CalretPath.comn – Tubuh yang Baru
Renungan, Selasa 28 November 2023
Bacaan I: Yes. 55:10-11
Bacaan Injil: Mat. 6:7-15
ClaretPath.com – Kita bisa saja merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang melihat gereja dari keindahan bangunannya. Kita selalu berpikir bahwa bangunan gereja bisa menampilkan citra atau harga diri umat. Artinya, kita fokus pada pembangunan gereja yang memberi kesan bahwa keindahan dalam tampilan adalah nomor satu. Biasanya, arsitek mendesain gereja sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan gaya bangunan sebuah budaya setempat.
Hal ini juga mirip dengan beberapa orang (termasuk beberapa murid Yesus) dalam bacaan Injil hari ini, “Ketika itu beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan yang dihiasi dengan batu indah, dan berbagai macam barang persembahan” (Luk 21: 5). Mereka merasa bahwa pandangan Guru, Yesus Kristus, sama dengan penglihatan mereka. Ternyata, Yesus berselisih pandangan dengan mereka. Ia berkata kepada mereka, “Akan tiba harinya segala yang kalian lihat di situ diruntuhkan, dan tidak akan ada satu batu pun dibiarkan terletak di atas batu yang lain” (Luk 21: 6).
Perkataan ini menyiratkan bahwa tampilan fisik bukanlah kriteria Yesus untuk sebuah bangunan itu indah. ia menginginkan (secara tidak langsung) bangunan fisik tersebut akan hancur tanpa menyisakan satupun yang tersisa. Hal ini tentu tidak sesuai pandangan Masyarakat luas karena dua hal: pertama, tidak mungkin seorang manusia menghancurkan sendiri Bait Allah di Yerusalem. Bangunan tersebut kokoh kuat dengan konstruksi terbaik kala itu. Kita bisa temukan konstruksi tersebut pada kitab-kitab Perjanjian Lama. Misalnya, 1 Raja-Raja 6:1-2 menulis demikian, “Pada waktu orang Israel keluar dari tanah Mesir, dalam tahun keempat seratus delapan puluh tahun, dalam tahun pemerintahan Salomo atas Israel, pada bulan Ziw, yaitu bulan kedua, didirikanlah Bait TUHAN.
Bait yang didirikan oleh raja Salomo bagi TUHAN itu, panjangnya enam puluh hasta, lebarnya dua puluh hasta, dan tingginya tiga puluh hasta.” Kedua, menghancurkan Bait Allah berarti menghancurkan tempat ibadah, simbol keberadaan Allah, dan lain-lain. Pentingnya Bait Allah bagi umat Yahudi mencerminkan hubungan mendalam antara agama, sejarah, dan identitas kebangsaan mereka. Pentingnya Bait Allah bagi umat Yahudi mencerminkan hubungan mendalam antara agama, sejarah, dan identitas kebangsaan mereka.
Melihat dua hal tersebut, wajarlah beberapa orang tersebut bertanya kepada Yesus, “Guru, kapan hal itu akan terjadi? Dan apakah tandanya jika hal itu akan terjadi?” (Luk 21: 7). Pertanyaan ini memang merujuk pada sebuah momen menarik pada satu masa yang akan datang. Kita tidak perlu memikirkan tentang waktunya melainkan mengembangkan kewajiban kita sebagai umat Allah. Selain itu, kita tidak bisa pahami kehendak Tuhan secara totalitas dengan akal sehat manusia. Alih-alih menggunakan ciri tanda-tanda alam (gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan terjadi wabah penyakit dan kelaparan, dan juga akan terjadi hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang mengerikan dari surga) dan peperangan (Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan), Yesus ingin memberikan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan manusia saja. Penjelasan ini tetap ambigu karena setiap saat hal ini terjadi di mana-mana dan kapan saja. Jika kembali pada persoalan awal, Apa kewajiban kita untuk memahami dan melihat bentuk dari Bait Allah yang indah seperti Yesus?
St. Paulus adalah salah satu tokoh yang membantu kita untuk memahami Bait Allah yang indah seperti Yesus. Ia menjelaskan demikian, “Tidakkah kamu tahu bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang merusak bait Allah, Allah akan merusak dia, sebab bait Allah itu kudus, dan bait itulah kamu” (1 Korintus 3:16-17). Kewajiban menjaga tubuh kita adalah prioritas dalam menjaga ciptaan Tuhan. Pada dasarnya, kita adalah Imago Dei.
Artinya, diri kita sebagai pancaran kasih Allah bagi ciptaan lainnya. Pernyataan Yesus, “semuanya akan dirobohkan”, menunjukkan kepada kehancuran diri kita karena dosa. Oleh karena itu, “Tubuh yang Baru” adalah melihat Yesus Kristus imago Allah yang sempurna baik manusiawi maupun Ilahi.
Tugas penting bagi kita adalah memuliakan Allah dengan tubuh kita. Kita tidak lagi mengotori Bait Allah ini dengan cara-cara yang dibenci oleh Tuhan. Pertimbangan kita bukan hanya dengan kacamata manusia (memandang keindahan-keindahan lahiriah), melainkan juga dengan pandangan Ilahi (isi hati dan pikiran kita). Semoga Tuhan memberkati usaha kita.
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus