ClaretPath.com – Suatu Senja di Pojok-Yogyakarta
Kabar dari pojok-Yogyakarta
Setelah sekian lama kabar dari pojok-Yogyakarta hadir lagi. Di tengah kesibukan pekan ini, kami Komunitas Wisma Skolastikat Claretian Yogyakarta (WSCY) ingin mengganggu para pembaca budiman sekalian dengan kisah-kisah kami. Kalau memang waktu mengizinkan, mampirlah sebentar ke ruang virtual ini.
Kisahnya demikian. Kemarin sore Rabu, 17 April 2024, kami komunitas WSCY membuka secara resmi perayaan menyongsong Jubileum 175 tahun pendirian Kongregasi Para Misionaris Claretian. Oh iya, tahun ini (2024) seluruh Claretian di dunia merayakan hari istimewa ini. Kami di Pojok, Yogyakarta meracik perayaan ini sedemikian sederhana. Namun, bukan tanpa sejuta kejutan.
Panitia kecil: Perancang kisah “Suatu Senja di Pojok-Yogyakarta”
Sebuah panitia kecil yang dibentuk sepekan yang lalu. Fr. Adris, CMF adalah nakoda grup kecil itu. Jumlahnya tidak lebih dari sepuluh orang. Mereka itulah animator utama. Tugas mereka adalah merancang kegiatan plus jadwalnya. Jadwal yang mereka rancang terbilang sudah lengkap. Tidak hanya pembukaan, tetapi semua dinamika untuk mengisi tahun yubileum ini. Dari pada memikirkan tugas mereka yang bikin pusing, yang lebih menarik adalah motto kegiatan yang mereka buat, yaitu zero tolerance. Semua kegiatan akan mulai tepat waktu; sesuai yang tertera di atas jadwal. Memang agak militer sih.
Jadwal itu akhirnya mulai beraksi sore kemarin. Kurang sepuluh menit pukul 16:00 WIB, tiupan peluit panjang mendesah telinga. Serdadu Flame dengan kostum kuning-merah dan Serdadu Spirit dengan kostum biru mulai mengisi lapangan futsal. Para suster RMI Maguo, Yogyakarta tak mau ketinggalan. dalam sekejap orang-otang tadi telah membentuk formasi barisan yang mirip seperti upacara bendera setiap hari Senin di halaman sekolah.
Tata lapangan dan formasi barisan
Sebuah panggung kecil berwarna hijau dan stand mic terletak persis di bagian tegah dan depan barisan itu. Ada juga sebuah wadah dan obor yang berdiri tegak persis di depan menghadap panggung kecil itu. Rupanya tempat itu adalah perapian api unggun. Mereka yang sering menonton pembukan Olimpiade tentu tidak asing dengan benda itu. Bayangkan saja benda itu adalah penyederhanaan api abadi dalam seremoni Olimpiade.[1]
Jarum jam menunjuk pukul 16:00 WIB. Benar saja dugaan tadi; ini mirip upacara bendera. Fr. Yohan yang kali ini menjadi moderator memberi instruksi. Semua barisan disiapkan. Fr. Rian menghentak langkahnya di sudut kiri lapangan, lalu berjalan semi tegak menuju tengah lapangan. Kalau tidak salah, sekilas senyum-tawa melintas di parasnya. Rupanya ia agak lucu dengan perannya sebagai pemimpin seremoni pembuka itu.
Pembina yang bersepeda
Yang tak kalah lucu adalah penampilan Rm. Y. Ferdinandus Mello, CMF yang mengambil peran sebagai pembina upacara sore itu. Ketika instruksi “…. Pembina upacara memasuki lapangan upacara,” Rm. Ferdy, demikian sapaan beliau, memasuki lapangan dengan mengayuh bersepeda. Semua barisan yang menyaksikan adegan itu terjerumus dalam dilema: antara pilihan tertawa dan serius. Mungkin karena baru kali ini ada seorang pembina memasuki lapangan upacara dengan bersepeda.
Pesan-pesan Yubileum 175 tahun
Keadaan kembali kondusif, ketika superior WSCY itu menyampaikan pesan-pesan terkait perayaan itu. Momen ulang tahun ke-175 tahun adalah momen untuk bersyukur atas rahmat Tuhan. Namun, sekaligus menjadi sebuah kesempatan untuk semakin mengenal dan mencintai Kongregasi kita. Dan perayaan Jubileum 175 tahun ini tidak hanya selesai di pembukaan ini, tetapi masih banyak dinamika yang akan diselenggarakan. Tagi-lagi tujuannya untuk mengenal-mencintai panggilan dan Kongregasi. Di samping itu, momen ini adalah momen yang spesial untuk memupuk semangat persaudaraan dan komunitas. Kira-kira demikian amanat beliau sore itu.
Obor dan Api Unggun menghias Senja di Pojok-Yogyakarta
Seusai amanat, Rm. Ferdy menyalakan obor dan api unggun. Fr. Egy menerima obor tersebut, memeganya dan mengelilingi barisan dengan gaya bersepeda juga. Rupanya Fr. Egy meniru gaya Rm. Ferdy tadi. Namun, bedanya Fr. Egy mengitari barisan sambil meneriakkan motto, “Viva Claret” (Ind: Hidup Claret). Beberapa yang masih asing dengan penampilan itu kembali berekspresi antara senyum dan tertawa.
Kobaran api unggun perlahan mulai lesu. Sebuah doa kecil dilantunkan demi memohon restu sang khalik atas perayaan sore itu. Orang bilang tanpa foto, suatu kegiatan seolah tidak ada. Namun, kali ini bukan hanya itu. Demi alasan dokumentasi, maka formasi barisan itu berakhir dengan foto bersama.
Dinamika di pojok sore itu
Formasi barisan yang telah bubar tidak berarti perayaan sore itu telah usai. Pasukan Flame dan Pasukan Spirit beradu skill bermain futsal. Pertandingan berdurasi empat puluh lima menit itu berlangsung sengit. Namun sayangnya, pasukan Flame akhirnya berhasil membawa pulang kemenangan. Dari lapangan Volley, para suster pun berlaga seru, meskipun tanpa bisa menghindari lawaknya.
Langit mulai temaram. Otot-otot mulai lemas. Saatnya berhenti. Fr. Chen, Fr. Jery dan beberapa suster telah menyuguhkan minuman dingin dan snack tepat di pinggir lapangan futsal. Para pemilik kerongkongan yang sedang dahaga mengayun langkah menuju sudut itu, mengambil minum, snack, lalu bercanda ria. Kemudian malam mengaburkan pemandangan itu.
Terima kasih yang telah mampir untuk membaca. Jangan lupa ikuti terus kisah-kisah pojok di lain waktu. Dan maaf kalau telah menyita waktu kalian. Salam in Corde Matris.
#_ Suatu Senja di Pojok-Yogyakarta
[1] http://go.microsoft.com/fwlink/p/?LinkId=255141
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus