Berbahasa adalah Gambaran Kepribadian | Renungan Harian

Picture by Grid.id

Senin pekan biasa III

Bacaan Pertama        : 2 Sam. 5:1-7.10

Bacaan Injil               : Mark. 3:22-30

PenaClaret.com – Para Sahabat Pena Claret yang terkasih, akhir-akhir ini kita dapat menyaksikan berbagai macam fenomena di dunia maya yang memicu ragam reaksi dari orang-orang yang melabelkan diri mereka sebagai warga net. Ada gembira, sedih, pesimis, optimis, dan berbagai macam aneka reaksi lainnya. Salah satu berita yang paling kontroversial adalah pengunaan kata-kata atau berbahasa dari oknum-oknum tertentu. Sebagi contoh, kasus yang menjerat Bahar bin Smith, Ferdinand Hutahaen, dan yang masih viral adalah kader PDIP Arteria Dahlan. Saya sedang tidak menghakimi, tetapi hendak menunjukan betapa pengaruhnya bahasa dalam kehidupan bersama.

Para Sahabat Pena Claret yang terkasih, berbahasa adalah ciri khas manusia. Dengan berbahasa seseorang bisa menujukan jati dirinya dalam masyarakat. Ia bisa mengungkapkan gagasanya, menyampaikan aspirasinya, dan sebagainya. Dengan kata lain berbahasa adalah simbol sekaligus media untuk menunjukan identitas dalam masyarakat.

Baca juga :  Sesama Sebagai Tuhan yang Hadir

Di era sekarang, segala aktivitas kita telah dibantu oleh berbagai macam peranti teknologi. Salah satunya dalam menyampaikan pesan. Hal itu bukan tanpa tantangan. Kesalahan dalam berbahasa akan berbuntut pada hal-hal negatif. Negara demokrasi seperti Indonesia yang ditandai dengan kebebasan berpendapat akan memudahkan seseorang terutama pengguna media sosial terperosok dalam jurang kehancuran. Hal itu bisa terjadi jika kita tidak berhati-hati dalam mengendalikan ciptaan manusia itu sendiri.

Dalam keseharian, mungkin kita seringkali menyampaikan aspirasi, kritikan, pendapat, kreativitas dan macam lainya yang baik yang tertulis maupun secara verbal. Tindakan semacam itu perlu kita pertimbangan secara matang dengan keadaan orang lain. Ruang virtual adalah ruang bersama, kumpulan dari berbagai macam latar belakang. Karena itu, memperhitungkan segala kosekuensi dalam bertindak terutama dalam berkata-kata atau berbahasa adalah hal yang sangat urgen.

Baca juga :  Masih Perlukah Kita Cemas

Para sahabat Pena Claret yang terkasih, dalam Kitab Suci juga mengajar hal yang sama. Bacaan Injil hari ini sangat penting bagi kita sebagai pelajaran dalam menghakimi seseorang. Dikisahkan bahwa pada suatu kesempatan ahli-ahli taurat berkata-kata tentang Yesus bahwa Ia kerasuan Bellzebul. Tidak hanya itu mereka juga mengatakan bahwa Yesus mengusir setan dengan penghulu setan. Kedua tuduhan yang dilontarkan oleh ahli-ahli taurat di atas adalah sebuah ”penghinaan” terhadap Roh Kudus. Yesus membuat hal yang besar bukan karena hal lain, tetapi karena Roh Kudus ada pada-Nya. Dengan demikian, apa yang dilontarkan dari mulut ahli-ahli taurat adalah tidak benar dan pantas jika mereka mendapat hukuman yaitu dosa mereka tidak dapat diampuni. Dengan kata lain mereka telah melakukan dosa yang kekal.

Baca juga :  Level Sukacita

Para sahabat Pena Claret yang terkasih, dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa berbahasa adalah hak kita, tidak ada yang melarang. Tetapi berkata-kata yang tidak benar, tidak sesuai fakta (menuduh atau hoaks) adalah hal yang salah. Ia bisa mengganggu kehidupan orang lain dan juga akan menjadi batu sandungan bagi kehidupan kita sendiri. Karena itu berbahasalah dengan bijak, sebab berbahasa juga menggambarkan kepribadianmu. Sebagai pengikut Kristus, berkata-katalah yang membuat orang menjadi satu, bukan memecah belah.