Aspiran CMF Bermalam Minggu di Tablolong

Aspiran

ClaretPath.com – Salah satu kekhasan Kongregasi Cordis Mariae Filii (CMF) adalah hidup berkomunitas. Tiada tempat tinggal CMF tanpa hidup berkomunitas. Hal ini mulai menjadi kebiasaan mereka sejak menjalani tahun pertama formasi inisial, yakni sebagai Aspiran.

Sejak awal, mereka mulai mengenal fakta hidup bersama sebagai komunitas bukan hanya sebagai impian setiap pribadi. Lebih dari itu, hidup berkomunitas menjadi impian bersama sebagaimana tertuang dalam Konstitusi CMF.

Bab pertama di dalam Konstitusi mereka terurai tema “Komunitas Misioner” (lih. Konst. 10-19)1. Pada bab ini terpampang jelas bahwa mereka memberi perhatian yang sangat tinggi pada hidup berkomunitas. Lebih tepatnya, mereka wajib hidup berkomunitas.

Keharusan ini tergambar jelas dalam jumlah anggota yang ada di dalam setiap komunitas. Tidak pernah terjadi seorang misionaris CMF hidup sendirian di sebuah rumah. Justru yang terjadi adalah selalu minimal dua orang hidup bersama sebagai satu komunitas.

Mereka meyakini Sabda Tuhan Yesus, “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18:20).

Komunitas Lahir dari Kerjasama

Keyakinan akan kehadiran Tuhan Yesus di dalam kebersamaan tidak terjadi otomatis. Para misionaris CMF sadar, hidup berkomunitas perlu disemai dan ditumbuhkembangkan, agar berbuah.

Konstitusi CMF menyatakan, “Semua dan setiap kita hendaknya tak henti-hentinya bekerjasama demi pembangunan komunitas kita” (Konst. 16). Artinya, hidup berkomunitas butuh usaha untuk mewujudkannya.

Baca juga :  Pojok, 25 Januari

Hal ini sungguh menjadi perhatian seluruh anggota CMF. Bukan hanya ketika sudah menjadi anggota berkaul, sejak Aspiran mereka sudah mulai menghidupi kebersamaan sebagai komunitas. Lebih tepatnya, mereka mulai belajar hidup berkomunitas.

Untuk mewujudkannya, Komunitas Pra Novisiat Claret (PNC) Kupang mengadakan outing tingkat. Para Postulan outing ke Fatumnasi, sedangkan para Aspiran ke Pantai Tablolong.

Para Aspiran berada di Pantai Tablolong selama dua hari. Mereka berangkat ke sana pada hari Sabtu sore, 13 April 2024. Lalu, mereka kembali ke Komunitas PNC pada hari Minggu sore, 14 April 2024.

Di sana, mereka tidak tinggal di alam bebas, tetapi di rumah Christian Alexander (Frater Rian). Letaknya persis di tepi Pantai Tablolong.

Aspiran

Ketika tiba, mereka disambut dengan sangat ramah oleh keluarga Frater Rian. Nuansa kekeluargaan sangat kental membalut kebersamaan sore hingga malam itu. Ibu Frater Rian, yang dikenal dengan sapaan Mama Kristin, dengan hati riang melayani ke-16 Aspiran dan formator mereka, P. Metodius Manek, CMF. Adik-adiknya pun dengan penuh semangat bercanda ria bersama para Aspiran.

Sungguh, mereka menghabiskan malam minggu di bibir Pantai Tablolong itu dengan sangat bersukacita. Mereka duduk sharing, makan, dan berdoa bersama. Canda dan tawa mewarnai kebersamaan mereka malam itu.

Baca juga :  Dia yang Melihat Memberikan Kesaksian

Menjelang tidur malam, nuansa kekeluargaan lebih terasa. Para Aspiran yang selama ini tidur di kamar masing-masing, malam itu harus berbagi tempat tidur. Dingin angin pantai malam itu menuntut mereka untuk saling peduli. Mereka harus berusaha agar tak seorang pun menderita kedinginan.

Ala Bisa Karena Biasa

Memang benar kata-kata di dalam Konstitusi CMF, hidup bersama sebagai satu komunitas perlu konsistensi usaha dari semua dan setiap anggota. Outing tingkat dua hari itu merupakan salah satu dari sekian usaha untuk membiasakan para Aspiran hidup berkomunitas.

Setelah melewati malam minggu yang sangat dingin, mereka membuka Hari Minggu Paskah III dengan Ibadat Pagi bersama di Pantai Tablolong. Suara mereka menggelegar ketika menyanyikan madah, mazmur dan kidung. Pantai Tablolong yang selalu sepi setiap pagi, hari itu berubah bagai sedang terjadi penampakan nyanyian para malaikat.

Batu-batu karang tempat mereka Ibadat Pagi pun bergema. Mereka seakan merasakan kehadiran Tuhan Yesus dan para murid-Nya 2000-an tahun silam.

Salah satu dari sekian batu karang itu mencium aroma pendirian jemaat. Gumamnya dalam hati, “Dulu Yesus pun melakukan hal yang sama.”

Batu karang itu melirik ke kanan dan ke kiri, berharap ada Rasul Petrus juga hadir di tengah-tengah para Aspiran dan formator mereka. Dia menanti kata-kata Sang Guru, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat 16:18).

Baca juga :  Kembali Normal

Rupanya batu karang itu mampu membaca isi hati para Aspiran dan formator mereka. Mereka berharap Tuhan Yesus berkata demikian, “Di atas batu karang ini, Aku mendirikan satu komunitas misionaris CMF yang kuat, dan alam maut tidak akan menguasainya”.

Meski tak terucap bibir, tetapi hati kecil mereka merasakan kata-kata Tuhan Yesus tersebut. Paling tidak, itulah impian mereka semua, yakni Tuhan Yesuslah dasar perjalanan panggilan dan hidup komunitas mereka.

Mereka yakin, pagi itu, di atas hamparan batu karang itu, mereka sedang ditetapkan Tuhan Yesus sebagai orang-orang kokoh kuat bagai batu karang. Kesadaran demikian membuat mereka bersemangat mendaraskan Ibadat Pagi, Misa Pagi dan seluruh dinamika hari itu.

Kesadaran inilah yang perlu jadi kebiasaan. Hidup komunitas perlu diusahakan oleh semua dan setiap anggota komunitas di dalam nama Tuhan Yesus (bdk. Mat 18:20).


Referensi:

  1. Konstitusi-konstitusi dan Direktori Tarekat Para Misionaris Putra-putra Hati Tak Bernoda Maria, Para Misionaris Claretian (1982). ↩︎

*Oleh Todi Manek, CMF

Galeri

Penulis: Todi Manek, CMFEditor: Admin