Ternyata Sendiri Itu Berat

Ternyata Sendiri Itu Berat
Picture from www.smashingmagazine.com

ClaretPath.com – Ternyata Sendiri Itu Berat

Renungan Harian Katolik Kamis 5 Oktober 2023

Bacaan I: Neh. 8:1- 4a,5-6,7b-12

Mazmur 19:8,9,10,11

Bacaan Injil: Luk. 10:1-12

Kalau mau berjalan cepat, pergilah sendiri. Tapi kalau mau berjalan jauh, pergilah berdua. Demikian kebijaksanaan kuno yang dititipkan kepada generasi instan hari ini. Di mana semuanya serba cepat. Ketika menunggu adalah pekerjaan berat. Yang justru makin berat ketika tidak ada pekerjaan yang dibuat.

Yesus hari ini mengutus tujuh puluh murid. Angka ini adalah angka yang genap. Sebab Yesus memiliki alasan. Mereka harus pergi berdua-dua. Mengapa berdua-dua? Karena tugas yang diberikan kepada mereka adalah bukan pekerjaan instan. Sekali jadi. Tugas mereka berat. Mereka harus menyusuri jalan sunyi. Menjadi orang asing di kampung orang. Bergantung penuh pada kebaikan hati orang lain. Akhirnya, terpaksa menemui ketidakpastian: diterima atau ditolak.

Baca juga :  Taat Bukan Sebatas Show

Perjalanan yang semacam itu butuh taktik. Dan Yesus tahu betul soal itu. Ternyata sendiri itu berat. Namun, perjalanan tidak selalu identik dengan bepergian. Menyusuri deretan waktu adalah perjalanan. Karena itu, kita diakrabi istilah “perjalanan panggilan,” “perjalanan rumah tangga”, dan “perjalanan karier.” Apakah mereka selalu bepergian? Tentu tidak! Fernando Pessoa, seorang penyair Portugis memaknai perjalanan sebagai pergulatan menelusuri dan mengais makna dalam deretan simfoni waktu.

Sudah pasti perjalanan dalam lensa Pessoa itu, semua kita alami. Dan barangkali saatnya untuk jujur. Tidak ada satu pun perjalanan di dunia ini yang mulus. Menyusuri perjalanan yang penuh terpaan silih berganti, diri yang rapu ini tidak kuat dilibas. Sebagai insan yang lemah, diri butuh sandaran: teman curhat, support system, dan sahabat perjalanan yang hadir saat senang, tetapi tidak beranjak pergi saat duka menghampiri.

Baca juga :  Sekolah Kristus

Karena itu ditempat-tempat di mana kita berada, hendaknya berjuang sekeras mungkin untuk menemukan mereka-mereka yang boleh dijadikan sandaran. Tetapi bukan dalam cara pandang untung-rugi. Kita hanya memanfaatkan mereka untuk kepentingan kita. Tentu bukan! Sandaran yang dimaksud adalah persahabatan yang tulus dan berlandaskan kasih. Tanpa orang-orang seperti ini tempat kerja hanya menjadi ruang yang asing. Rumah hanya sekedar bangunan, tetapi kosong makna kekeluargaan. Sekolah menjadi tempat mekanis untuk menimba ilmu, tetapi cepat membosankan.

Baca juga :  Kembali Menatap dan Menata Hidup

Akan tetapi, namanya manusia selalu berubah. Hari ini jahat, esok bisa menjadi baik. Begitu pun sebaliknya. Bukan berarti jangan percaya siapa pun. Tetapi kalau ingin mencari sandaran jangan hanya pada manusia. Bagi orang Kristiani sahabat yang paling utama adalah Tuhan. Dilah tempat pulang saat luka dan duka. Dan sandaran ternyaman saat lelah dan lemah.

Ruang Inspirasi, 17 November 2021