Tuhan, Ajarkanlah Kami Berdoa

Picture by rec.or,id

Rabu Pekan Biasa XXVII

Bacaan Injil: Lukas 11:1-4

Sahabat Pena Claret yang terkasih,

Penaclaret.com – Seperti kata Friedrich Hegel, katastrofi bisa memberi ruang refleksi dan kemunculan bintang penuntun yang dapat menyingkap pola-pola tersembunyi. Kehadiran pandemi Covid-19 menyingkap segala ketidakberdayaan manusia di hadapan kematian. Tidak ada yang mampu melarikan diri dari kekejaman makhluk renik, Covid-19. Dalam situasi yang penuh kecemasan ini manusia hanya bisa melarikan diri pada sunyi malam untuk melantunkan ayat-ayat kepasrahan. Mungkinkah hari esok akan baik-baik saja?

Ebiet G. Ade dalam lagunya “Masih Ada Waktu” hendak mengundang kita untuk berdiam diri sejenak dan bersujud merenung kisah menikmati penggal waktu yang tersisa. Kerendahan hati untuk meminta, “Tuhan, ajarkanlah kami berdoa” (Luk. 11:1) merupakan langkah awal untuk membiarkan diri dituntun oleh bintang penuntun. Kisah Covid-19 menghardik kita dari pandangan yang selalu menatap ke depan dengan tanpa sejenak berpaling ke bawah dan ke atas. Kita ditarik kembali untuk bersujud menyaksikan diri dan memandang ke atas untuk berharap pada kehendak yang Kuasa. Kita menarik garis batas dengan penuh kejujuran melakukan penilaian diri, pada sisi mana kekuatan dan kelemahan kita.

Baca juga :  Dari Kelemahan | Renungan Harian

Krisis melanda dalam segala aspek sehingga yang tersisa adalah ketakberdayaan. Kata “krisis” sendiri berasal dari bahasa Yunani, “krisis” (kata benda) atau “krino” (kata kerja), yang berarti “menarik batas” atau “titik balik”. Di titik balik ini Yesus mengajarkan kepada kita lantunan doa yang begitu sederhana untuk menatap derita menjadi harapan. “Bapa dikuduskanlah nama-Mu; datanglah kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” (Luk. 11:2-4). Penggal doa Bapa Kami ini merangsang permenungan tentang cara memaknai dan memberi makna pada hidup di tengah absurditas tragedi dan misteri. Memberi pencerahan dalam kegelapan, menggedor kesadaran dalam kealpaan, dan melapangkan kepasrahan dalam cobaan. Semoga indah pada waktunya.