Tentang Menjadi Sesama Domba
Hari Kamis Pekan Biasa XXXI
PW. St. Karolus Boromeus
Bacaan I: Rm. 14:7-12
Bacaan Injil: Luk. 15:1-10
Penaclaret.com – Sahabat Pena Claret yang terkasih dalam Kristus. Perumpamaan tentang domba yang hilang sudah tidak asing lagi bagi kita. Kita sering mendengar atau membaca pesan-pesan biblis dan teologis tentang bacaan Injil pada hari ini. Kita selalu digambarkan sebagai domba yang hilang dan Tuhan menjadi gembala yang baik. Gembala yang baik akan mencari domba yang hilang sampai ditemukan kembali. Setelah itu, akan ada sukacita yang terjadi di sana karena satu domba yang hilang telah ditemukan kembali. Itulah makna hubungan antara gembala dan domba, gembala yang berbau domba dan domba yang juga mengenal bau khas gembalanya.
Sahabat Pena Claret yang terkasih dalam Yesus Kristus. Dalam edisi kali ini, saya mencoba merefleksikan pesan lain yang boleh kita petik. Pertama-tama, marilah kita menempatkan diri sebagai domba yang tidak hilang. Artinya, kita termasuk dalam bilangan sembilan puluh sembilan ekor domba lainnya dari satu domba yang hilang. Peran kita tidak bermaksud menempatkan diri sebagai yang istimewa dari satu domba yang hilang tersebut. Akan tetapi, sebagai sesama domba kita mestinya punya solidaritas untuk ikut menyelamatkan yang tersesat. Dalam hal ini, kita bukan hanya membantu Sang Gembala, tetapi juga menjalankan wejangan Sang Gembala untuk saling mengasihi dan memperhatikan.
Kita perlu belajar menjadi sesama domba yang bijak sekaligus peka. Dengan begitu, kita sebenarnya sangat mengenal Sang Gembala dan misi keselamata-Nya. Ada dimensi relasional antarsesama domba yang telah diajarkan Sang Gembala, yaitu tentang kasih. Hal serupa juga sebenarnya sudah direfleksikan secara mendalam oleh Pater Claret. Santo yang sejak umur lima tahun sudah memikirkan bagaimana ia dapat menyelamatkan sesama manusia dari panasnya api neraka. Pater Claret adalah contoh sesama domba yang tidak ingin melihat domba lainnya hilang dari lingkaran kasih Allah akibat dosa. Kita pun sebagai orang beriman mempunyai kewajiban yang sama untuk peka terhadap satu domba yang mulai atau sudah tersesat.
Sahabat Pena Claret, tugas menjadi sesama domba yang peka bukanlah sebuah perkara mudah. Butuh pengorbanan, kelembutan hati, dan terus membuka diri terhadap Sang Gembala utama. Selain itu, kita harus tetap ingat bahwa kita hanya sebatas domba yang tidak akan pernah lebih atau mengantikan posisi dari Sang Gembala. Karena itu, hendaklah kita tidak menghakimi sesuka hati seperti orang Farisi dan ahli Taurat yang bersungut-sungut karena Yesus memilih untuk makan bersama dengan orang-orang berdosa. Sebagai sesama domba, kita hendaknya tetap terbuka terhadap kasih Sang Gembala yang universal.
Sudahkah kita menjadi sesama domba yang baik hari ini? Mari kita renungkan. Tuhan memberkati. Amin.
Tom Aquinas, pencinta kopi dan penikmat filsafat Stoa. Sedang belajar di Fakultas Filsafat, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta