Kamis Pekan Biasa XXX
(Pesta St. Simon dan St. Yudas, Rasul)
Bacaan I: Efesus 2:19-22
Bacaan Injil: Lukas 6:12-19
Penaclaret.com – Para sahabat Pena Claret yang terkasih, hari ini kita merayakan ulang tahun yang ke-93 momentum sumpah pemuda. Sumpah mereka untuk satu dalam hidup berbangsa, bernegara, dan berbahasa menjadi fondasi terbangunnya kesatuan antarsemua manusia yang notabene berbeda kultur, agama, bahasa, etnis, dan ras dalam bumi Nusantara. Kesatuan di sini bukanlah sebuah penyamarataan terhadap yang berbeda. Kesatuan adalah sebuah spirit. Beberapa dekade setelah momentum sumpah pemuda, spiritualitas tersebut dibakukan gramatikanya dalam butir-butir Pancasila, yang kemudian menjadi causa paradigmatic kita mengelola keberagaman. Hemat saya, sama halnya dengan Pancasila, bacaan-bacaan suci hari ini juga dapat menjadi batu pijakan kita memanajemen keberagaman hidup.
Para sahabat Pena Claret yang terkasih, Rasul Paulus mengamanatkan kepada jemaat di Efesus perihal kesatuan. Hidup di dalam Kristus tidak membuat orang memandang sesamanya dengan kacamata biner, yakni kita-mereka atau saya-dia (Bdk. Ef 2:19). Semua yang dibaptis memiliki status dan kedudukan yang sama, yakni anak angkat Allah atau saudara angkat Yesus. Kesatuan atau persaudaraan yang dibangun dalam Yesus berfondasikan Roh Kudus. Ia jauh melampaui berbagai kategori sosiologis, geografis, dan antropologis. Persaudaraan dalam Roh Kudus memampukan kita melampaui tataran fisik dan sentimentalitas. Kita mampu untuk menjadi sebuah bangunan yang kokoh ketika fondasi kehidupan kita dibangun dengan Roh.
Injil hari ini berkisah tentang panggilan dari kedua belas rasul (Bdk. Luk. 6:14-16). Kelompok dua belas berasal dari latar belakang yang berbeda. Sebagai misal ada Simon orang Zelot. Petrus dan Andreas, mereka berprofesi sebagai nelayan, rasul-rasul lain juga memiliki kekhasan mereka sendiri. Kekhasan di antara mereka tetap dihidupi secara dinamis karena Kristus. Perbedaan antarmereka tidak menjadi problem bagi terbangunnya sebuah komunitas manusia yang kental dengan persaudaraan dan keharmonisan. Kadang, kita mendengar soal-soal kecil di antara mereka, yakni pertentangan soal siapa yang terbesar dan terkecil dan siapa yang layak untuk duduk di sisi kanan dan kiri Yesus. Akan tetapi, konflik-konflik kecil semacam ini tidak menjadi bumerang bagi kebersamaan dan terjalinnya kesatuan antarmereka. Berbagai konflik yang dialami karena perbedaan pendapat menjadi batu ujian untuk terus mengevaluasi diri demi membangun sebuah kebersamaan yang dinamis. Roh Kuduslah yang memampukan kita untuk hidup bersama di dalam perbedaan.
Para sahabat Pena Claret yang terkasih, dalam hidup berbangsa dan bernegara, kita telah memiliki domain etis dan epistemologis yang jelas, yakni Pancasila. Kesetiaan kita untuk mengamanatkan nilai-nilai Pancasila menjadi upaya kecil kita merawat dan membangun kesatuan antarkita. Namun, kita perlu jujur bahwa tidak selamanya kita setia mengamalkannya dalam tapa dan laku kita. Kita perlu jujur mengakui bahwa kita membutuhkan urapan Roh Kudus. Roh Kudus ini telah dicurahkan kepada semua kita. Ia terus menerangi dan mengarahkan setiap tapa dan laku kita. Mari kita menyelaraskan kehendak kita dengan kehendak Roh Kudus. Semoga Tuhan memberkati kita.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.