Pilihan Hidup

Pilihan Hidup

Jumat, 12 Agustus 2022 – Pilihan Hidup

  • Bacaan Pertama: Yeh. 16:1-15,60,63 atau Yeh. 16:59-63
  • Bacaan Injil: Mat 19:3-12

ClaretPath.com – Para sahabat ClaretPath yang terkasih, bacaan Suci hari ini kembali menggugah refleksi soal pilihan hidup. Ada beragam bentuk pilihan hidup. Ada yang memilih untuk hidup berkeluarga dan ada juga yang tidak dengan berbagai alasan seperti demi Kerajaan Allah dan alasan lainnya. Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih disertai tanggung jawab.

Yesus dalam Injil sungguh mengecam soal perceraian, “Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia” (Mat. 19:6).  Dengan demikian, setiap suami atau istri berusaha untuk mempertahankan dan membina secara mantap dan matang kehidupan keluarga. Keduanya perlu saling menyerahkan diri dan menerima. Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Efesus mengajak supaya suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Hal itu guna merangkai hidup dan saling melengkapi, seperti yang ditegaskannya pula dalam surat kepada Jemaat di Korintus “Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.”  Selain itu setiap pasanag juga perlu menata hidup dengan ciri-ciri perkawinan seperti, satu, tak terceraikan, dan sakramental.

Baca juga :  Narasi Suci untuk Gadis Nazaret

Seringkali keretakan dan ketidakharmonisan hidup pasangan disebabkan oleh ketegaran hati dan kegoisan pribadi. Hal itu sangat jelas disampaikan Yesus dalam Injil “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.” Hal ini nyata dalam dunia dewasa ini. Lantas kita bertanya di manakah letak kesetian dalam janji perkawinan? Kata-kata seperti au nech isco tala maet (aku mencintaimu sampai mati) rupanya sekadar bahasa basa-basi yang barangkali menghiasi mulut.

Baca juga :  Menghapus Curiga | Renungan Harian

Gerak hidup perkawinan hendaknya mencontohi merpati yang acap kali melambangkan cinta yang murni, setia, keyakinan, tanggung jawab, dan saling mengisi. Selain itu, setiap pribadi atau pasangan tetap berserah diri pada penyelenggaraan Ilahi sebagai dasar dalam hidup berumah tangga. Hal ini bentuk karena kita akui sebagai bejana-bejana lemah dan rapuh dan dibutuhkan pertolongan Kristus dan Roh Kudus untuk berproses dalam setiap dinamika hidup.

Para sahabat ClaretPath yang budiman, Yesus dalam injil juga bersabda ada yang tidak kawin dengan kemauannya sendiri oleh karena kerajaan surga. Sabda ini sesuai dengan pola hidup kaum religius yang memeluk hidup murni atau selibat.  Orang-orang semacam ini tidak menikah demi Kerajaan Allah. Meskipun kadang hidup semacam ini mendapat respons bernuansa sindir, bingung, dan aneh dari bererapa pihak, tetapi karena percaya dan senada dengan Yesus bahwa tidak semua orang mengerti perkataanNya, bahwa ada yang tidak dapat kawin karena kamauaanya sendiri oleh karena Kerajaan Surga, hanya mereka yang dikaruniai saja. Maka kemurnian adalah anugerah khusus dan cuma-cuma dari Allah dan merupakan panggilan Ilahi.