ClaretPath. com – Menegaskan Identitas Kenabian
- Bacaan Pertama: Amsal 3:27-34
- Bacaan Injil: Lukas 8:16-18
Selamat pagi para sahabat ClaretPath yang terkasih. Selamat bertemu kembali di pekan yang baru dalam ruang permenungan ini. Hari ini melalui bacaan yang kita renungankan, Allah mengajak kita untuk menjadi pelita bagi orang lain. Dalam bacaan Injil Yesus dengan jelas mengatakan bahwa “Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya” (Luk. 8:16). Bagi saya secara pribadi pernyataan Yesus ini sebuah ajakan profetis untuk kita.
Jika kita kembali mengingat tritugas Kristus yang kita peroleh melalui pembatisan, kita akan menemukan makna terdalam dari pernyataan tersebut di atas. Bahwa melalui pembatisan kita diberi tiga tugas salah satunya menjadi nabi dengan tugasnya mengajar. Sejenak mungkin kita berpikir bahwa tugas itu hanya diembankan oleh kaum tertahbis atau biarawan/biarawati. Konsili Vatikan II memandang Gereja tidak lagi “hierarki sentris” melainkan “Kristosentris” artinya Kristuslah pusat hidup Gereja. Sedangkan kaum hierarki, awam, dan biarawan-biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda. Dengan demikian semua orang kristiani memiliki kewajiban yang sama untuk mewartakan kerajaan Allah.
Para sahabat ClaretPath yang budiman. Salah satu tugas kenabian yang ditekankan oleh kedua bacaan hari ini adalah menjadi terang. Kita dituntut untuk mengajar orang lain melalui kesaksian hidup kita sesuai kapasitas atau predikat kita dalam Gereja dan masyarakat. Kitab Amsal secara tegas dalam bentuk larangan mengajar kita menjadi seorang pengajar yang baik. Pertama, dia katakan “Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya” (Ams. 3:27) Saya merefleksikan larangan ini demikian, bahwa setiap manusia memiliki kemampuan masing-masing. Sejelek apapaun kondisi seseorang pasti memiliki hal yang baik untuk dipelajari. Karena itu,berbagi kelebihan walaupun sedikit adalah sebuah kesakasian hidup.
Kedua, “Janganlah merencanakan kejahatan terhadap sesamamu, sedangkan tanpa curiga ia tinggal bersama-sama dengan engkau. Janganlah bertengkar tidak semena-mena dengan seseorang, jikalau ia tidak berbuat jahat kepadamu” (Ams. 3:28). Bagi saya larangan kedua ini sangat jelas maksudnya. Bahwa hiduplah berdamai dengan orang lain. Berbeda pandangan atau pendapat merupakan hal yang wajar dalam hidup bersama. Tetapi sebuah kecelakaan bila lebih dari itu.
Larangan ketiga adalah “Janganlah iri hati kepada orang yang melakukan kelaliman, dan janganlah memilih satupun dari jalannya, karena orang yang sesat adalah kekejian bagi Tuhan, tetapi dengan orang jujur Ia bergaul erat” (Ams. 3:29-30). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Iri hati “Merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain.” Kelaliman atau kejahatan bukanlah sebuah kelebihan, melainkan sebuah kekurangan dalam menemukan yang baik. Karena itu tidak berguna iri hati dengan orang yang jahat.
Saudara dan saudari yang terkasih, seperti yang sudah ditegaskan sebelumnya bahwa semua kita memiliki tugas untuk menjadi pewarta kerajaan Allah. Karena itu, menghayati tugas dan tanggung jawab adalah jalan yang baik untuk mencapainya sekaligus menegaskan identitas kenabian kita. Sehingga pada akhirnya, harapan Yesus supaya semua orang masuk ke dalam rumah-Nya dan dapat melihat cahaya dapat terwujud.
Misionaris Claretian. Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.