Menjadi Manusia yang Tahu Diri | Renungan Harian

Picture By. Superprof.co.id

Kamis, 05 Mei 2022, Pekan Paskah III

Bacaan Pertama        : Kis. 8:26-40

Bacaan Injil               : Yoh. 6:44-51

Penaclaret.com – Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sebuah dikusi publik sewaktu beliau masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mengatakan ”Kalau jadi orang bodoh itu nurut, kalau jadi orang pintar itu mengajar.” Lebih lanjut ia mengatakan, “Jangan jadi manusia sudah bodoh, engga mau nurut, pinter ngga mau ngajar.” Kalimat seorang Ahok ini bagi saya memiliki kaitanya dengan pesan bacaan-bacaan suci hari ini

Para Sahabat Pena Claret yang terkasih, ketika saya membaca kedua bacaan hari ini, saya menemukan sebuah benang merah yang tentunya tidak asing bagi kita, yaitu kata “ajar”, yang jika diberi imbuhan bisa menjadi mengajar atau diajar. Dalam bacaan pertama, kita melihat bagaimana Filipus mengajar seorang Etiopia, seorang sida-sida, pembesar, dan kepala perbendaharaan Sri Kandanke, Ratu Negeri Etiopia yang pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Saat di perjalanan ia membaca kitab Nabi Yesaya. Akan tetapi, ia tidak paham apa yang  dibacanya. Saat itulah Filipus diutus untuk menerangkannya. Walaupun tidak secara eksplisit diterangkan kata mengajar atau diajar, kita bisa melihantnya dalam tindakan dari kedua tokoh tersebut.

Baca juga :  Pelita Kecil Seorang Martir

Dalam bacaan Injil, secara jelas Yesus menyebutkan kata “diajar” kepada orang banyak dalam rumah ibadat di kepernaum, “Dan mereka semua akan diajar oleh Allah.” Kalimat Yesus ini dikutip dari kitab Yesaya 54:13, yang dalam kalimat lengkapnya, “Semua anakmu akan menjadi murid Tuhan, dan besarlah kesejahteraan mereka;”

Para Sahabat Pena Claret yang terkasih, manusia tidak ada yang sempurna. Dalam kelebihanya seseorang pasti ada ruang kosong yang perlu diisi. Demikian dalam kekuranganya, seseorang pasti ada kelebihan yang yang patut dipelajari. Tugas kita adalah bagaimana mengintrospeksi diri untuk mengenal kelebihan dan kekurangan lalu bersikap atasnya.

Baca juga :  Aku Percaya Tanpa Melihat | Renungan Harian

Dari kedua bacaan hari ini kita bisa belajar banyak hal. Pertama, dari bacaan pertama, seorang sida-sida yang membaca kitab Nabi Yesaya tersebut. Ia menyadari bahwa dirinya tidak paham akan yang dibacanya. Ia mengetahui posisi dirinya bahwa yang dihadapinya bukanlah bidangnya. Ia adalah seorang kepala bendahara, “yang berkutat dengan uang”. Oleh karena itu ia mengakui persoalanya. “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” lalu ia bertanya kepada Filipus makna dari teks yang dibacanya. Lalu Filipus yang dituntun oleh Roh juga melakukan apa yang menjadi tugasnya, yaitu mengajar sida-sida tersebut. Kedua tokoh ini sangat jelas bahwa mereka menyadari status dan kapasitas diri mereka masing-masing.

Kedua, faktanya bahwa tidak ada manusia yang mampu mengenali seluruh alam ciptaan ini. Ketika kapasitas memori kita saja tidak cukup untuk menalar tentang ciptaan apalagi berhadapan dengan “Allah” sang pencipta. Menalar Tuhan adalah sebuah persoalan yang sangat pelik, karena berhadapan dengan bukan objek yang dapat diindrai dalam ruang dan waktu. Atau meminjam teori Rudolf Otto, seorang Teolog dan Filsuf Jerman, bahwa Yang Transenden itu sesuatu yang tak terpahami dan tak terkatakan. Kodrat yang melingkupi-Nya membuat orang takut dan hormat, tetapi menarik orang kepada-Nya. Hal ini sangat jelas dalam kata-kata Yesus dalam bacaan injil, “Tidak seorang pun dapat datang kepada-Ku, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus aku.” Dalam kalimat selanjutnya Yesus mengatakan “Setiap orang, yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepada-Ku.” Jadi, manusia tidak dapat melakukan apa-apa, jika tidak mau mendekatkan diri dengan Allah.