Pilihan Bijak Seorang Janda

Picture by Pinterest
  • Bacaan I : 1Raj 17:10-16
  • Bacaan II : Ibr. 9:24-28
  • Bacaan Injil: Mrk. 12:38-44

ClaretPath.com – Selamat Pagi dan selamat berhari minggu. Dari Tugu Jogja terlihat langit diselimuti awan dan sedikit mendung. Namun, biarlah saya berbagi sedikit pesan di hari Minggu ini untuk membuat keseharian kita tampak cerah dengan sebuah renungan berjudul Pilihan Bijak Seorang Janda.

Bacaan Injil hari ini memuat dua tema yang sedikit berbeda. Pertama, peringatan Yesus untuk berjaga-jaga terhadap para ahli Taurat, dan kedua, persembahan seorang janda miskin. Di tema yang pertama, tampak perilaku para ahli Taurat yang lebih mementingkan rasa hormat diri ketimbang pelayanan yang diberikan. Dalam lingkungan masyarakat Yahudi, para pemimpin agama, seperti para ahli taurat selalu dipisahkan dari lingkungan masyarakat biasa. Mereka, para ahli Taurat sering kali mendapat tempat kehormatan dan selalu dipandang sebagai kelompok karismatik karena memiliki kedekatan yang istimewa dengan Yahwe. Situasi ini kemudian digunakan oleh para ahli Taurat tersebut untuk berpura-pura terlihat suci, kudus, dan terhormat. Selama berabad-abad lamanya mereka diagungkan, tapi tidak ketika Yesus memulai karya misinya. Para ahli Taurat tersebut justru dikecam oleh Yesus karena perilaku mereka yang selalu diselubungi motivasi yang buruk dengan melakukan tindakan pemerasan yang bersifat agamais.

Baca juga :  Ayat-Ayat Cinta

Berbeda dengan para ahli Taurat, tema kedua yang ditawarkan oleh Injil Markus adalah soal persembahan seorang janda miskin. Kata Yesus, perempuan itu memberi dari kekurangan. Loh, kalo udah berkekurangan, kenapa ibunya masih mau bersedekah? Pertanyaan seperti ini biasanya dilontarkan kepada mereka yang belum memahami makna sebuah pemberian. Apakah memberi harus menunggu ketika memiliki kelebihan? Di sinilah letak kekhawatiran manusia itu. Manusia cenderung takut berkekurangan setelah ia memberi. Bukannya dengan memberi, kita juga akan mendapatkan?

Sampai di sini, kita memiliki dua tokoh dengan dua gambaran yang sangat bertolak belakang, yaitu para ahli Taurat dan seorang janda miskin. Dari para ahli Taurat, kita dapat melihat sisi keserakahan manusia yang sangat suka meminta atau mengambil sesuatu milik orang lain, tapi jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah memberi ketika memiliki kelebihan. Dan dari seorang janda, kita belajar bagaimana harus memberi meskipun dalam keadaan berkekurangan. Acap kali, dua tindakan ini, meminta dan memberi menjadi dua sahabat karib yang selalu mendapat tempat dalam diri kita. Ketika kita melihat seorang kaya, kita selalu meminta. Namun, ketika kita melihat seorang miskin, bukannya memberi kita malah membuat perhitungan atau bahkan mungkin sering kali mengambil apa yang sudah menjadi milik mereka.

Baca juga :  Hukum, Ingin Dipuji

Nah, kan udah pada tau nih gimana attitude para ahli Taurat dan seorang janda miskin. Keduanya berbeda kan? Seperti siapa kamu menggambarkan dirimu saat ini? Seperti para ahli Taurat atau seorang janda miskin?

Untuk menutup ocehan ini, saya ingin sedikit berkisah. Suatu hari seorang ibu pergi ke pasar. Di sana, ia membeli kebutuhan dapur kepada para pedagang yang selalu diawali dengan pertanyaan soal harga dan dilanjutkan dengan tawar menawar. Lantaran takut dagangannya tidak laku, seorang pedagang pasti akan menurunkan harga dagangannya. Namun, ketika ibu ini pergi berbelanja ke mall, ia membeli sepasang pakaian dengan harga yang sangat mahal tanpa adanya proses tawar menawar. Bukan sesuatu yang aneh memang. Keanehannya terletak pada sikap ibu yang bukannya menawar agar harga barang yang mahal menjadi murah, tapi malah menawar harga barang yang sudah murah menjadi lebih murah. Sebuah realitas yang miris, namun dianggap lumrah.

Baca juga :  Menjadi Satu

Nah, sampai di sini udah bisa ngerti kan posisi si ibu. Sekarang, waktunya bagi kita berefleksi sampai kapan kita berperilaku seperti para ahli taurat yang selalu mengenakan mantel penuh tipu daya?

Salam dari seputaran Tugu Jogja.