Benci Bukan Sembarang Benci

Picture by popmama.com

Hari Rabu Pekan Biasa XXXI

Bacaan Injil: Luk. 14:25-33

Penaclaret.com – Sahabat Pena Claret yang terkasih, pernahkah Anda membenci seseorang atau sesuatu? Jika ya, apakah Anda merasa hal itu menyita atau mengalihkan perhatian Anda? Apakah itu menggerogoti pikiran Anda pada jam-jam sebelum Anda tidur atau saat Anda melamun di kelas, di rumah, di kos dan lain sebagainya? Apakah Anda memilih menghindar pergi ke tempat tertentu atau mengikuti kegiatan tertentu karena Anda tahu orang yang Anda benci itu akan berjumpa dengan Anda? Kalau begitu, mungkin kita sepakat bahwa membenci adalah suatu keadaan emosional kita yang intens dan menyeruak mencuri banyak perhatian, energi dan bahkan waktu kita.

Baca juga :  Dipanggil untuk Melayani

Yesus dalam bacaan Injil pada hari ini menegaskan, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” (Luk 14:26). Bila demikian, kategori benci macam apakah yang dimaksudkan Yesus pada hari ini?

Kata kerja “membenci” (miseō) dalam Lukas 14:26 tidak memiliki konotasi afektif sebagaimana kata membenci yang kita sepakati di awal tadi. Membenci yang dimaksud oleh Penginjil Lukas bukanlah kemarahan yang meluap dalam diri kita. Bukan sesuatu yang menyebabkan kita kehilangan kendali, mengatakan, dan bertindak dengan hal-hal yang tidak baik mengekspresikan kebencian kita. Sebaliknya, membenci dalam konteks ini berarti kita harus siap dan rela menjauhkan diri dari hal-hal yang menghalangi hubungan kita dengan Tuhan.

Baca juga :  Apakah Aku Mengenal Dia?

Sahabat Pena Claret yang terkasih, hari ini Yesus mengundang kita untuk membuka tirai yang memisahkan kita dengan kasih-Nya. Oleh karena itu, mari sejenak kita menginventaris hal-hal yang membatasi dan menghalangi kita untuk berelasi dengan Tuhan. Jika yang menghalangi relasi kita dengan Tuhan itu adalah uang, gengsi, kekuasaan, keegoisan, kerakusan, dll, maka kita harus perlahan-lahan mencoba untuk menghilangkannya dari kehidupan kita. 

Baca juga :  Janganlah Kamu Khawatir!

Mengakhiri renungan singkat ini, saya mengutip sepenggal kalimat bijak sekaligus tips untuk kehidupan rohani kita dari seorang pemikir bernama Søren Aabye Kierkegaard (1813-1855). Dia mengatakan, “Cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia berhubungan satu sama lain bagaikan dua buah pintu yang terbuka dan sekaligus tertutup bersama-sama.” Selamat beraktivitas, Tuhan memberkati.