Kebebasan yang Tidak Mengabaikan Ketaatan

Picture by: Fransiscan Corner

Rabu Pekan Biasa XXIV

Bacaan I: Ibr 5:7-9

Bacaan Injil: Yoh 19:25-27

Penaclaret.com – Sahabat Pena Claret yang dikasihi Tuhan. Hidup dengan kebebasan yang telah dianugerahkan oleh Tuhan kepada kita adalah sebuah syukur yang harus dipanjatkan setiap saat. Kita telah diberi kebebasan oleh Tuhan, bahkan kebebasan untuk mau menjadi taat kepada-Nya atau tidak. Taat kepada Tuhan menjadi sebuah kebebasan, karena kita bebas memilih. Bahkan dalam realita kehidupan, tidak jarang kita dengan bebas memilih untuk tidak taat kepada Tuhan. Di sini sebenarnya kita perlu memahami arti kebebasan itu sendiri. Bebas bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Setiap kebebasan selalu ada batas kewajarannya.

Nah, agar dapat memaknai arti kebebasan sejati, kita perlu belajar dari dua sosok yang ditampilkan dalam kedua bacaan suci hari ini. Dalam bacaan pertama, orang Ibrani diberi ajaran tentang Kristus yang belajar menjadi taat. “Akan tetapi, sekalipun Anak Allah, Yesus telah belajar menjadi taat…” (Ibr. 5:8). Selain Yesus, dalam bacaan Injil terdapat sosok Maria yang menunjukkan ketaatannya dengan sungguh-sungguh hanya menyimpan semua perkara dalam hatinya dan dengan setia mengikuti kehendak Allah meski sakit sekalipun. Kedua pribadi ini dapat dikatakan sebagai milik Allah yang total, sekaligus Yesus sebagai Allah itu sendiri. Mereka tentunya memiliki kebebasan yang sangat besar. Akan tetapi pilihan mereka bukanlah bebas sebebas-bebasnya. Mengikuti kehendak Allah adalah suatu pilihan yang mereka lakukan dengan bebas.

Baca Juga:

Salib: Antara Hina dan Cinta

Sahabat Pena Claret yang dikasihi Tuhan. Ketaatan yang ditampilkan Yesus dan Maria adalah ketaatan yang berbalut luka dan pengorbanan. Yesus harus taat bahkan taat sampai mati di kayu salib. Maria harus taat dalam menanggung segala sakit dan duka, bahkan sakit di kala anak satu-satunya harus menderita sengsara dan wafat di depan matanya. Mungkin kita pernah bertanya, mengapa mereka mau taat kalau hasilnya begitu? Untuk menjawab pertanyaan itu, kita mungkin perlu bertanya pada diri kita, apakah hasil dari ketaatan Yesus dan Maria hanya berakhir pada kisah pilu itu? Ketaatan Yesus dan Maria adalah jalan Allah untuk membawa kita pada keselamatan dan kebebasan dari dosa. Ketaatan yang berbalut luka dan duka itu telah menghasilkan keselamatan dan sukacita bagi kita.

Baca juga :  Ada Diskon 100% di Kapernaum

Ketaatan yang total sampai harus mengorbankan diri seperti yang dilakukan Yesus dan Maria mungkin belum bisa kita lakukan, tetapi kita bisa membawanya dalam konteks kita sekarang ini. Kita semua tahu dan sadar akan situasi yang sedang kita alami. Situasi ini telah melahirkan banyak teori dan aturan. Aturan-aturan dan teori-teori yang ada ini mengandaikan kita untuk mentaatinya. Misalnya ada slogan yang ditulis begini: “Memakai masker menyelamatkan nyawa”. Secara tidak langsung ajakan ini juga sekaligus adalah sebuah perintah untuk taat pada anjuran pemerintah demi keselamatan.

Baca Juga:

Paus Fransiskus Berdoa Angelus di Dalam Misa

Sebagai pribadi yang diciptakan dengan kebebasan sebagai kodratnya, manusia terkadang menganggap bahwa aturan itu mengikat dan membuat tidak bebas. Oleh karena itu, tidak jarang orang mengabaikan aturan yang ada. Konsep kebebasan seperti inilah yang hendaknya perlu kita ubah. Kita mungkin perlu merefleksikannya dengan bertanya, apakah situasi duka yang berkepanjangan ini hanya dikarenakan oleh virus ini? Ataukah virus ini tidak hilang karena memang masih merasa ada kesempatan untuk tinggal?

Baca juga :  Kelompok 12 Rasul: Saksi Mata Karya Keselamatan Yesus

Sahabat Pena Claret yang dikasihi Tuhan. Mari kita menggunakan kebebasan kita sewajarnya dengan tetap menjadi pribadi yang tetap mau belajar menjadi taat. Tuhan memberkati.

Baca Juga:

Iman Kita Menyelamatkan Orang Lain