Membaca Korupsi dalam Prisma Sotereologi

By Oktavianus Ngago Ngala, Mahasiswa STIPAS St. Sirilus, Ruteng

Membaca Korupsi dalam Prisma Sotereologi
Picture By bebaspedia.com

ClaretPath.com – Membaca Korupsi dalam Prisma Sotereologi

Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang tertentu dengan merugikan orang lain melalui penyalahgunaan wewenang. Bila dipadankan dengan dekalog (sepuluh perintah Allah), korupsi adalah tindakan tidak-jujur-an yang menyimpang dari kesucian. Perbuatan yang lebih tepatnya melanggar perintah Allah yang ketujuh, “Jangan mencuri” ( Bdk. Kel. 20:15). Sementara mencuri adalah tindakan yang mengambil barang orang lain yang bukan miliknya tanpa sepengetahuan pemiliknya.

Tindakan mengambil barang orang lain kadang kala pelaku atau subyek merasa perbuatan yang dilakukannya adalah lumrah (Banal). Perbuatan yang wajar-wajar saja yang tidak perlu mempertimbangkan akal dan budi. Dua sarana yang menjadi kodrat manusia dalam mengambil dan memutuskan sebuah tindakan adalah akal budi dan nurani. Akal yang adalah daya pikir untuk memahami sesuatu sedangkan nurani adalah alat batin yang digunakan untuk menimbang baik dan buruknya suatu perbuatan. Namun, ada kemungkinan kedua sarana ini tidak berfungsi baik.

Menurut 2 Raja-raja 51:1-27, perilaku korupsi terjadi bukan semata karena mati dan tumpulnya akal budi dan nurani. Tetapi karena kerakusan dan ketamakan. Hal itu bisa kita lihat bersama dalam roda pemerintahan yang dikerumuni oleh orang-orang hebat berintelek dan “gemuk-gemuk” dari kalangan para elit politik. Dan tidak salah ketika meme, “dari kaum elite politik korupsi bersemai.”

Dalam Kisah Para Rasul 5:3, dosa korupsi terjadi karena orang dikuasai iblis. Ketika iman seseorang tidak lagi taat dan takut kepada Allah, maka dengan mudahnya ia akan tergoda iblis. Manusia pertama Adam dan Hawa yang adalah “Imago Dei, ”gambar dan rupa Allah yang memiliki akal budi dan nurani masih saja jatuh ke dalam dosa. Padahal Allah melihat semua yang dijadikan-Nya “sangat baik” (Bdk. Kej. 1:31). Namun, karena iman Hawa yang mudah digoyahkan ketamakan oleh iming-iming untuk menjadi seperti Allah, maka dengan mudahnya Hawa terjatuh dalam bujukan halus “Si Iblis”. Kejatuhan Adam dan Hawa manusia pertama inilah oleh St. Agustinus (bukan oleh para eksege) menjadi dosa asal dan akhirnya diturunkan kepada semua manusia. Dosa yang bermula dari kesombongan dan keserakahan. Dosa yang menolak kasih dan taat kepada Allah.

Baca juga :  Dilema “Maya”

Selain manusia Adam pertama, seorang rasul Yesus yang bernama Yudas Iskariot yang sudah dipanggil dan hidup bersama-Nya selama tiga tahun pun masih melakukan tindakan korupsi. Yudas menjual Yesus kepada para pemuka agama dan ahli Taurat seharga tiga puluh keping perak.  Yudas menjual Yesus dengan motif ketamakan yang sudah tertanam dan tidak mampu dibenarkan hanya dengan “kata-kata kasih” semata. Kadang kala “ia mengambil dari uang kas yang dipercayakan kepadanya bukan untuk memperhatikan nasib orang-orang miskin melainkan karena Ia adalah seorang pencuri” Yohanes 12:6). Bentuk pemahaman perilaku korupsi yang dilakukan oleh Yudas tercantum dalam UU NO. 20 Tahun 2001, bahwa seseorang menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan atau sarana yang ada padanya guna memperkaya dan menguntungkan diri sendiri atau pun orang lain.

Melihat gambaran diri Yudas Iskariot dan kejatuhan manusia pertama, mau menunjukkan bahwa korupsi adalah bentuk lain dari dosa asal. Perbuatan dosa yang dikuasai keserakahan dan menjadikannya akar dari segala kejahatan. Menurut Efesus 5:5 orang yang serakah tidak akan memperoleh bagian dari kerajaan Allah. Untuk memperoleh atau menjadi bagian dari kerajaan Allah perlu adanya suatu pertobatan atau metanoia dan penyelamatan. Pertama, metanoia. Metanoia atau pertobatan yang dimaksud adalah suatu sikap sadar akan apa yang telah dilakukannya dan mampu mempertanggungjawabkannya kembali. Suatu sikap penyesalan yang dengan sadar mau untuk kembali kepada Allah. Sama halnya seperti Yudas yang sadar akan apa yang telah dilakukannya. Ia telah berdosa karena telah menyerahkan darah orang tak bersalah, lalu ia pergi dan menggantungkan dirinya sebagai bentuk dari penyesalan dan pertanggungjawabannya (Bdk. Mat. 27:4-5).

Baca juga :  Destinasi Adikodrati dan Kodrati Ala Henri de Lubac

Kedua, penyelamatan. Ketika manusia jatuh ke dalam dosa karena ketidaktaatannya kepada Allah, maka dari situ manusia jauh dari kerajaan Allah. Dalam situasi kedosaan manusia, Allah tidak meninggalkan mereka. Allah justru tetap mengasihi manusia Adam pertama dengan mengutus Adam baru, yaitu Yesus untuk menyelamatkan manusia pertama yang telah jatuh ke dalam dosa guna memperoleh kerajaan Allah kembali. Penyelamatan yang dilakukan oleh manusia Adam kedua dibuktikan melalui penyerahan nyawanya di kayu salib. Penyerahan nyawa sebagai pembuktian ketaatan manusia Adam kedua atau Yesus kepada Allah Bapa. Penyerahan nyawa manusia Adam baru telah mengangkat dan memulihkan kembali kodrat manusia Adam pertama yang jatuh ke dalam dosa (sotereologi). Lalu pertanyaannya, apakah hal serupa bisa dilakukan oleh para elite politik khususnya para korup?

Pertanyaan serupa akan mudah dijawab oleh mereka kaum daif dan miskin. Dengan serampangan mereka akan menjawab pasti bisa! kenapa tidak dibuat? Rencana sebuah masa depan cerah dengan penuh harapan telah dihalangi oleh keserakahan para kaum elite. Pasti bisa kaum elite yang gemuk membuang lemak dan cerdik melakukan sebuah pertobatan dan penyelamatan untuk “ibu pertiwi” tercinta yang berlumuran dengan para koruptor.

Baca juga :  Adven: Jalan Pertobatan dengan Membangun Cinta dalam Keluarga

Seperti seruan Paus Fransiskus dalam bulla Misericordiae Vultus. Art.19, Ibu pertiwi yang berteriak keras ke surga untuk menuntut pembalasan karena luka-luka bernanah yang terus merongrong sendi-sendi dasar kehidupan pribadi dan sosial politik. Korupsi, tindak pengerasan hati penuh dosa yang menggantikan Allah dengan ilusi seolah-olah uang adalah tuhan yang perlu didewakan dan disembah. Dengan berbagai cara akan mereka lakukan untuk mendapatkan dan memiliki hak orang lain bahkan hak hidup sekalipun menjadi taruhannya.

Melihat korupsi sebagai dosa asal yang harus ditebus dengan nyawa manusia, apakah para koruptor dengan sadar diri dan penuh tanggung jawab akan menyelamatkan bumi ibu pertiwi? Hal ini pasti akan sulit dijawab oleh para koruptor negeri ini. Para kaum elite tidak akan mampu bersuara karena mereka merasa bahwa perbuatan mereka adalah mulia demi menafkahi istri anak dan sanak saudara dalam lingkungan elite. Mari tolak korupsi dengan janji pribadi untuk tidak terlibat dalam perilaku korupsi. Janji dan komitmen sebagai bentuk pertobatan dan penyelamatan untuk bumi ibu pertiwi yang berteriak keras ke surga demi menuntut pembalasan.

#Membaca Korupsi dalam Prisma Sotereologi

By. Vian Ngago, Mahasiswa STIPAS St. Sirilus, Ruteng