Kemaharajaan Yesus vs Kemaharajaan Kurasi Algoritma

Picture by kalam.sindonews.com

Hari Minggu Pekan Biasa XXXIV

Hari Raya Kristus Raja Semsta Alam

Bacaan Pertama: Dan. 7:13-14

Bacaan Kedua: Why. 1:5-8

Bacaan Injil: Yoh. 18:33b-37

Penaclaret.com – Berbagai diskusi entah daring entah luring hampir selalu dipayungi tema teknologi digital (dunia digital). Tidak salah, kehidupan kita di masa pandemi dapat teraksentuasi dengan baik meski belum maksimal berkat berbagai teknologi digital. Sebuah fenomena yang menunjukan bahwa kita dapat mentrasendensikan diri kita di tengah berbagai keterbatasan. Kita mengalami transendensi diri ini dalam berbagai dimensi kehidupan kita, yakni sosial, ekonomi, dan spiritual.

Terlepas dari berbagai kemudahan dan keterbantuan kita dengan teknologi digital, ada kesadaran-kesadaran baru yang tersingkap. Kemudahan dan keenakan yang kita nikmati dari berbagai teknologi digital, alhasil merupakan sebuah bentuk penjajahan baru terhadap umat manusia. Hal ini tidak terlepas dari kurasi algoritmik yang dimiliki setiap platform digital (facebook, Instagram, Twitter, Line, Tik-Tok, Youtube). Sebagai contoh, ketika kita menjelajahi Youtube. Pada beranda Youtube, telah tersedia berbagai macam video. Usut-punya usut, semua yang tertampilkan pada beranda Youtube sudah melalui proses filterasi dan klasifikasi berbagai konten yang hendak disuguhkan kepada user. Artinya, algoritma dapat mengetahui atau memprediksi pilihan dan pencarian kita. Tidak salah kalau Harari mengemukakan bahwa ke depan kita dapat di-hack oleh algortima.  Implikasi lebih lanjut, kurasi algoritmis dari berbagai media digital dapat membentuk pengalaman, pandangan, dan sikap terhadap lyan (Tuhan, sesama, dan alam semesta) dan bahkan the self (diri sendiri). Sampai di sini masihkah kita berbicara tentang otonomi manusia ketika kurasi algoritma merajai semua sendi kehidupan manusia.

Baca juga :  Perjumpaan yang Membawa Perubahan |Renungan Harian

Para sahabat Pena Claret yang terkasih kegalauan hidup kita pada era digital membawa kita merenungkan misteri iman yang kita rayakan hari ini, yakni kemaharajaan Yesus Kristus. Bacaan-bacaan suci hari ini, menggambarkan kemarajaan ini dengan menarik dan epik. Ia memiliki kekuasaan yang kekal atas seluruh entitas kosmik (Daniel 7:14). Hal serupa diungkapkan oleh penulis Kitab Wahyu (bdk. Wahyu 1:8). Refleksi penulis, kemaharajaan Yesus Kristus tidak terlepas dari pengosongan diri-Nya yang total, yakni menjadi manusia, berkarya bagi manusia, menderita, dan wafat sebagai seorang penjahat (Bdk. Yohanes 18:37 dan Filipi 2:7). Yesus menjadi maharaja setelah menjadi makhluk yang paling hina dina di dunia ini.

Baca juga :  Membendung Keinginan

Para sahabat Pena Claret yang terkasih, refleksi ini diawali dengan pertanyaan masihkah kita berbicara tentang otonomi, ketika setiap putusan manusia sudah didesain oleh kurasi algoritma? Pertanyaan ini sejatinya menyasar cara pandang dan cara berada kita dengan berbagai teknologi digital. Berhadapan dengan kegalauan eksistensial soal otonomi manusia di era digital ini, hemat penulis, kenosis Yesus masih relevan untuk dihidupi. Kenosis Yesus masih menjadi paradigma epistemologis dan etis kita berdigital.

Dari sisi epistemologis, kenosis Yesus mengajak kita untuk menjelajahi selubung misteri dunia digital tanpa tendeng aling. Hanya dengan terlibat secara penuh, barulah kita memahaminya. Dari sisi etis, kenosis Yesus, memberikan kita bagamana seharusnya berdigital, yakni membangun dunia manusia dengan spitualitas makhluk hina dina. Hal ini diaksentuasikan dengan memberikan diri secara utuh bagi digital people dengan beralaskan rasa cinta yang mendalam.

Baca juga :  Bersyukur dan Memuliakan Tuhan

Yesus menjadi maharaja atas seluruh alam semesta karena pemberian dirinya. Menjawab pertanyaan masih bisakah kita berbicara tentang otonomi manusia di era digital ini? Kita tidak dapat menjawabnya hanya dengan menjadi penonton. Hanya dengan keterlibatan seperti Yesus barulah kita menemukan jawabannya. Pada akhirnya, kita mengamini ungkapan ini, “Lebih baik gembala itu terluka, sakit, dan mati karena melumpur bersama domba-dombanya, dari pada tenang, damai, dan sehat tetapi berlindung di balik tembok-tembok biara (alergi terhadap kemajuan zaman). Semoga Yesus sang raja atas alam semesta selalu mencurahi kita dengan Roh Kudus-Nya.