Bersama Maria Belajar Menjadi Setia

Maria: Rekan Kerja Allah  

Maria Bunda Yesus selalu digambarkan sebagai wanita yang cantik. Kecantikan Maria tidak hanya terpancar dari wajahnya tetapi juga dari hati yang lemah lembut. Bagi orang Katolik, Maria adalah sosok yang sangat istimewa. Maria adalah segalanya setelah Yesus. Maria ditebus oleh Allah secara istimewa dan ia menerimanya secara sempurna.[1] Maria adalah model ibu yang sempurna.

Orang Katolik pada umumnya mempunyai relasi yang khusus bersama Maria. Ibu Yesus tersebut dipercaya sebagai perantara antara manusia dengan Yesus. Tidak heran jika banyak orang yang menaruh devosi khusus kepadanya. Tetapi perlu diingat bahwa Maria bukanlah tokoh magic yang mempunyai kekuatan supranatural. Artinya, apa yang dimohonkan kepada Maria akan tetap diteruskan kepada Yesus sebagi yang utama. Adalah sebuah kekeliruan besar jika melihat Yesus dari sudut pandang Maria. Maria lah yang harus dilihat dari sudut pandang Yesus.[2] Sederhananya, Maria tidak pernah lebih dari Yesus sebagai pokok keselamatan kita.

Berbagai dovosi atau kebaktian kepada Maria dapat dikatakan juga sebagai salah satu bentuk cinta dan penghormatan kepada Maria. Orang Katolik percaya jika apa yang mereka mohonkan melalui perantaraan Maria akan diteruskannya kepada Yesus Kristus. Yesus tidak akan pernah menolak segala permintaan Bunda-Nya. Itulah sebabnya, ziarah atau perjalanan gereja di dunia tidak bisa dilepaskan dari sosok Maria. Maria adalah Bunda Gereja dan Bunda iman kita (LF60).

Baca juga :  Suara Hati Tumpul Karena Terbiasa Abai

Selain digambarkan sebagai seorang wanita cantik dan lemah lembut, Maria juga adalah sosok yang setia. Kesetiaan Maria dapat dilihat dari keterbukaan hati atas kehendak Allah yang dianugerahkan kepadanya. Ia setia dalam menjalani tugas surgawi yang istimewa. Dari kehangatan rahimnya telah lahir Penebus dunia, Putera Allah, Yesus Kristus Tuhan kita.

Maria setia berjalan bersama Yesus mulai dari melahirkan, menjaga dan membesarkan-Nya serta menanggung penderitaan bersama-Nya. Apa yang menjadi kebahagiaan Yesus adalah kebahagiaan Maria dan apa yang menjadi penderitaan Yesus juga menjadi penderitaan Maria. Maria ikut merasakan derita jalan salib Yesus hingga wafat di palang penghinaan. Golgota menjadi saksi kehancuran dan kesetiaan hati seorang ibu yang melihat sang Putera menderita. Maria ikut bersolider dalam penderitaan Yesus hingga titik terakhir. Itulah Maria, dipilah Allah untuk setia.

Gadis Nazaret, Puteri Yoakim dan Anna ini dipilih Allah secara istimewa menjadi Bunda Tuhan (Theotokos). Tentu pemilihan Maria tidak terjadi secara kebetulan saja, tidak melalui hasil voting atau hasil suara terbanyak. Tidak ada orang dalam. Pemilihan Maria sebagai Bunda Yesus berada dalam zona kerja Allah. Maria adalah awal baru dan merelativasikan seluruh silsilah. Anak yang dikandungnya bukan berasal dari seorang pria, tetapi merupakan penciptaan baru berkat Roh Kudus.[3] Maria adalah pilihan terhebat dan paling akurat.

Baca juga :  Salib: Antara Hina dan Cinta

 Ad Jesum Per Mariam

Keberadaan Maria dalam sejarah keselamatan adalah suatu kenyataan yang luar biasa. Maria begitu mempesona bagi mereka yang beriman kepada Yesus Kristus. Ibarat mawar yang bermekaran indah di taman, keharuman Maria selalu menyegarkan mereka yang datang memohon doanya. Pesona Maria tidak akan pernah lekang ditelan masa. Dari padanya keharuman dan harapan keselamatan terpancar.

Maria mempunyai peran unggul dan tunggal dalam tata keselamatan yang tidak dimiliki orang lain selain Maria. Ia adalah pembawa doa manusia kepada Yesus. St. Louis Maria Grignon de Montfort, seorang Mariolog, mengambarkan keistimewaan Maria. Kata-katanya yang indah “Ad Jesum Per Mariam (Melalui Maria menuju kepada Yesus),” adalah keistimewaan Maria yang tak tertandingi.[4] Melalui perantaraan Maria, doa-doa kita diteruskan kepada Yesus Kristus.

Kesetiaan Maria sebagai rekan kerja Allah dapat menjadi teladan yang baik. Maria sangat terbuka terhadap ajakan Allah menjadi rekan kerja-Nya (Co-redemtrix). Jawaban Maria, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu (bdk. Luk.4:38),” adalah jawaban yang menggambarkan kemurnian hati. Maria sadar bahwa ia hanyalah seorang hamba yang taat kepada Tuhannya. Ajakan Allah untuk menjadi rekan kerja-Nya adalah sebuah panggilan yang hanya dikhususkan kepada Maria. Dengan demikian, Maria adalah “Hawa baru” milik Allah yang memulihkan kembali kesucian Hawa yang telah hilang karena memakan buah terlarang di taman Eden.[5]

Baca juga :  Sesama Sebagai Tuhan yang Hadir

Kesetiaan Maria adalah teladan yang patut dicontoh. Secara tidak lagnsung, kisah hidup Maria telah mengajarkan kita tentang pentingnya menjadi hamba yang setia. Bahkan, kesetiaan Maria harus dibayar mahal dengan kematian tragis yang dialami Sang Putera. Namun, semuanya itu merupakan bagian utuh dari penyerahan dirinya yang total atas kehendak Allah. Menemani Yesus hingga wafat di salib telah tersirat dalam kata-katanya, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu.” Maria adalah ibu yang setia. Mari, belajar menjadi setia bersama Maria.


Tom Aquinas, putera kelahiran Manggrai Timur, Flores. Pencinta Kopi lokal dan penikmat filsafat Stoa. Penulis sedang belajar di Fakultas Filsafat Keilahian Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

[1] Laurensius Dihe Sanga, Merenung Bersama Bunda Maria, (Yogyakarta: Kanisius, 2014), 10.

[2] Laurensius Dihe Sanga, Merenung Bersama Bunda Maria, 46.

[3] Joseph Ratzinger, Jesus Dari Nazaret, diterjemahkan dari “Jesus Von Nazareth” oleh Adolf Heuken, (Jakarta: Cipta Loka Caraka, 2014), 14.

[4] Laurensius Dihe Sanga, Merenung Bersama Bunda Maria, 45.

[5] David Michael Lindsey, Perempuan dan Naga¸ diterjemahkan dari “The Women and the Dragon Apparitions of Mary” oleh L. Prasetya, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), 24.

Penulis: Tom Aq. Woda, CMF*