Cerita di Hari Arwah: Mengingat Wajah Mama yang Tersamar

Cerita di Hari Arwah: Mengingat Wajah Mama yang Tersamar
Picture by: Hipwee

Claretpath.com -Cerita di Hari Arwah: Mengingat Wajah Mama yang Tersamar

(Sharing Kisah)

Mengingat orang yang kita cintai selalu menciptakan rasa rindu untuk ada bersama. Lebih-lebih, saat kita dalam situasi kesendirian, merasa bosan dengan aktivitas harian. Ingin segera berbagi cerita bersama. Beruntung bahwa media saat ini mempermudah menyalurkan rasa rindu kita. Videocall dengan orang-orang yang kita cintai, setidaknya membantu kita mengutarakan rasa rindu. Perlu diakui bahwa perjumpaan langsung dengan orang-orang yang kita cintai jauh lebih bahagia dari pada perjumpaan virtual. Tidak heran, jika liburan, kembali ke rumah selalu menjadi momen yang selalu ditunggu-tunggu. Berjumpa dengan orang yang kita cintai.

Rumah selalu menjadi tempat yang paling nyaman untuk kembali. Berjumpa dengan orang-orang yang terlebih dahulu mencintai kita sebelum kita mencintai diri kita sendiri. Rumah selalu mengundang untuk kembali. Membangun kisah masa kecil, merengek di pangkuan mama. Merasakan masakan mama, menceritakan kisah yang dirajut di luar rumah yang seolah tak ada akhirnya. Rumah mengajak pulang.

Tentang Mama

Ini kisah saya, yang selalu mencoba mengingat wajah mama. Berusaha mengingat tapi ruang kisah bersama mama hanya sedikit. Yang lekang diingat di benak saya adalah saat mama dikuburkan. Banyak orang datang ke rumah, mereka menangis. Tangisan kehilangan dari keluarga mengingatkan saya bahwa ada duka di rumah kami. Saya merekam dengan baik, saat mama dibaringkan dan hendak dimakamkan, saya sibuk bermain. Belum ada kesedihan dalam diri saya. Saya belum merasa kehilangan. Kata orang di kampung saya masih belum mengerti tentang kepergian orang yang paling dicintai.

Baca juga :  IMMAPOL Merumput Bersama PNC di Lapangan Claret

Balutan kisah kasih yang terus mengiring perjalanan saya, membuat saya belum juga merasakan arti kehilangan. Nenek, yang mencintai saya dengan tulus, tidak membuat saya kekurangan kasih sayang seorang mama. Kepergian nenek membuat saya merasa seluruh hidup runtuh. Sejak saat itu saya baru mulai merasakan arti kehilangan. Perih, pedih, situasi ketakberharapan mendekam dalam diri saya. Tangis kehilangan. Kepergian nenek mengundang saya mengenang dua kisah kehilangan. Kepergian nenek membuat saya sadar bahwa mama telah tiada.

Sejak saat itu, saya mulai meraba kisah, mencoba mengingat wajah mama. Tersamar, tidak tergambar dengan baik. Beruntung saya mempunyai foto, dipajang di album milik kakak. Setiap kali menatap foto, saya masih tersamar bersama mama. Apakah waktu singkat bersama mama, membuat saya susah mengenang wajah mama? Ada beberapa kisah yang terus saya kenang saat berada bersama mama. Hanya soal mengenang wajah mama, tak dapat saya ingat dengan jelas.

Baca juga :  Aku Mencintai Engkau (Yer. 31:3)

Wajah yang Tersamar: Melindungi Setiap Saat

Ada kesadaran dari dalam diri saya bahwa yang paling mencintai saya adalah mama. Setiap saat ia terus mencintai saya. Setelah bergulat dengan kepergian mama. Pada tahun yang ke-11 saya memulai masuk dalam refleksi kepergian mama. Sampai sekarang, tahun ke-17, saya selalu menyadari bahwa mama selalu ada bersama saya. Dengan keyakinan penuh saya percaya mama telah beristirahat dalam damai, berbahagia di surga abadi. Keyakinan ini saya percayai dengan teguh karena saya telah mendengar semua kebaikan yang mama perbuat selama masa hidupnya. Saya, kakak-kakak saya, bapak, dan semua keluarga juga selalu mendoakan mama. Saya tidak ragu dengan keyakinan mama bahagia di surga. Mama telah masuk dalam bilangan orang-orang kudus (mereka yang tidak secara resmi diakui Gereja).

Refleksi saya, mengenang, mengingat kepergian mama, menghantar saya pada perjalanan kisah penyertaan (saya merasa ditemani, dilindungi, dijaga) mama. Banyak kali saya merasa, ada keyakinan mama menjauhkan segala yang buruk dari diri saya. Mama dengan spirit keibuannya selalu melindungi saya. Merefleksikan kepergian mama membuat saya semakin mencintainya. Membuat langkah saya semakin yakin. Saya percaya, saya selalu ada dalam penyertaan Tuhan, Bunda Maria, Malaikat Pelindung, saya juga dilindungi mama. Ia senantiasa menyertai perjalanan hidup saya.

Baca juga :  Meretas Nostalgia: Sebuah Inspirasi Live-In

Mama selalu ada bersama saya. Hanya saat ini kami terpisah waktu. Kami berada dalam dunia yang berbeda. Saya masih dalam dunia yang fana, mama sudah menikmati dunia abadi. Keberadaan mama di dunia abadi, membuat saya percaya bahwa ia selalu menatap saya, anak bungsunya yang memiliki waktu sedikit bersamanya. Mama selalu menatap dari surga, mendampingi, menuntun, melindungi, meyertai seluruh perjalanan hidup saya. Dalam ketidakmampuan saya mengenang wajah mama, saya selalu percaya mama selalu ada bersama saya, kapan pun dan di mana pun. Mama selalu mencintai anaknya dengan kasih yang tak terhingga. Dunia yang mewaktu bukanlah sekat pemisah yang menghalangi mama mencintai saya. Kami saling mencintai setiap saat, cinta kami berbeda, mencintai walau wajah mama tersamar.

Cinta yang besar tidak terhalang

Ruang dan waktu bukan ukuran

Melampaui

Terus mencinta walau berpisah

Dari putra bungsumu