Oleh: Patris Urbat, CMF*
Secara keseluruhan, Mazmur 4 adalah mazmur yang menuliskan tentang doa Daud pada malam hari menjelang tidur. Dalam mazmur ini Daud mau mewartakan kepercayaannya bahwa TUHAN yang dipercayainya mendengarkannya kalau ia berseru kepada-Nya. Oleh karena itu Daud mau mencurahkan isi hatinya kepada TUHAN sebelum tidur. Ia menaikan syukur atas berkat TUHAN yang telah dicurahkan kepadanya. Penyerahan diri Daud dalam Mazmur ini begitu total. Di akhir doanya, Daud membuat pernyataan bahwa hanya TUHAN yang membiarkan ia diam dengan aman, oleh karena itu ia merasa tentram sewaktu membaringkan diri untuk tidur.
Mazmur ini dimulai dengan sebuah sapaan yang terkesan sedikit ada pemaksaan dari pihak Daud. “Apabila aku berseru, jawablah aku yah Allah yang membenarkan aku”(2a), tetapi dalam kalimat selanjutnya (2b) tersimpan kepercayaan yang pasti akan Tuhan, “Di dalam kesesakan engkau memberikan kelegahan kepadaku”. Ayat selanjutnya yaitu ayat ke-3 menggambarkan situasi yang melingkupi Daud. Ada penodaan akan kemuliaan dan ada praktek penyembahan yang salah dalam masyarakat. “Mencintai yang sia-sia dan mencari kebohongan?”. Lalu, dalam ayat ke-4 Daud menempatkan dirinya sebagai orang yang dikasihi secara khusus oleh Tuhan. Bahwasannya Tuhan mendengrankan dia kalau kalau ia berseru kepada Tuhan. Ayat 5,6 berisi anjuran, entah untuk dirinya sendiri dan atau untuk orang lain. “Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa. Persembahkan korban yang benar dan percayalah kepada Tuhan”. Ada loncatan permohonan pada ayat ke-7. “Banyak orang berkata: siapakah yang akan memperlihatkan yang baik kepada kita? Biarlah cahaya wajah-Mu menyinari kami ya Tuhan!”. ALASAN dari Daud mengapa dia bersukacita yaitu terletak pada ayat ke-8, “Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur”. “Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman” (8). Ayat terakhir ini berisi kulmunasi dari semua hal yang dialami olah Daud. Di atas semunya itu, Daud mau bersyukur dan dengan penuh iman mewartakan betapa berpihaknya Tuhan kepadanya.
Dengan mendasarkan diri pada perikop di atas, saya mencobah melihat kembali perjalanan saya selama ini. Bukan bermaksud untuk menyamakan diri dengan Daud yang sungguh mengalami kasih Tuhan itu secara langsung, tetapi dalam keterbatasan mencobah menelisik apakah Tuhan itu ada?. Apakah Dia juga menyertai saya selama ini. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk sejenak melihat kembali ke belakang, dan agar dengan pasti melangkah ke depan. Adakah ALASAN untuk semuanya?.
Pada suatu kesempatan berdialog, seorang saudara sekomunitas, ia bertanya kepada saya, menurut kamu (saya) cinta itu apa?. Dengan penuh pertimbangan saya tentu menjawab banyak hal dan dengan banyak sisi melihat cinta itu dari persektif saya. Pertanyaan lanjutan yang bagi saya sangat memukul adalah apakah cinta itu sudah engkau alami? Selama engkau berada dalam biara ini apakah engkau pernah merasakan cinta? Apakah engkau merasa dicintai?. Lama saya berdiam, dan merenungkan gugatan itu. Karena saya tidak menjawab, dia melanjutkan pertanyaan dan ia bertanya tentang kehidupan doa. Setelah perjumpahan itu, saya menemukan terlalu banyak ALASAN untuk bersukacita. Saya diam dan tidak menjawab saat itu bukan karena saya merasa tidak dicintai.
Dalam satu kesempatan lain saya mendengarkan satu kisah dari salah seorang pastor yang sangat baik. Ia sangat pintar dan sangat menguasai ilmunya. Ia disenangi oleh banyak orang karena keramatamahan dan kerendahan hatinya. Dia berkata bahwa ia berasal dari keluarga yang sangat mampu. Ia juga memiliki banyak saudara yang sangat mencintai dia. Mereka sepuluh bersaudara, dicintai dan diperhatikan dengan sangat baik olah kedua orangtua mereka sejak kecil. Yang menarik dari kisah dia adalah bahwa dia sekalipun kaya dan mendapatkan banyak cinta, tidak akan pernah sebanding dengan cinta yang ia alami saat ini. “Tidak dalam arti merendahkan cinta yang diberikan keluarga”. Saat di mana ia merasa konggregasi sungguh sangat mencintai dia dan bahkan memanjahkan dia. Ia merasa diistimewahkan dalam tugas dan jabatan apa saja. Telah banyak tugas dan tanngungjawab yang telah dia embani. Dengan jujur dia mengatakan bahwa terkadang ketika memulia tugas yang baru, ada sedikit ketidaknyamanan, tetapi setelahnya ia justru merasa sangat bersyukur dengan tugasnya yang baru itu. Itulah alasan mengapa dia mau supaya lebih banyak orang merasakan seperti yang dia rasakan.
Saat ini saya mau mengatakan bahwa cinta yang sama juga sungguh saya alami selama ini. Saudara-saudara sekomunitas dan para formator sangat membantu saya untuk mengerti dan memahami cinta yang sesungguhnya. Situasi dan kondisi mengajarkan saya banyak hal. Persoalan dan tantangan menempah dan membentuk saya. Memang saya akui bahwa tak jarang saya mati rasa dan menganggap cinta itu hanya ungkapan abstrak, tetapi yang pasti cinta komunitas dan para saudara selalu ada untuk saya. Cinta itu melimpah untuk saya. Memang pengalaman saya tentang semuanya masih terbilang sangat mudah dan bahkan terkesan mengada-ada, tetapi dengan jujur saya mau mengatakan bahwa lewat pengalaman yang terbilang masih muda itu saya menemukan cinta. Oleh karena itu saya mau melantunkan sekali lagi bahwasannya alasan itu ada. ENGKAU TELAH MEMBERIKAN SUKACITA KEPADAKU.
*Misionaris Claretian
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.