Firman  (logos) yang Telah Menjadi Manusia

Fr. Jery Mamput, CMF

Ignoratio Scripturarum, Ignoratio Christi est
Picture by Paroki Tomang Gereja Maria Bunda Karmel

ClaretPath.com – Firman  (logos) yang Telah Menjadi Manusia

Perikop injil Yohanes 1:1-14, Firman yang Telah Menjadi Manusia

1:1 Pada mulanya adalah Firman .  Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. 1:2 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. 1:3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. 1:4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. 1:5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapandan kegelapan itu tidak menguasainya. 1:6 Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; 1:7 ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. 1:8 Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. 1:9 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang sedang datang ke dalam dunia. 1:10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. 1:11 Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. 1:12 Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; 1:13 orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. 1:14 Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya,v  yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karuniadan kebenaran.  [1]

Bicara mengenai logos, tidak terlepas dari latar belakang munculnya, yakni dari budaya Helenisme. Dalam budaya helenis logos memiliki suatu nilai rujukan pada pemikiran dari dalam dan berhasil diungkapkan. Tidak terlepas dari itu, kaum stoa juga memiliki suatu pemikiran khusus mengenai logos ini, yakni, logos adalah pemerintah atas seluruh alam semesta dan juga berada dalam pikiran manusia. Diyakini logos ini menembus segalah ciptaan-Nya.  Dalam agama Yunani kuno logos dapat diartikan sebagai dewa yang mewakili kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan. Dewa ini bahkan dianggap sebagai penghubung antara alam semesta dan kekuatan supernatural yang mengarahkan hidup manusia. Pemikiran logos seperti ini hampir mirip dengan pemikiran plato, bahwa logos itu pengantara antara Allah dan dunia yang digunakan Allah dalam penciptaan dunia. [2] Perlu ditegaskan antara logos Yunani dan Yohanes memiliki suatu perbedaan Yohanes lebih mengambil latar belakangnya dari perjanjian lama, Hebrew revelation. Firman Allah dalam perjanjian lama dipakai dalam tindakan Allah, secara khusus dalam konsep penciptaan, pewahyuaan, dan penyelamatan. Sedangkan dalam Yohanes, logos atau firman itu lebih ditujukan pada Kristus Anak Allah.

Teolog besar St. Agustinus (IV M) juga membahas tentang logos dalam tulisanya. Bagi Agustinus Logos itu sebagai prinsip dasar yang mengatur segalanya, baik alam semesta maupun pemberian makna hidup bagi manusia.[3]  Dengan demikian Yohanes penginjil menghadapkan kedua pandangan ini (Yunani dan Agustinus) dalam permulaan Injilnya (Yoh. 1:1-14). Ini memang merupakan bagian prolog dari injil Yohanes, dimana Yohanes memberikan sebuah keterangan Putra Allah yang menjelma, Konsubstansial.[4] Selanjutnya dikatakan, Firman (logos) ini bahkan diulangi dalam injil Yohanes yang mengambil sebuah pengertian demikian “sesuatu yang sama yang sebelumnya adalah firman, adalah hidup dan terang, sekarang telah menjadi daging.”[5]

Sebenarnya dalam Yohanes 1:1-14, memberi tahu kepada pembaca bahwa Yesus Kristus adalah inkarnasi dari firman yang sudah ada sebelumnya dan bahwa kehidupan, cahaya, dan filiasi Ilahi mengalir dari penerimaan kisah Allah yang tak terlihat yang diungkapkan oleh firman yang menjelma.[6] Memang seperti demikian maksud penulis dalam tulisan ini hendak ingin menyampaikan arti logos yang sebenarnya. Mungkin dari kita sebagai orang Kristen Katolik belum sepenuhnya memahami atau bahkan salah memahami logos yang ditampilkan dalam prolog Injil Yohanes. Jangan sampai kita seperti Filo dari Alexandria yang memahami logos sebagai yang tak berkpribadian atau dengan kata lain hanya sebagai sebuah kiasan dalam penggunananya.[7] Hal ini tentu bertentangan dengan maksud dari Logos dari injil yohanes, bahwa logos itu nyata, logos adalah Allah sendiri.  Semoga tulisan ini betul-betul mengkaji dan memberi ruang informasi dan memberi nuansa historis kritis yang menarik untuk para pembaca.

Baca juga :  Merawat Alam sebagai Jalan Menuju Kekudusan

                 Pada akhir abad ke-2, mula-mula gereja mengakui injil Yohanes sebagai sebuah karya dari rasul Yohanes. Dalam catatan St. Irenius juga mengatakan hal yang sama bahwa Rasul Yohanes sendirilah yang menulis injil ini. Memang seperti demikian karena St. Irenius sendiri diyakini sebagai murid dari Rasul Yohanes. Dalam Free Bible Commentary juga menegaskan bahwa, penulis injil tidak mencantumkan nama, namun mengisyaratkan Yohanes sendirilah yang menulisnya. [8] jika dilihat secara teliti injil Yohanes menggunakan paham orang ketiga tunggal. Seperti frasa yang diberikan oleh Polycrates dan Irenius, keterangan mengenai Yohanes adalah “murid yang dikasihi-Nya” (Yoh. 19;25-27; 20:3-10; 21:20, 24).  Jika demikian, bagi penulis hipostesis yang diambil adalah, nampak penulisan injil Yohanes bukan hanya hanya hasil karya dari satu orang saja melainkan juga ada tambahan tulisan orang lain. Berarti dengan demikian, kemungkinan injil Yohanes bukan ditulis oleh seseorang saja.[9]

Atau kita dapat simpulkan menurut Free Bible Commentary, demikian:

  1. Bukti untuk Yohanes sendiri sebagai sumber utama bagi bahan dari Injil ini.
    1. bukti internal
      1. si penulis mengetahui pengajaran-pengajaran dan ibadah Yahudi dan berbagi dalam pandangan dunia PL mereka
      1. si penulis mengetahui kondisi Palestina dan Yerusalem sebelun tahun 70 M
      1. si penulis mengaku sebagai saksi mata 1:14

19:35

21:24

  • Si penulis adalah seorang anggota kelompok para rasul, karena ia mengenal:
    • Rincian dari waktu dan tempat (pengadlam malam hari)
    • Rincian angka/jumlah (tempayan air di 2:6 dan ikan di 21:11)
    • Rincian mengenai orang-orang

Si penulis mengetahui rincian peristiwa dam reaksi-reaksi terhadapnya. Si penulis nampaknya diberi sebutan “murid yang dikasihi”

a) 13:23,25

b) 19:26-27, 34-35

c) 20:2-5,8

d) 21:7, 20-24

Si penulis nampaknya adalah anggota dari kelompok inti sejalan dengan Petrus. a) 13:24

b) 20:2

c) 21:7

Nama Yohanes, anak Zebedeus, tak pernah muncul dalam Injil ini, yang nampaknya sangat tidak biasa karena ia adalah anggota dari kelompok inti para Rasul.

  • Bukti Eksternal
  • Injil yang dikenal oleh
    • Irenaeus (120-202 M) yang berhubungan dengan Polikarpus, mengenal Rasul Yohanes (lih. buku Eusebius Ekkleastikus Historis 5:20:6-7) – “Yohanes murid Tuhan yang bersandar di dadaNya dan dirinya sendiri menerbitkan Injil di Efesus di Asia” (Haer, 3:1:1, dikutip dalam buku Eusebius Ekkl Hist. 5:8:4).
    • Klemens dari Aleksandria (153-217 M) – “Yohanes yang didorong oleh teman- temannya dan tergerak secara Illahi oleh Roh, menyusun suatu Injil rohani” (buku Eusebius Ekkleastikus Historis 6:14:7)Martir Yustinus (110-165 M) dalam bukunya Dialog dengan Trypho 81:4Tertulian (145-220 M)
  • Kepenulisan oleh Yohanes diteguhkan oleh saksi-saksi awal.
    • Polikarpus (70-156 M, dicatat oleh Ireneus), uskup dari Smirna (155 M)
    • Papias (70-146 M, dicatat oleh Prolog Anti-Marconite dari Roma dan Eusebius), yang adalah uskup dari Hierapolis di Phyrgia dan dilaporkan menjadi murid Rasul Yohanes.[10]     

 Dengan demikian penulis dapat mengambil suatu kesimpulan, injil Yohanes ditulis bukan hanya ditulis oleh seseorang, melainkan juga melibatkan orang lain dalam penulisanya, yang terlibat mengelolah dan menyusu injil, sehingga menjadi sebuah kitab Injil Yohanes.

Baca juga :  Karl Marx: Agama sebagai Alienasi dan Opium

Kapan injil Yohanes ditulis? Untuk menjawabi pertanyaan ini tergantung suatu kompleks matrix, bahkan tergantung siapa audiencenya, tujuannya, dan kesempatannya  untung menulis, dan faktor-faktor lainya. Dalam pencarian tanggal komposisi yang paling mungkin, 70 M dan 135 M, berfungsi sebagai termini ad quem, (tanggal terawal dan terbaru yang masuk akal).[11]  Pembuktian ini dapat dilihat dari, pertama, tanggal ini sendiri ditentukan atau dirujuk oleh Yohanes pada kemartiran petrus (Yoh. 21:19), yang terjadi pada tahun 65 M atau 66 M, dan dengan penggambaran Yohanes tentang Yesus sebagai pengganti bait suci, yang penghancurannya pada tahun 70 M. Kedua, tahun kedua ditentukan dengan penemuan awal manuscript Perjanjian Baru dari Papyrus pada abad 20, dan alhasil merujuk tahun 135 M sebagaimana yang termuat dalam (Yoh. 18:31-32 dan 37-38).[12]

 Drane memiliki suatu pendapat bahwa injil Yohanes ditulis pada tahun 70 M dan 100 M. Dia memberikan suatu pemahaman bagaimana di Palestina memperlihatkan Yesus adalah mesias (Yoh. 20:31), meskipun disisi lain orang Kristen dianggap bidaah oleh orang Yahudi yang tidak percaya kepada Yesus. Tetapi, jika dilihat tulisan injil Yohanes justru memiliki suatu arah yang relevan menuju hellenisme dengan kata, mesias (Yoh.1;41); Rabbi (Yoh.1:38); rabbuni (Yoh. 20:16) dan sebagainya.

Dengan demikian dari periode di atas, penulis mengambil pemahaman Drane bahwa injil Yohanes ditulis dalam kurun waktu pada tahun 70 M DAN 100 M. Mengapa demikian? Menurut penulis ini terjadi karena semua berpangkal pada Yesus yang sebagian yang sudah ada dalam bentuk tertulis, dan kemungkinan ada tambahan dari orang lain dalam kurun waktu setelah 70 M, yang menjadi satu karya kitab injil Yohanes.

         Bicara mengenai tempat penulisan, kita menuju bagaimana perkembangan gereja pada zaman Irenius yang mengatakan bahwa injil Yohanes ditulis oleh seorang murid yang dikasihi Yesus. [13] Sebutan murid yang dikasihi ini sangat diakui oleh Irenius, di mana ia meyakini bahwa yang murid yang dikasihi ini adalah orang yang duduk sebelah Yesus, tidak sampai disini, ia juga menegaskan bahwa Yohanes adalah murid yang dikasihi itu.

 Groenen juga meyakini bahwa Injil Yohanes ditulis pada Tahun 100 M di Efesus. Memang pada saat itu kekristenan sudah menyebar ke dunia non-Yahudi, sehingga kekristenan atau gereja tidak hanya lagi sebatas dalam pegangan orang ahudi, tetapi juga digenggam oleh orang non-yahudi. Jika secara teliti membaca sumber-sumber yang lain, tempat penulisan injil Yohanes memiliki suatu nuansa yang sama dengan tahun penulisannya. Memang diteliti dari beberapa sumbe injil Yohanes memang ditulis di Asia Kecil, Efesus.[14]

         Penulis memahami konteks siapa tujuan injil Yohanes ini ditulis. Setelah mengkaji waktu dan tempat penulisan injil Yohanes, penulis meyakini juga bahwa injil ini ditulis untuk gereja-gereja di Provinsi Romawi Asia Kecil, Efesus. Dan juga penulis membuat silabus, di mana dilihat dari kedalaman dan kesederhanaan hidup Yesus, injil ini nampaknya memiliki daya ketertarikan bagi orang-orang percaya kelompok non-Yahudi Helenistik dan kaum gnostic.

Teologi Injil Yohanes 1:1-14 (Bentuk Refleksi Penulis)

Secara umun perikop Firman Menjadi Manusia mengkaji sebuah makna yang berorientasi pada sang logos telah menjadi manusia. Hal ini dilihat dari analisis teologi injil sendiri, yakni fokus pada inkarnasi. Memang seperti demikian perikop ini selalu mengarah setiap pembaca untuk mengenal lebih dalam apa yang dimaksud dengan logos itu dan mengapa ia menjadi manusia. Memang pertanyaan ini sangat dikontemplasikan oleh gereja sebagai sebuah refleksi iman dan akal budi. Jika kaji secara umum mengapa logos itu mau datang dan menjadi manusia, dikarenakan Allah sendiri ingin bersolider dengan manusia sendiri. Nampaknya ini seperti sebuah paham Thomas Aquinas, bahwa Rahmat selalu bekerja menyempurnakan kodrat, grace perfects nature.

Secara teliti penulis melihat bahwa injil Yohanes memiliki perbedaan penulisan dengan model injil sinoptik saat memulai injil. Dalam injil, Yohanes tidak menampilkan langsung siapa yesus. Yohanes menuntun pembacanya terlebih dahulu dengan pengenalan Logos, yang nampakanya sama dengan Yesus Kristus pada akhir prolognya.

Baca juga :  Ironi Kemusnahan Keturunan Eli dalam 1 Samuel 1-4

 Logos sendiri adalah sang pencipta segala yang ada bahkan telah dilahirkan menjadi daging dalam dunia yang diciptakannya. Ben Witherington dalam komentarnya mengenai perikop ini mengatakan Yohanes selalu berkepentingan untuk menjelaskan bahwa logos bener-bener-bener menagmbil posisi sebagai daging manusia dan bahwa, dia adalah satu-satunya perantara antara manusia dan Allah.[15]

Prinsip Teologis Yohanes 1:14

1. Firman atau Logos adalah pusat dari alam semesta, kehidupan manusia, dan pusatpemberitaan Gereja.

2. Firman itu telah menjadi manusia sejati, otentik, bukan pura-pura menjadi manusia.

3. Logos itu hidup dalam tubuh manusia baru atau berkemah di antara manusia dan tidak menjauh dari dunia manusia dan sesama.

4. Logos itu telah menjadi manusia sejati yang tanpa dosa dan tidak kompromi dalam dosa.

5. Logos itu telah menjadi manusia yang memancarkan kemuliaan Allah dan memuliakan Allah yang tampak kepada manusia dalam kesucian, karya, dan moral-Nya.

6. Logos itu Anak Tunggal Bapa yang telah menjadi manusia yang berkarya guna menebus manusia berdosa.

7. Logos itu telah menjadi manusia penuh kasih karunia guna keselamatan manusia berdosa.

8. Logos itu telah menjadi manusia dalam karyanya penuh kebenaran dan berpedoman pada kebenaran.[16]


[1] Diambil dari, https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=yohanes%201:1-14

[2] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2005: hal. 543-545

[3] Jackson, A. V. W. Research in Manicheism, Delhi: Facsimile Publisher 2016.

[4] Jonar Situmorang, Filsafat Yunani, (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2020), hal. 33

[5] Band. Jhon Albert Bengel, New Testament Word Studies, VOL 1, (Grand Rapids, Michigan: Kregel Publications,1978), hal. 544

[6]Francis J. Moloney, The Gospel Of Jhon: Sacra Pagina, vol. 4, (Austria: Liturgical press, 1998), hal. 34

[7]Donald Guthire, Teologi Perjanjian Baru 1: Allah, Manusia Kristus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hal. 363 

[8] http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL04_indonesian.pdf

[9] Michael H. Crocby, Do You Love Me? Jesus Questions the Church, (Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 2009), hal. xx

[10] http://www.freebiblecommentary.org/pdf/ind/VOL04_indonesian.pdf

[11] The scholars who suggest pre-AD 70 date for John is Robert M. Grant, A Historical introduction to the New Testament, (London: Collins, 1963), pg. 152-153

[12] Adreas J. Kostenberger, A Theology of Jhon’s Gospel and Letters, (USA: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data “Zondervan”, 2009), pg. 82

[13] Ben Witherington, Apa yang Telah Mereka Lakukan Tentang Yesus, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 212

[14] https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4062/4/T2_752010026_BAB%20III.pdf

[15] Ben  Witherington, John’s Wisdom: A Commentary on the Fourth Gospel, (Louisville: John Knox Press, 1995), 53. 

[16] Josapat Bangun, Makna Logos dan Logika Dalam Yohanes 1:14 bagi pertumbuhan Iman Kristen masa kini, vol. 5, (Jurnal Teologi Berita Hidup, 2023), hal. 10