Sesama Sebagai Tuhan yang Hadir

Jumat 30 Juli 2021, Pekan Biasa XVII

Bacaan Injil: Mat 13:54-58

Penaclaret.com – Sahabat Pena Claret yang terkasih, tak terasa perjalanan hidup kita sudah berada di penghujung bulan Juli. Besok kita akan mengakhiri petualangan kita di bulan ini. Kita akan memasuki bulan baru, bulan Agustus. Bagaimana perjalananmu selama 30 hari ini? Semoga baik-baik saja meskipun aneka emosi menghiasi kita akibat pandemi yang belum berujung ini.

Sahabat-sahabat yang terkasih, bacaan Injil hari ini sangat menarik untuk kita renungkan bersama. Penginjil Matius mengisahkan Yesus yang sedang “mudik” ke kampung halamanya, Nazaret. Ironisnya orang-orang sekampung Yesus menolak kehadiran Yesus saat itu. Mengapa? Bukankah mereka patut berbangga bahwasannya salah satu warga dari kampung mereka telah melakukan sesuatu yang berharga dan mulia baik di mata sesama manusia maupun di mata Tuhan? Bukankah merekalah yang seharusnya lebih mengenal kepribadian Yesus?

Baca Juga :

Politisasi Tembok dan Defisit Relasionalitas

Pengalaman-pengalaman seperti yang diceritakan dalam bacaan Injil hari ini, sadar atau tidak seringkali terjadi dalam kehidupan kita setiap hari. Terkadang kita merasa iri dan dengki akan keberhasilan orang lain. Bahkan ada orang yang dengan sengaja mengungkit kesalahan masa lalu sesorang dengan maksud menjatuhkannya. Kesuksesan atau keberhasilan seseorang dipandang sebagai biang pencipta rasa iri dan rasa dengki dalam dirinya. Partanyaan untuk kita adalah haruskah kita merasa iri dan dengki dengan keberhasilan orang lain? Bukankah kita perlu berbangga, apalagi dia adalah rekan kita, orang dekat kita?

Baca juga :  Mengeluh: Tanda Tidak Sadar, Allah Berjalan Bersama Kita

Yesus mengajak kita semua pada hari ini agar, pertama, tidak mengejar popularitas semata dalam berkarya. Dalam karya-Nya, Yesus sedikit bersikap “bodoh amat” menghadapi reaksi dari orang-orang sekampung-Nya. Dia tidak peduli reaksi yang muncul dari pewartaan-Nya. Sebab yang Ia wartakan adalah kebenaran tentang Kerajaan Allah.

Baca Juga :

Nun Jauh!

Kedua, mulailah melihat kehadiran Tuhan dalam diri sesama kita. Kita bisa berkaca dari pepatah kuno yang mengatakan don’t judge the book by its cover (Jangan menilai buku dari covernya). Kita pun demikian jangan mudah menilai seseorang karena penampilan luarnya. Orang-orang sekampung yang menolak Yesus lebih melihat latar belakang manusiawi Yesus. Dia hanyalah anak dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ayahnya hanya seorang tukang kayu. Sanak saudaranya pula biasa-biasa saja. Bagaimana mungkin Ia berkarya atas nama Allah? 

Baca juga :  Kehadiranmu Mengancamku

Kita diajak untuk melihat sesama kita sebagai Tuhan yang hadir. Apa pun pekerjaannya, latar belakangnya, statusnya dalam kehidupan sosial, mereka adalah gambar dan rupa Allah. Apalagi di masa pandemi seperti ini, kita diajak untuk saling menolong sesama kita yang berkesusahan. Kita perlu terus menyadari bahwa cinta Tuhan kepada kita menembusi sekat-sekat kemanusiawian kita. Kita pun hendaknya membagikan cinta-Nya itu kepada mereka yang membutuhkan, siapapun dia dan apapun latar belakangnya. Tuhan memberkati kita.