Penaclaret.com – Matahari dengan keelokannya, serta sinar yang menyengat kulit mulai tampak. Pria sederhana, bertubuh kecil, disertai semangat yang membara sedang bermenung. Dialah “Antonius Maria Claret”. Seorang religius dengan kesuciannya yang mendalam. Orang memanggilnya “Claret”. Sukacita selalu terpancar dari wajahnya.
Angin sepoi-sepoi terus bertiup ke sana-ke mari. Menambah kesejukan pada tubuh nan kecil itu. Angin yang menyegarkan pikiran dan membersihkan hati. Sesaat, dia melayangkan pandangannya pada langit. Pada awan-awan yang sedang tersenyum. Alunan doa dan pujian kepada Allah, mulai keluar dari mulutnya. “Ya Allah yang baik, terima kasih, atas segala kasih sayang-Mu. Terpujilah nama-Mu.” Demikianlah penggalan kalimat doa yang keluar dari Claret.
“Tok, tok, tok”. Terdengar suara ketukan pintu. “Iya, silahkan masuk”. Kata Pater Claret. Ternyata Seorang pastor di keuskupannya. Pastor itu mulai melangkah masuk menuju ruang kerja Pater Claret. “Silahkan duduk. Apakah ada yang bisa saya bantu?” Tanya Claret. “Maaf, kalo saya menggangu waktu Bapa Uskup”. Kata pastor itu dengan nada penuh hormat. Sepucuk surat dengan bercapkan simbol istana, diletakkan diatas mejanya. “Saya menerima surat ini dari utusan istana Ratu. Katanya, ini untuk anda.” Kata pastor itu.
Sekembalinya pastor itu, Claret mulai membuka surat itu, dan mulai membacanya. Dia membacanya dengan penuh teliti. Betapa kaget dirinya, ketika membaca surat tersebut. “Apa arti semuanya ini, Ya Allah?” Tanya Claret dengan penuh kebingungan. Sejak menerima surat itu, Claret terkadang tidak bisa tidur. Dia memikirkan akan sesuatu yang jahat yang akan menimpa dirinya. Sesuatu yang akan terjadi, bila dia menjadi Bapa pengakuan Ratu. “Saya bukan orang yang suka tinggal di istana”. Kata Claret bercampur dengan kesedihan yang mendalam. “Sebab situasi istana membuat saya tidak nyaman”. Sambungnya. Claret selalu berfikir, istana akan membuat dirinya merasa tidak bebas. Dia tidak bisa dengan leluasa untuk berkotbah ke rumah-rumah umat. Dengan rasa berat, claret menerima undangan tersebut.
1857, Claret tiba di Madrid untuk menghadap paduka Ratu. Rasa takut dan cemas perlahan membayang-bayangi tubuh kecil itu. Claret mulai menuju ruangan paduka Ratu, ditemani pelayan istana. Claret dengan pakaian kebesarannya, perlahan memasuki ruangan paduka Ratu. Ruangan megah berlapis emas dengan barang-barang mewah. Tampak, seorang wanita cantik, berpenampilan indah dan mewah menghampiri dirinya. Dialah Maria Christina, Ibunda Ratu Isabel II. “Selamat datang Bapa Uskup”. Kata sang Ratu sambil tersenyum. Claret menanggapi salam Ratu dengan senyum tipis dibibirnya. Tahun yang sama, Claret disahkan menjadi Bapa pengakuan Ratu Isabel II. Ratu Isabel II diangkat ketika umurnya baru lima tahun. Ratu kecil yang selalu bersifat gembira dan spontan. Ratu yang merasakan kepahitan, kesepian, dan diperalat oleh partai-partai politik yang berlawanan.
Hati kecilnya mulai meratapi akan semua yang telah terjadi. Tinggal dibalik tembok istana, menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada dirinya. Claret merasa dirinya terkurung bagaikan seekor burung dalam sangkar. Tujuannya dalam mewartakan firman Tuhan keseluruh dunia sedikit terhenti. Namun, berjalannya waktu, Claret mulai menyadari akan tugas yang ia emban sekarang. Keterpanggilannya menjadi Bapa pengakuan Ratu, dilihatnya sebagai misteri Allah. Kehendak Allah lah yang membawanya sampai di Madrid. Sejak saat itu, Claret mulai berdamai dengan situasi istana. Doa dan penyerahan diri yang total kepada Allah, merupakan jalan satu-satunya. Jalan yang ditempuh olehnya, agar tetap bertahan dibalik tembok istana. Kebahagiaan selalu terpancar dari wajah claret. Dia tetap bersukacita, walau situasi istana terkadang membuatnya menderita.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.