ClaretPath.com – God Traffiking vs Kasih
Bacaan pertama: Yes. 49:1-6;
Bacaan Injil: Yoh. 13:21-33.36-38.
Penikmat ClaretPath yang budiman, menjelang Paskah, bacaan-bacaan Injil yang kita renungkan cukup menegangkan. Kita dihadapkan dengan narasi detik-detik terakhir hidup Yesus. Tokoh-tokoh yang terlibat di dekat Yesus juga turut kita renungkan sesuai karakternya masing-masing. Hari ini, Kita menemukan beberapa tokoh yang sangat akrab di telinga, yakni para Rasul. Secara spesifik, penginjil Yohanes menyebut beberapa diantaranya, murid yang dikasihinya (bdk ayat 23), Petrus (ayat 24), dan Yudas (ayat 27). Titik fokus penginjil pada kisah ini lebih dominan pada Petrus dan Yudas. Entah apa alasan penginjil, kita bisa menilai dari angle masing-masing.
Yudas mata “duitan”
Tokoh Yudas yang tampil pada Injil hari ini, sangat ngeri kalau direfleksikan secara bekelanjutan dengan bacaan Injil kemarin. Kemunculannya dalam kisah Maria menyeka kaki Yesus dengan minyak Narwatsu murni, menjebloskannya sebagai tokoh antagonis yang akut. Ia sama sekali tidak menilai tindakan Maria itu sebagai bentuk kasih yang amat besar terhadap Yesus. Ia malah menilai secara matematis, untung-rugi, terhadap minyak yang dipakai Maria. Baginya minyak tersebut bisa dijual dengan harga yang mahal, daripada hanya mengoleskannya pada kaki Yesus. Boleh dibilang “Yudas mata duitan.” Apa-apa harus ada untungnya.
Karakter Yudas yang demikian, sudah terbaca oleh Yesus sejak awal. Lantas pada saat perjamuan bersama, Yesus memberi clue bahwa akan ada tindakan God Traffiking yang akan terjadi. Tuhan akan dijual oleh manusia mata duitan demi keuntungan pribadi. Namun, di antara para Rasul, tidak ada satu pun yang memahami clue yang disampaikan Yesus. Bahkan kalau kita baca pada Injil lain “Yudas bertanya pada Yesus bukan aku ya Rabi? (Mat 26: 25). Yudas mengingkari dirinya sendiri.
Petrus juga melakukan God Traffiking
Berikutnya kita menemukan karakter Petrus. Berbeda dengan Yudas, Petrus malah sangat getol mengabdikan dirinya untuk pergi bersama Yesus ke mana saja, bahkan sampai mempertaruhkan nayawa. Yesus ragu. Yesus sudah menyadari bahwa Petrus mengatakan demikian hanya di mulut saja. Ia tidak seberani itu. Ia juga nantinya akan melakukan hal yang sama seperti Yudas, God Traffiking. Bedanya, Petrus tidak melakukannya demi uang, tetapi demi menyelamatkan diri sendiri dengan menyangkal Yesus tiga kali.
Bagaimana respon Yesus? Tentu sangat bertolak belakang. Yesus membiarkan itu semua terjadi. Yesus sama sekali tidak membenci atau mengadili mereka di hadapan rasul yang lain. Yesus malah mengampuni mereka. Kalau kita mencoba menebak alasan Yesus, mungkin salah satu kategorinya ialah Yesus menyadari diri sebagai Tuhan yang Maha Kasih. Sangatlah paradoks kalau Yesus mengingkari Ketuhanan-Nya dan menjadi pembalas dendam. Itu berarti Yesus sama dengan manusia dari segi karakter. Nyatanya tidak demikian. Yesus masih konsekuen dengan ajaran-Nya bahwa kasih yang palin besar adalah kasih seorang sahabat yang merelakan nyawanya. Yesus konsisten dengan hukum kasih.
Yesus teladan totalitas
Teladan Yesus ini sangat mahal. Seberapa pun hebat kita sebagai manusia, tetap saja merelakan diri secara percuma demi orang lain, pasti perlu dipikir-pikir terlebih dahulu. Akan tetapi, itu bukan berarti kita sama sekali tidak bisa melakukannya sedikit pun. Mungkin tidak setotal Yesus, tindakan-tindakan sederhana sesuai kemampuan kita saja sudah cukup. Kita boleh menilai diri masing-masing sejauh mana tindakan kita sudah benar-benar mengorbankan diri demi orang lain.
Misionaris Claretian yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.