(Refleksi narasi Lukas: 1:26–38)
Halo namaku Maria bin Anna, aku seorang gadis desa, umurku 14 tahun, masih muda bukan? Aku dilahirkan di “Sepphoris” bagian utara Palestina. Sepphoris adalah ibu kota wilayah Galilea. Di kota ini bangsa Yahudi dan bangsa Romawi hidup berdampingan. Selain rumah-rumah yang indah, di Sepphoris juga ada gedung teater yang sangat besar. Sepphoris runtuh dilanda gempa bumi saat aku masih kanak-kanak. Setelah Sepphoris runtuh, kami mengungsi ke Nazaret sebuah dusun kecil yang berpenduduk hanya 150 hingga 300 orang. Nazaret dalam bahasa Ibrani memiliki dua arti; pertama dapat diartikan sebagai “lili bunga bakung” yang menyimbolkan kehidupan dan kedua dapat diartikan sebagai “keturunan”. Aku tumbuh dalam budaya yang sangat taat akan hukum Tuhan sebagaimana diwariskan oleh nenek moyang kami.
Aku ingin berbagi kisah dengan kalian, sekarang aku bertunangan dengan seorang pemuda yang baik. Dia berasal dari Betlehem di Yudea, dari kota Daud dan juga ia keturunan Daud Bapa leluhur kami. Dalam adat istiadat nenek moyang kami dikatakan bahwa, setiap anak gadis yang berumur 14 tahun (anak dara atau perawan) haruslah sudah bertunangan. Tunanganku juga pilihan kedua orang tuaku.
Suatu pagi, setelah aku menimba air di sumur dekat rumahku, aku didatangi orang yang tidak ku kenal. Ia berpakaian putih seperti cahaya. Wajahnya pun tidak dapat kulihat. Aku tidak tahu dari mana ia datang dan bagaimana ia dapat masuk sedang pintu rumahku terkunci. Aku jadi menaruh curiga jangan-jangan dia perampok atau orang jahat yang sering berkeliaran di kota kami.
Dia menyapaku dengan salam dan salamnya itu terdengar aneh. ”Salam wahai engkau yang dikaruniai!” Aku menjadi bingung dan bertanya dalam hatiku apa arti salam ini. Sekali lagi ia berkata “Jangan takut hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengadung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus”. Setelah mendengar itu aku semakin tidak mengerti. Mengapa orang yang tak dikenal ini mengetahui namaku? Apa maksud ia mengatakan aku memperoleh kasih karunia dari Allah? Dan yang agak lucu ia mengatakan aku akan mengandung dan melahirkan dan anakku nanti laki-laki. Yesus adalah namanya.
Kalian tahu nama Yesus dalam bahasa kami berarti “Allah Penyelamat”. Kata dia, Yesus anak yang akan kulahirkan nanti akan menjadi besar dan akan disebut anak Allah yang Maha Tinggi. Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud bapa leluhurnya dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan”.
Aku bingung dengan apa yang dia katakan. Tanyaku kepadanya “Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi karena aku belum bersuami?” Ia menjawab dan mencoba meyakinkan aku, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah yang Maha Tinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan lahir itu akan disebut Kudus, anak Allah. Dan sesungguhnya Elisabet sanakmu itupun sedang megandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan keenam bagi dia yang disebut mandul itu.”
Elisabet adalah saudaraku, suaminya bernama Zakharia, mereka berdua adalah pasangan yang takut akan Allah, dan hidup menurut hukum taurat yang berlaku. Ia sudah cukup lanjut usia. Mereka tidak dikaruniai anak.
Dalam adat istiadat kami jika ada pasangan suami isteri setelah menikah tetapi tidak dikaruniai seorang anak, itu tanda bahwa mereka adalah orang berdosa. Mereka memparoleh kutukan dari Allah. Mungkin inilah salah satu alasan megapa para gadis harus menikah muda, sehingga tidak disebut orang yang kena kutuk. Saudaraku itu setelah menikah, mereka tinggal di kota “Yudea” di daerah perbukitan di “Yota” bersebelahan dengan “Maon” sekitar 160 km dari Nazaret. Ia dan suaminya adalah orang yang takut akan Allah. Mungkinkah mereka memperoleh kutuk?
Kembali kecerita awal tadi. Setelah mengetahui kalau saudaraku Elisabet sedang mengandung di masa tuanya, aku jadi tahu kalau orang ini adalah utusan Allah, dan Allah mau menggunakan aku sebagai alatnya. Setelah mendengar apa yang ia katakan. Aku menjawab kepada orang asing itu “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanmu itu”. Aku menyerakan diriku yang hina ini ke dalam kuasa Tuhan. Biarlah hamba yang hina ini bekerja dalam rencana besar Allah yang selalu setia mencintai bangsa kami, bangsa Israel.
Aku mencoba menceritakan pada Yusuf tunanganku soal kehamilanku. Ada ketakutan dalam diriku kalau-kalau ia tidak mau menerima keadaanku. Kami belum tinggal bersama. Yusuf diam saja ketika mendengar ceritaku. Aku menceritakan apa yang aku alami dengan terperinci. Aku berharap agar ia percaya akan apa yang kuceritakan. Jika tidak aku pasti akan dirajam. Selebihnya aku pasrahkan kepada kehendak Tuhan.
Dalam tradisi perkawinan bangsa kami, ada dua tahap perkawinan. Tahap pertama disebut “Erusin” tahap ini adalah tahap tunangan namun pasangan belum bisa hidup bersama. Sedangkan tahap kedua adalah ”Nisu In” di mana pengantin pria membawa pengantin wanita kerumahnya untuk tinggal bersama. Aku dan Yusuf belum mengadakan perkawinan tahap kedua. Aku takut kalau-kalau Yusuf akan meninggalkan aku.
Kecemasanku adalah kalau Yusuf meninggalkan aku. Aku akan mendengar nyanyian cemoohan dari warga Nazaret bahwa aku adalah wanita pendosa. Sesuai dengan tradisi kami aku akan dirajam batu. Itu sangat menyedihkan untuk didengar tetapi aku akan menerimanya dan besok aku akan mengenakan nama baru yaitu wanita pendosa. Aku berpasarah dan aku yakin semuanya adalah kehendak Tuhan. Ia tentu akan menyertai aku sebagaimana Ia menyertai nenek moyang kami keluar dari tanah Mesir.
Yusuf menemui aku. Ia meminta maaf kepadaku karena Ia hendak menceraikan aku secara diam-diam. Ia bermaksuda agar namaku tidak tercemar dan pastinya ia tidak mau aku dirajam. Hal yang paling menyejukkan hatiku adalah, ia telah mendapat penglihatan dalam mimpi tentang rahasia kehamilanku. Ia menceritakan kalau dalam mimpinya ada seorang yang datang padanya dan menyuruh dia untuk tetap mengambil aku sebagai istrinya. Aku yakin itu pasti orang yang datang padaku waktu itu yang telah menyampaikan bahwa aku akan mengandung, dan dia adalah utusan Allah.
Aku dan Yusuf pun berlanjut ke perkawinan tahap kedua. Aku menjadi istri dari Yusuf. Yusuf tetap menghormati kesucianku. Kami berdua hidup rukun di sebuah dusun di Nazaret, sambil menantikan kelahiran anak kami Yesus.
*Misionaris Claretian. Sedang menempuh pendidikan Filsafat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.