Claretpath.com-Pemimpin yang nilai moralnya tumpul, berwajah ganda, pemimpin yang hanya mengutamakan kepentingan diri maupun kelompoknya daripada bonum commune (kepentingan umum). Mereka dikenal khalayak ramai dengan nama baru yaitu “koruptor” atau sang pengkhianat, yang mencuri dan memakan uang rakyat. Karena itu, hadirnya pancasila sebenarnya mengetuk hati para para koruptor tersebut. Para pengkhianat yang merugikan masyarakat sekaligus menghancurkan cita-cita pancasila sebagai ideologi negara. dengan demikian, korupsi ada dengan efek terbersarnya adalah kehancuran rakyat.
Koruptor “Sang Penghianat Bangsa”
Koruptor merupakan sang pengkhianat negara, masyarakat maupun pancasila, yang mengelabui semua orang dengan tindakannya yang baik namun di balik kebaikannnya tersebut terdapat sebuah intensi untuk menghancurkan dan merugikan, melalui korupsi. Karena itu, benarlah pepatah yang mengatakan bahwa “ada udang di balik batu”. Si koruptor (sang pengkhianat) menampilkan keotentikan intensinya secara perlahan dan di depan umum ketika telah mendapat kepercayaan dari orang lain
Namun pertanyaannya ialah mengapa para koruptor menghancurkan negara dan mengkhianati masyarakat dengan mengambil apa yang menjadi hak rakyat? Epithumia merupakan salah satu pandangan Plato yang secara implisit menjawabi pertanyaan tersebut. Menurut Plato, Ephitumia merupakan “nafsu akan kekayaan secara tak terbatas” (Wibowo, 2017: 28) di mana hal-hal yang mustahil dilakukan demi kepuasan akan hasrat tersebut.
Ephitumia juga lebih menyangkut ketidakpuasan pada tubuh. Pada dasarnya tubuh manusia selalu mengingini barang-barang material berupa makan, minum, seks singkatnya nafsu akan uang (Wibowo, 2017: 28) dan korupsi menjadi salah satu jalan pintas untuk mencapai kepuasan pada tubuh. Karena itu, tindakan korupsi menjadi hal biasa bagi orang yang berada dalam taraf epithumia ini dan sebenarnya tindakan kepuasan ini pun bertentangan dengan nilai pancasila yang sudah diterapkan sejak berdirinya negara Indonesia
Dimensi Realita dan Idealisme
Alfian, dalam tulisannya tentang pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan politik, salah satu yang dikaji olehnya ialah, tiga dimensi sebagai sebuah ideologi. ketiga dimensi tersebut adalah dimensi realita, dimensi idealisme, dan juga dimensi fleksibelitas atau pengembangan (Oetojo dan Alfian, 1991: 192). Namun di kesempatan ini, saya ingin memfokuskan pandangan saya pada dua dimensi, yakni dimensi relitas dan dimensi idealisme.
Pertama, dimensi realitas, di mana nilai-nilai pancasila hendaknya dirasakan dan dialami oleh masyarakat Indonesia secara langsung. Kedua, dimensi idealisme, ideologi (dalam hal ini pancasila) tentu mempunyai impian yang akan dicapai sebagai arah hidup masyarakat sehingga kesejahteraan rakyat menjadi transparan dan berfaedah (Oetojo dan Alfian, 1991: 192-193).
Kedua dimensi tersebut motif atau point-nya adalah kehidupan masyarakat. Dunia politik Indonesia diciptakan untuk rakyat bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hal demikian diafirmasi oleh sistem pemerintahan Indonesia, yakni demokrasi. Dalam sistem pemerintahan tersebut, rakyat memerintah atas diri mereka sendiri (Oetojo dan Alfian, 1991: 197) meskipun dipimpin oleh pemimpin tertentu. Tetapi pemimpin ada karena kehendak masing-masing rakyat yang kemudian disatupadukan untuk membentuk dan memilih seorang pemimpin.
Dengan demikian, dunia politik di Indonesia sebenarnya baik adanya. Tujuannya pun sangat mulia dan sejalan dengan cita-cita dari pancasila dan sistem pemerintahan Indonesia. Namun yang menodai bahkan mengaburkan tujuan dari politik ialah para koruptor atau sang pengkhianat. Kehadiran koruptor menghancurkan negara dan masyarkat. Perlahan namun mematikan.
Karena itu, karuptor juga dapat dikatakan sebagai musuh negara dan rakyat. Koruptor sebagai pengkhianat rakyat karena hasrat untuk memuaskan tubuh (epithumia) sangatlah besar sehingga mengorupsi dilihatnya sebagai pekerjaan lembur atau sampingan meskipun harus mengorbankan rakyat.
Eksistensi pancasila tidak lain adalah membuka kembali kesadaran mereka yang mulai tumpul bahwasannya korupsi merupakan tindakan memiskinkan rakyat bahkan menghancurkan mereka. Korupsi juga tidak sejalan dengan keinginan pancasila sehingga koruptor tidak pancasilais. Korupsi dan kehancuran rakyat adalah fakta yang akan menemani sebuah negara jika para penghianat rakyat masih dipercayakan mewakili rakyat.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.