Rabun Moral: Sesat vs Selamat

Picture By Kuyou.id

Hari Kamis, Pekan Biasa VIIRabun Moral: Sesat Vs Selamat

  • Bacaan I: Yak. 5:1-6
  • Bacaan Injil: Mark. 9:41-50

ClaretPath.com – Sahabat Claret Path yang terkasih dalam Kristus. Berbagai ekspresi ketidakpatutan etis yang melanda ruang publik kita mengindikasikan meluasnya fenomena “rabun moral”, kata Yudi Latif.

Ada begitu banyak kata berhamburan meninabobokan kedangkalan. Banyak orang merayakan menang-kalah tanpa mempedulikan nurani sesama. Penyimpangan menjadi hal yang biasa. Yang kaya tertawa sepuas mungkin dan yang miskin hanya bisa meratapi perjuangan mereka. Dimanakah nurani kita?

Rasanya kita telah terpenjara dalam cara pandang yang sama, hidup hanya sementara. Untuk itu kita hanya bisa menikmati semua yang ada. Kita hanya ingin merayakan kesementaraan kita, tanpa mempedulikan kebermaknaan hidup kita di dunia ini. 

Bacaan-bacaan suci hari ini mengingatkan kepada kita akan bahaya dari “rabun moral”. Bacaan pertama, menjelaskan kepada kita mengenai kekayaan dan kemiskinan. St. Yakobus berbicara mengenai dosa orang kaya, tetapi itu bukan berarti semua orang kaya pastinya berdosa. Hanya saja St. Yakobus hendak menekankan sebuah spiritualitas pengosongan diri. Yang mana setiap yang dimiliki hanyalah kesementaraan. Dengan begitu St. Yakobus hendak memberikan suatu pola hidup yang baru.

Baca juga :  “Gnothi Seauton” atau “Kenalilah Dirimu Sendiri”

Mestinya kekayaan yang dimiliki mampu menjadi alat atau media untuk mewartakan Kristus, tetapi bukan diratapi. Sebab fenomena rabun moral dalam struktur sosial kita saat ini mengamini apa yang ditegaskan oleh St. Yakobus mengenai ratapan atas kekayaan. Banyak orang lebih suka berada di tempat yang tinggi tetapi tidak berani untuk berada di tempat yang paling rendah.

Untuk mempertegas mengenai rabun moral, Yesus melalui bacaan Injil hari ini hendak membagikan kepada kita istilah “sesat vs selamat”. Ketika hendak selamat penggallah sesuatu yang menyesatkan kita. Ketika hendak menginginkan selamat cungkillah sesuatu yang menyesatkan kita. Ketika ingin selamat hilangkanlah sesuatu yang hendak menyesatkan kita.

Dari sini Yesus hendak menekankan kebermaknaan akan tubuh. Jauh dari itu, Yesus ingin kita mampu meninggalkan segala keinginan badaniah yang hendak menyesatkan kita. Yesus telah memberikan suatu gambaran mengenai kata “penggallah, cungkillah”. Kata yang dipilih Yesus ini mau membuka mata kita untuk mampu menanggalkan sesuatu yang memiliki tendensi atau keinginan untuk menyesatkan kita. 

Baca juga :  Percaya Sabda Tuhan

Sahabat Claret Path yang terkasih dalam Kristus. “Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengizinkannya? Hendaklah kamu selalu memiliki garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai dengan seorang yang lain” (Markus 9:50).

Kalimat di akhir bacaan Injil begitu jelas untuk kita pahami mengenai bahaya rabun moral dalam hidup bersama. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kedua bacaan hari ini, jangan pernah takut untuk mengosongkan diri dan jangan pernah takut menanggalkan sesuatu yang membuat diri kita tersandung jatuh ke dalam dosa (sesat). Untuk itu, kita pun diajak untuk mendekatkan tubuh kita kepada Tuhan. 

Baca juga :  Hidup Versi Allah |Renungan Harian

Paus Fransiskus dalam tulisannya di kolom opini surat kabar The New York Times, 26 November 2020. Esai ini diadaptasi dari buku barunya Let Us Dream: The Path to a Better Future, yang ditulis bersama Austen Ivereigh. Bagi Paus Fransiskus, pandemi adalah “momentum untuk bermimpi besar, untuk memikirkan kembali prioritas kita – apa yang kita hargai, apa yang kita inginkan, apa yang kita cari – dan berkomitmen untuk bertindak dalam kehidupan sehari-hari kita tentang apa yang kita impikan.”

Selaras dengan bacaan-bacan hari ini dan fenomena saat ini, Paus Fransiskus menegaskan, lebih baik menjalani hidup yang lebih pendek dengan melayani orang lain daripada lebih lama tetapi menolak panggilan tersebut.

Semoga Tuhan Memberkati.