Arti Sebuah Kehadiran

Jose Roman Soares

Arti sebuah kehadiran
Sumber gambar: ClaretPath.Com

ClaretPath.ComArti Sebuah Kehadiran

Hari Rabu Pekan Biasa I, 11 Januari 2023

Bacaan I: Ibr. 2:14-18

Bacaan Injil: Mrk. 1:29-39

Para pencinta Claretpath yang budiman, mari kita awali kurnia hari baru ini dengan menyepih sebentar bersama Sang Guru. Masuk ke dalam ruang sunyi yakni, diri kita sendiri dan berusaha membuka diri bagi Sang Sabda. Membiarkan kesunyian diri kita terisi dengan benih-benih Sabda, sebagai bekal spiritual bagi kita dalam menekuni petualangan kemuridan kita sepanjang hari ini.  Selain itu, satu pertanyaan fundamen yang perlu kita bawa masuk ke dalam ruang sunyi kita sendiri sebelum nantinya kita bawa keluar dalam kehidupan sosial kita adalah, “Sejauh manakah kita bersolider dengan orang lain? Ataukah kita masih merasa nyaman dengan diri kita sendiri? Apa sesungguhnya arti sebuah kehadiran saya bagi orang lain?

Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali menemukan diri lebih merasa nyaman dengan diri kita sendiri. Bahkan mata hati kita pun ikut tertutup bagi orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan. Jika itu adalah kebiasaan yang acap kali tertanam dalam diri kita, maka sejatinya kita tidaklah jauh berbeda dengan kodok yang begitu lekat dengan dirinya sendiri. Tidak mau keluar dari zona nyaman hidupnya. Tidak mau mencari tahu apa makna dari sebuah kehadiran bagi orang lain.

Baca juga :  Menuntut Tuhan

Menjadi Berkat Bagi Orang Lain

Sebagai seorang pengikut Kristus yang sejati, mestinya hidup kita semakin hari semakin menyerupai Kristus bukan menyerupai kodok. Yesus Kristus yang telah lahir ke dunia kini hadir dan tinggal bersama-sama dengan kita. Hal ini bisa kita temukan dalam narasi suci yang kita renungkan pada hari ini. Kisahnya demikian, ketika Yesus mendengar bahwa mertua Simon Petrus sakit demam, mereka langsung bergegas menuju ke rumah Petrus dan melawat mertuanya. Kehadiran Yesus di rumah tersebut rupanya membawa berkat melimpah atas rumah dan segala isinya. Terutama rahmat kesembuhan bagi mertua Simon Petrus. Inilah makna sejati dari sebuah kehadiran itu sendiri, yakni menjadi berkat bagi orang lain.

Rahmat kesembuhan itu pun semakin meluas. Bukan hanya terjadi pada diri mertua Petrus saja tetapi semua orang sakit yang ada di Kapernaum. Kapernaum spontan menjadi salah satu kota sekaligus saksi peristiwa ajaib itu. Semua orang sakit dan yang kerasukan setan seketika itu juga takluk di hadapan Yesus. Semuanya menjadi sembuh. Oleh karena kehadiran-Nya yang membawa berkat bagi orang lain itulah, Yesus lalu memiliki banyak pendengar dan pengikut. Orang berbondong-bondong datang mencari dan mendengarkan pengajaran-Nya. Alhasil, kota Kapernaum pun menjadi sebuah kota yang terberkati.

Baca juga :  Paskah dan Memahami Sesama | Renungan Harian

Terus Bergerak Ke luar Diri

Karya pewartaan Yesus pun tidak berhenti di kota Kapernaum saja. Melainkan Ia terus bergerak ke luar dari kota Kapernaum menuju kota-kota lain. Ia berkata kepada para murid; “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang” (Mrk. 1:38).  Ajakan untuk terus bergerak ke luar diri menuju ke tempat lain, bukan karena Yesus tidak nyaman di kota sebelumnya, melainkan Yesus menginginkan agar di kota-kota lain pun mengalami kasih Allah yang sama. Inilah alasan mengapa kasih Kristus itu bersifat inklusif bukannya ekslusif. Undangan untuk terus bergerak keluar diri ini pun, seyogyanya menjadi sebuah upaya untuk menegasi dan menajamkan arti sebuah kehadiran diri kita bagi orang-orang yang ada di luar diri kita sendiri.

Cinta Yang Terhebat

Saudara-saudari yang terkasih, tindakan meninggalkan ke-diri-an kita, selain sebagai via bagi penemuan akan arti sebuah kehadiran, juga merupakan sebuah pemaknaan akan cinta. Bahkan lebih jauh dari itu, ia menjadi sebuah ikhtiar bagi kita untuk menguji kedalaman cinta kita. Sejauh mana kita telah berjalan melintasi lorong-lorong cinta itu. Agar memudahkan kita dalam mengevaluasi cinta itu, hendaknya kita menyadari hal ini bahwa, orang yang mencintai dirinya sendiri menjadi hebat oleh karena keutamaannya sendiri. Sementara orang yang mencintai sesamanya menjadi hebat karena bakti yang dia tunjukkan. Akan tetapi, orang yang mencintai Allah akan menjadi yang terhebat. Sedangkan orang yang bergumul dengan Allah akan menjadi paling hebat.

Baca juga :  Siapa Yang Harus Diundang

Yesus Kristus sendiri telah menghidupi tingkatan-tingkatan cinta itu. Namun, satu hal menarik yang selalu Yesus andalkan dalam karya pewartaan-Nya adalah bahwa Ia selalu melibatkan diri secara penuh kepada Bapa dalam doa. Meski telah atau baru saja menyelesaikan suatu karya pewartaan yang melelahkan, Yesus selalu berdialog dari hati ke hati dengan Bapa-Nya. “Saat waktu masih pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana” (Mrk. 1:35). Jika Yesus yang adalah Putra Allah saja masih memiliki kesempatan untuk berdoa kepada Bapa-Nya, lalu bagaimana dengan kita? Adakah kita juga memiliki waktu untuk Tuhan? Mari kita menengok ke dalam ruang sunyi diri kita masing-masing. Semoga Tuhan memberkati.