ClaretPath.com – Covid dan Solidaritas Terhadap NAKES
Mereka harus dikuburkan tanpa ada yang datang untuk melayat atau ratapan di samping peti jenasah. Lebih parah dari itu, mereka harus dikuburkan tanpa dihadiri oleh sanak saudara mereka. Entah ini menjadi sebuah dogma tentang covid atau promosi ketakutan yang telah dilakukan oleh kalangan tertentu.
Terhitung sejak akhir 2019 ketika virus corona mulai menyerang dunia, seakan dunia tidak berdaya dan tunduk terhadap kekuasaan covid. Seluruh dunia ditaklukan oleh virus kejam ini. Insan-insan yang merasa diri kuat dan tegar akhirnya harus menghembuskan napas terkahir dan dibawa ke liang kubur. Peristiwa kematian yang mereka alami pun sangat berbeda seperti yang pernah dialami pada masa sebelumnya. Mereka harus dikuburkan tanpa ada ujud doa yang mengantar mereka.
Teror covid memberikan sebuah bentuk ketakutan yang tak lazim. Kalau pada masa sebelum covid orang merasa takut dengan kekuatan-kekuatan jahat dan kekuatan buruk lainnya; namun pada masa pandemi ini orang merasa takut dengan hal yang sebelumnya dianggap sebagai sebuah ritual harian yang boleh dilakukan kapan saja; misalnya duduk bersama, makan bersama, rekreasi bersama, berdoa bersama, sekolah bersama dan lain-lain.
Pada masa pandemi, segala bentuk kegiatan bersama dilarang dan menjadi sebuah ketakutan kolektif sebab kata para ahli virus ini “suka” menyerang kebersamaan. Alhasil, segala bentuk kegiatan bersama akhirnya terpaksa dihentikan. Sekolah dirumahkan, berdoa juga mesti dari rumah, bekerja juga harus berada di rumah. Semakin hari, seseorang atau anggota keluarga semakin diajarkan untuk mencintai rumah sendiri dan mulai melupakan jenis-jenis kebersamaan yang membahagiakan.
Kebersamaan yang sekian lama dirajut perlahan mulai redup. Namun demikian, orang tidak mungkin tenggelam dalam situasi ini. Banyak usaha yang dilakukan untuk meredahkan pertumbuhan dan penyembaran penyakit yang sangat ganas ini. Mematuhi protokol kesehatan, penerapan 5 M dalam segala lini kebersamaan dan menjaga stamina tubuh agar selalu sehat. Hal-hal ini merupakan bagian dari usaha yang harus dilakukan agar penyebaran covid dapat diatasi.
Pengalaman harian kadang membuktikan lain. orang merasa tidak ada apa-apa dan menggelar beragam acara kebersamaan seperti pesta pernihakan, perayaan syukur dan melanggar protokol kesehatan. Sikap masa bodoh dan menganggap sepeleh dengan virus ganas ini menyebabkan situasi semakin memburuk. Dari hari ke hari covid semakin mengganas. Rumah-rumah sakit dan pusat pelayanan kesehatan lainnya harus kelabakan untuk mencari jalan keluar untuk keselamatan semua orang.
Di tengah situasi yang serba naas ini, apakah masih ada secerca harapan berupa tanggapan solidaritas kita manusia terhadap semua orang yang telah berkorban untuk keselamatan bangsa dan negara. Mereka yang telah berkorban adalah umumnya adalah tenaga medis.
Tidak sedikit dari mereka yang telah menjadi korban. Bahkan harus meninggal dunia oleh karena perjuangan mereka menjadi garda terdepan dalam penanganan covid-19. Lantas bagaiamana bentuk solidaritas orang-orang terhadap mereka. Tercatat pada 26 juni 2021, jumlah tenaga kesehatan/medis yang meninggal dunia akibat covid-29 adalah 974 orang, dengan perincian dokter 347 orang, perawat 311 orang dan bidan 115 orang serta beragam profesi tenaga kesehatan lainnya.
Pengorbanan yang telah mereka lakukan semata-mata bukan demi kepentingan mereka sendiri melainkan usaha yang boleh dikatakan dengan sekuat tenaga untuk pencegahan covid-19. Mereka harus rela meninggalakan zona nyaman mereka, meninggalkan semua anggota kelurga mereka, meninggalkan rumah kediaman mereka dan harus melayani semua orang yang tengah menderita. Apakah yang mereka terima semata-mata adalah takdir yang harus dijalani. Tentu saja, kita layak merefleksikan hal ini sebagai bagian dari usaha untuk menekan laju covid-19.
Solidaritas Kita: Mutlak untuk Tenaga Medis
Tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan para tenaga medis sebagai garda terdepan dalam penanganan covid-19 dapat dikatakan sebagai bentuk pengorbanan yang luar biasa. Mereka harus meninggalkan segalanya untuk mengabdikan diri pada tugas ini. Oleh karena itu sikap yang harus ditunjukan oleh kita sebagai orang-orang yang dilayani oleh mereka adalah harus mendukung mereka untuk tetap setia bukan sebaliknya memberikan stigma negatif terhadap mereka.
Solidaritas tidak semata-mata dalam bentuk dukungan yang keluar dari dalam diri berupa ungkapan pemberian semangat yang tertera dalam media sosial tetapi lebih pada ketaatan semua orang untuk mematuhi protokol kesehatan yang ada sehingga laju pertumbuhan covid-19 dapat ditekan. Hal ini dapat membantu para tegana kesehatan paling tidak boleh “menarik napas” legah.
Solidaritas terhadap pengorbanan mereka merupakan mutlak perlu. Pengorbanan yang telah mereka tunjukan bukan merupakan bagian dari pengorbanan biasa tetapi mereka memiliki tekad untuk mempertaruhkan diri mereka demi kebaikan bersama. Pemerintah harus memerhatikan dengan sungguh nasib mereka.
Kadang upah yang telah mereka terima tidak sebanding dengan pengorbanan yang telah mereka tunjukan. Oleh karena itu, solidaritas tidak semata-mata terbatas pada kicauan nyanyian yang menggema dalam tanya, yang lahir dari kekosongan imbalan tetapi solidaritas yang semestinya diimbangi dengan pemberian yang tulus. Sebab mereka telah mengabdikan diri dalam menjaga keselamatan semua orang.
Solidaritas terhadap tenaga medis merupakan bagian dari upaya kita bersama dalam mengembangkan imunitas bersama (herd immunity). Apabila semua orang mendukung tenaga medis untuk tetap memerhatikan protokol kesehatan dan menerapkan kehidupan yang sehat maka angka kematian yang dialami oleh para tenaga kesehatan tidak melonjak. Siapa yang akan menolong orang yang sedang mengalami sakit seandainya bukan tenaga kesehatan yang selalu siap setiap waktu?
Dukung mereka dengan doa dan sikap untuk selalu setia. Mereka memiliki tenaga sebagai manusia yang kadang juga mengenal lelah. Ketika mereka lemah maka dengan gampang virus akan menyerang mereka. Dengan demikian, keselamatan mereka terancam. Semakin banyak orang yang terpapar maka semakin beresiko untuk mereka.
Angka kematian akibat covid-19 kian meningkat. Peningkatan ini merupakan bagaian dari resiko yang harus diterima apabila semua orang melalaikan protokol kesehatan. Himbauan dari pemerintah, seruan dari tokoh agama dan berbagai macam kalangan lainnya seakan hanya menjadi sebuah promosi yang tak mengena titik tujuan. Orang seakan acuh dan menjadi masa bodoh.
Apa jadinya ketika orang masa bodoh dan harus terpapar atau harus menderita dan sakit? Siapa yang harus disalahkan? Masih layak kita harus memersalahkan pemerintah ketika kita mengabaikan himbauan yang telah diberikan hampir setiap waktu. Semua orang diajak untuk bekerja sama mengatasi pandemi yang semakin hari semakin meningkat. Semua orang mempunyai tugas yang sama yakni menyelamatkan diri sendiri dan menyelamatkan sesamanya. Semua orang diminta untuk tetap setia pada protokol kesehatan serta menghargai semua pengorbanan yang telah ditunjukan oleh para relawan yang telah berjuang untuk menyelamatkan bangsa dari covid-19.
Virus ini akan berakhir apabila kita secara bersama-sama memeranginya dengan tetap setia untuk berada di rumah kita masing-masing. Mari selamatkan diri, selamatkan para tenaga medis, selamatkan semua orang dengan hidup sehat setiap hari.*
Penulis adalah biarawati yang jatuh cinta pada sastra dan kemanusiaan. Pegiat Literasi dalam bidang sastra (puisi dan cerpen)*
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.