak tunduk buta kepada suami sinting itu. Nyai sudah bisa mandiri dan mengurusi perusahaan perkebunan itu sendiri dan ini bukan hal yang biasa pada masa itu. Kemerosotan hubungan inilah yang menjadi alasan Nyai memberhentikan Annelis dan Robert Mellema dari H.B.S Surabaya. Alasannya, agar Annelis dapat membantunya mengurusi perkebunan mereka. Alhasil, sama seperti ibunya, Annelis cukup kompeten dalam menyelesaikan tugas itu. Akan tetapi, sayangnya harga yang harus dibayar adalah Annelis terpaksa tidak mempunyai teman. Apalagi seorang kekasih.

Perasaan jatuh cinta ketika kunjungan Minke mengubah sebagian besar hidup Mellema dan Ibunya. Karen masih terikat dengan H.B.S Surabaya, Minke tentu saja tidak dapat berlama-lama di Boerderij Buitenzorg. Karena itu, ia harus pulang, meskipun Nyai menginginkannya untuk berlama-lama lagi.

Setelah kepulangannya itu, sikap Annelis berubah drastis. Ia tidak bersemangat, tidak mau makan, dan enggan melakukan kebiasaannya mengurusi perkebunan. Ibunya sangat khawatir. Nyai akhirnya memutuskan untuk mengirim surat kepada Minke agar secepatnya kembali menjenguk Annelis. Minke membalas dengan janji bahwa ia akan secepatnya kembali ke Boerderij Buitenzorg. Perbuatan Minke ini mengakibatkan rentetan persoalan. Ayahnya sangat marah karena mengetahui bahwa Minke menjalin hubungan dengan seorang Nyai atau gudik yang sebenarnya menodai identitas kebangsawanan keluarganya yang adalah keturunan raja-raja Jawa. Selain itu, karena kelakuannya itu Minke juga diberhentikan dari H.B.S Surabaya karena dianggap telah dewasa. Akan tetapi syukurlah setelah beberapa waktu, Minke dipanggil pulang ke H.B.S.

Baca juga :  Maria: Guru Pengharapan dan Kesetiaan

Untuk menyelesaikan persoalan ini, Nyai menyarankan agar Minke dan Annelies segera menikah. Persiapan demi persiapan pun dilakukan dan hari pernikahan mereka pun tiba. Ibu Minke pun hadir pada acara nan meriah itu dan sangat terpesona dengan menantunya yang sangat cantik rupawan. Ibunya mendapat kesempatan untuk merias putranya sebelum berlangkah menuju pelaminan. Seusai pernikahan itu, Minke akhirnya tahu bahwa kekasihnya itu tidak perawan lagi. Rasa kesal bercampur cinta melahirkan sebuah dilema batin. Annelies pun jujur bahwa ia pernah diperkosa oleh Robert Mellema, kakak kandungnya sendiri.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kebahagiaan keluarga yang baru seumur jagung ini pun tak bertahan lama. Pada suatu Pagi, seorang pemudah berperawakan Belanda datang mengunjungi Boerderij Buitenzorg dengan agenda ingin bertemu dengan Tuan Mellema. Nama pemuda itu adalah Ir. Maurits Mellema. Tuan Mellema pun menyempatkan diri untuk berjumpa dengan pemuda yang gagah perkasa itu. Nyai sendiri dilarang oleh Maurits untuk hadir dalam pertemuan internal itu.

            Pria itu berbicara dengan nada yang cukup keras dan seolah memaksa dan terdengar oleh Nyai. Di hadapan pemuda Belanda itu, Tuan Mellema hanya diam seribu bahasa. Ir. Maurits mengisahkan bahwa Ia adalah anak Tuan Mellema yang lahir dari pernikahan Tuan Mellema dan Ibunya, Amelia Mellema-Hammers. Pernikahan tuan Mellema yang pertama ini sah secara sipil dan Gereja. Karena itu, maksud kedatangan Mellema dari Afrika adalah untuk menuntut hak waris dari ayahnya, tuan Mellema. Nyai merasa terpukul karena ternyata seorang Herman Mellema mempunyai seorang anak yang sah dan lahir dari pernikahan yang sah  pula.

            Situasi menjadi tambah pelik ketika, seisi rumah Mellema mendapati tuan Herman Mellema berbaring lemas tidak berdaya di tempat pelacuran dan Robert Mellema hilang tanpa jejak. Situasi ini kemudian membuat  Maurits mulai menunjukkan taringnya. Ia menyuruh kaki tangannya untuk mendesak Nyai Ontosoroh untuk menyerahkan semua harta Herman Mellema, termasuk perkebunan Boerderij Buitenzorg yang sudah dikelola dengan susah paya. Nyai menolak dengan cukup keras. Tetapi, Maurits justru berkehendak membawa semua kepunyaan tuan Mellema, termasuk anak-anaknya.

Nyai mencoba membawa perkara ke pengadilan. Minke melalui kepiawaiannya mulai bersuara lewat tulisan yang ia kirimkan di koran-koran. Tetapi semuanya terpaksa harus bertekuk lutut di hadapan hukum sipil Belanda. Minke dan Annelies terpaksa harus berpisah. Nyai Ontosoroh sadar bahwa ia masih mengulang lagi perbuatan ibunya yang tidak dapat berbuat apa-apa, ketika ayahnya menjual Sanikem (dirinya) dengan harga 25 Gulden.

Cinta Manusia di Bumi, Yufen_yuvendi, ruang imaji, 23/11/2022