Hari Minggu Pesta Pembaptisan Tuhan
Bacaan I: Yes. 40:1-5.9-11
Bacaan II: Tit. 2:11-14;3:4-7
Bacaan injil: Luk. 3: 15-16.21-22
Mengawali renungan ini, saya ingin membagi sebuah cerita fiksi. Cerita ini lawas, kebenarannya tidak perlu dituntut. Syukur-syukur kalau bisa dipakai sebagai modal refleksi.
Alkisah di sebuah kota hidup seorang anak muda kaya raya. Dia memiliki segalanya. Ia rajin dan pandai mencari duit. Prinsip hidupnya hanya satu kaya adalah segalanya. Prinsip itu mendorongnya mencari duit terus-menerus. Sayangnya duit yang banyak itu cukup dikonsumsi pribadi. Ia enggan berbagi dengan orang lain. Lebih tepatnya ia kikir. Tak mau ia menjatuhkan hasil keringatnya pada orang yang tidak bersumbangsi sedikit pun untuk hidupya. Ada gap besar antara ia dengan orang lain. Namun persetan dengan itu. Baginya saya adalah saya, dia adalah dia, Titik.
Suatu hari ia jatuh sakit, sekarat. Tumpukan harta yang ia timbun selama ini ludes membayar biaya pengobatan. Hanya satu yang tersisa Harley Davidson kesayangannya. Di ujung nafas, ia memohon agar dikuburkan bersama Harley kesayangannya. Permintaan dikabulkan. Singkat kata ia mati dan dikuburkan bersama Harleynya.
Dia berada di dunia lain. Tak lagi ditemukan rumah indah dan perkakas mewah kepunyaannya. Tiba-tiba ia didekati seorang asing. Perawakannya seram. Curiga pemuda itu, orang asing tadi akan menculik Harley kesayangannya. Padahal orang asing itu berniat membawanya ke sebuah tempat. Mereka tiba di sebuah gerbang besar. Seorang penjaga gerbang memegang sebuah kunci besar. Kunci itu tidak biasa. Lapisannya diselubungi emas. Tatap pria muda tadi berhenti di sebuah tulisan ukuran besar di depan gerbang, SURGA.
Rasanya ia pernah mendengar kata tersebut. Ia spontan bertanya kepada pria tua penjaga gerbang bername tag di bajunya, Petrus.
Pak boleh saya masuk?
Boleh, tapi lepaskan barang kesayanganmu itu, sahut Petrus.
Ahh tidak bisa pak, ini kesayangan saya.
Ya sudah…kalau kamu tidak mau, pergi saja dari sini.
Saya tidak mau pergi sampai bapak mengizinkan saya masuk.
Terserah, jawab penjaga itu santai.
Tiba-tiba gerbang terbuka lebar. Pintu itu terbuka otomatis. Petrus yang memegang kunci dari tadi, tidak menyentuh sedikitpun gerbang itu. Muncul gerombolan Moge (motor gede) dari dalam gerbang. Harley pemuda tadi tidak sebanding dengan Moge gerombolan itu. Ia tersanjung lantas bertanya.
Pak kenapa mereka bisa masuk dan membawa motor?
Sssttt…jangan terlalu keras. Itu “GENG SURGA”.
Pemuda itu heran dan hanya bisa memandang satu-persatu motor gerombolan itu. Ia juga menghafal setiap nama di punggung jaket pemilik moge. Ingatannya paling kuat pada dua nama pemilik moge itu. Di depan terlihat sebagai pemimpin ekspedisi sekaligus pembuka jalan, Yohanes Pembaptis. Di belakang ujung adalah juru kunci ekspedisi sekaligus komandan utama. Tertulis di punggung-Nya, Yesus. Masing-masing Mereka menancapkan bendera di ujung belakang motor dengan tulisan “bersihkan mereka dari dosa”.
Sahabat Pena Claret yang dikasihi Tuhan cerita fiksi tadi hanya sedikit saja menyinggung Yohanes Pembaptis dan Yesus. Justru mereka ditempatkan di akhir cerita. Namun kita bisa membuat sebuah penalaran bahwa Yesus lebih besar daripada Yohanes. Pernyataan itu dilandasi oleh perkataan Yohanes sendiri bahwa Yesus lebih berkuasa darinya. Yohanes membaptis orang dengan air sedangkan Yesus membaptis orang dengan api dan Roh kudus. Sungguh ada sebuah perbedaaan mencolok.
Isi dan tujuan pembaptisan oleh Yohanes Pembaptis adalah agar semua orang bertobat. Akan tetapi, apakah Yesus yang mau dibaptis oleh Yohanes mohon pertobatan juga? Tentu tidak. Yesus dibaptis untuk memenuhi kehendak Allah. Bukan hanya itu, fokus kita lebih pada kejadian setelahnya. Langit terbuka dan muncul suara dari langit “Engkaulah anak yang kukasihi, kepada-Mu aku berkenan”. Pemakluman ini menunjukkan Yesus benar-benar mesias yang diutus Allah dan benar-benar anak Allah. Dengan itu, Yesus juga membuka babak baru hidup-Nya di masyarakat. Tentu pengalaman dibaptis dan pemakluman suara dari langit modal bagi-Nya mendapat kemudahan menjalankan tugas di dunia.
Kembali pada kisah fiksi. Cerita tadi mungkin menjadi contoh yang baik untuk tidak ditiru. Karena asyik mengumpulkan duit dan terjebak perangkap materialistik, orang muda tadi lupa bahwa apa yang ada padanya di dunia adalah sia-sia. Oleh karena itu, kita yang sudah menerima rahmat pembaptisan berusaha memahami bahwa kita juga akan sia-sia kalau kita tidak menuruti rahmat pembaptisan yang sudah diterima. Atau dengan kata lain kita harus serius mengambil bagian pembaptisan Yesus. Kita ditugaskan menyerukan pertobatan kepada siapa saja yang sangat jauh dari rana spiritual dan paling penting adalah pertobatan kita sendiri. Di samping itu, pesta pembaptisan Tuhan juga harus menjadi momen untuk membaharui janji baptis kita sebagai pintu masuk ke dalam hidup yang lebih kudus. Semoga.
Tuhan memberkati. (kita juga diajak merefleksikan apa yang terjadi bagi pemuda tadi sementara ia sudah berada di depan pintu Surga. Seandainya pria itu adalah kita). Tuhan Memberkati.
Misionaris Claretian yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.