Terjebak di Antara

Penaclaret.com – Entah mengapa sepasang surat datang menghampiri jiwa yang sedang bergelora. Hancur sudah mimpi Claret. Bukan surat lamaran dari wajah-wajah baru untuk mengepakkan sayap Kongregasi, melainkan sebuah surat perutusan baru. Terkejut. Demikianlah perasaan yang dialami Claret ketika sebulan setelah mendirikan Kongregasi. Sepasang surat itu beralamatkan Uskup Vich. Satu dari surat tersebut datang dari Vatikan dan yang lain dari Minister yang melayani Ratu Spanyol. Mereka mengangkat Claret sebagai Uskup Agung Santiago de Cuba.

Kejutan yang ia alami bukan karena bangga menerima pengangkatan tersebut, melainkan karena merasa  tidak pantas dan layak untuk menerima sebuah jabatan yang  agung. Dalam autobiografinya, ia menulis, “sekalipun saya memiliki pengetahuan dan kebajikan yang perlu, saya tidak boleh meninggalkan Perpusatakaan Religius dan Kongregasi yang baru saja lahir” (Aut. 495). Dua tanggung jawab tersebutlah yang membawa Claret pada sikap dilema. Ia kemudian meluangkan waktunya untuk melakukan discerment dalam retret pribadinya.

Baca juga :  Tercabut dari Mesin-mesin Tenun

Claret mengikutsertakan keempat rekannya: Rm. Yosep Soler, Rm. Yosep Passarel, Rm. Petrus Bach, dan Rm. Esteban Sala. Claret sungguh menyadari bahwa doa, saran, dan masukan dari sahabat-sahabatnya adalah suatu kebaikan tersendiri baginya. Seusai menjalankan retret, keempat rekannya tadi menyimpulkan bahwa apa yang akan ia embani adalah kehendak dari Allah. Kepercayaannya pada kehendak Allah melampaui kegelisahan di dalam hatinya.

Pada tanggal 6 Oktober 1850, Claret ditahbiskan sebagai seorang uskup di Katedral Vich. Ia saat itu berusia 42 tahun. Pada kesempatan berahmat inilah Claret menambahkan “Maria” pada namanya sebagai penghormatan dan cinta kasihnya yang besar kepada Bunda Perawan Tak Bernoda. Pengalaman perjumpaan dengam sosok ibunda, Maria, sejak kecil menghantarnya pada penunjukkan identitas sebagai Putra Hati Maria.

Baca juga :  Misinonaris Pesulap: Magis atau Latihan?

Dua bulan setelah menerima tahbisan episkopalnya, tepatnya pada tanggal 28 Desember 1850, Claret berangkat ke Kuba untuk menjalankan misi barunya. Perjalanan ke tempat ini memakan waktu ±86.400 jam. Selama kurun waktu empat bulan itu, Claret menikmati pengapan air laut dan empuknya kayu Kapal Nueva Teresa Cubana. Ia pun memanfaatkan waktu yang cukup lama ini dengan berdoa bersama para penumpang yang sangat antusias dengan kepribadiannya.

Empat bulan berlalu, Kuba akhirnya memamerkan kecantikannya yang menggoda Claret. Ya, Kuba didandani tumbuh-tumbuhan subur, burung-burung yang beranekaragam, ladang-ladang yang tersusun rapih dan masih banyak lagi. Di tempat ini, Claret memulai misi apostoliknya dengan berziarah ke tempat suci Bunda Cinta Kasih, sebuah tempat yang berada di tengah pegunungan Maestro.

Baca juga :  Claret dan Serikat Yesus

Tanah yang subur dan kaya memang terkadang dan bahkan selalu menjadi incaran para kaum berduit. Diskriminasi, penganiayaan, rasisme, nepotisme merupakan senjata ampuh untuk menguasai kaum miskin. Demikianlah yang dihadapi Claret dalam misi apostoliknya ini. Berbagai penyimpangan nilai kemanusiaan ini diretasnya dengan sistem-sistem baru untuk membebaskan mereka yang terpasung dalam sistem yang mengerikan itu.