ClaretPath.Com–Penolakan Yesus
Hari Rabu Pekan Biasa Ke-IV, 1 Februari 2023
Bacaan I: Ibr. 12:4-7. 11-15
Bacaan Injil: Mrk. 6:1-6
Hidup adalah sebuah petualangan. Terus bergerak dan bermigrasi ke lain tempat. Petualangan kehidupan manusia ini pun sarat dengan banyak hal dan penuh misterius. Dalam kemisteriusannya itu, manusia menjalani hidup dengan berbagai macam situasi, baik itu pengalaman suka maupun pengalaman duka, pengalaman senang maupun pengalaman buruk. Situasi seperti ini tentunya tidak bisa kita nafikkan sampai pada akhirnya kita (manusia) kembali pada Sang Pencipta. Namun, dalam lekatan setiap pengalaman baik dan buruk itu pasti tersirat sebuah makna indah sebagai motivasi dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.
Sahabat-sahabat ClaretPath yang terkasih, Penginjil Markus hari ini menampilkan sebuah kisah menarik sekaligus memprihatinkan mengenai penolakan Yesus di tanah asal-Nya sendiri, Nazareth. Apa alasan utama Yesus dari peristiwa penolakan tersebut? Bukannya Yesus adalah anak kompleks; anak dari Nazareth juga? Penulis Injil Markus pun tak lupa menampilkan secara jelas alasannya; yakni bahwa orang-orang Nazareth itu tidak percaya akan kuasa mengajar Yesus. Di samping itu juga, mereka takjub akan pengajaran Yesus namun di sisi lain mereka kecewa dan tidak percaya akan kuasa Yesus tersebut.
Anak Tukang Kayu: Alibi Penolakan
Sungguh sebuah paradoksal yang memprihatinkan. Hal ini yang memicu terjadi peristiwa penolakan Yesus itu adalah, bahwa mereka mengetahui latar belakang Yesus yang adalah seorang anak tukang kayu. Tidak lebih dari itu. Profesi Yesus sebagai seorang tukang kayu yang mengikuti ‘ayah-Nya’ (St. Yoseph), rupa-rupanya “membutakan” mata orang-orang sekampung-Nya sendiri. Pekerjaan sebagai tukang kayu itulah yang menjadi alibi penolakan Yesus. Sungguh menyakitkan. Mereka tidak mengenal dengan baik sosok Yesus yang adalah Sang Guru sejati yang penuh kuasa dan wibawa. Bahkan kita bisa membuat sebuah hipotesis kecil bahwa, Yesus sebagai Yesus adalah sosok yang sangat mereka kenali dengan baik. Tetapi Yesus sebagai Kristus, Mesias itulah yang tidak mereka kenali.
Dalam kenyataan hidup sekarang, profesi sebagai seorang tukang kayu memang tidak begitu mentereng bagi orang-orang tertentu. Namun, pada dasarnya profesi tersebut adalah salah satu pekerjaan yang mulia. Bagaimana tidak, seorang tukang kayu mampu merancang dan menghasilkan sesuatu yang lebih bermakna dan bernilai guna. Hal yang sama juga ada dalam diri Yesus. Sebagai Anak tukang kayu, Yesus mampu merancang dan menciptakan sesuatu yang indah dan menyelamatkan. Akan tetapi, ini bukan soal tukang kayu atau apa pekerjaan Yesus. Melainkan, peristiwa penolakan ini juga mau menunjukkan sisi ke-Ilahi-an dan ke-manusia-an-Nya.
Peristiwa penolakan Yesus yang terjadi di Nazareth itu pun menjadi gambaran umum akan ketidakpercayaan manusia kepada Yesus. Pribadi-pribadi; (Orang Nazaret) merujuk pada manusia masa kini yang awalnya kagum dan ‘respect’ pada Yesus namun, pada saat-saat lain mereka menolak dan bahkan membenci-Nya. Ketidakpercayaan yang terus bertumbuh dewasa itu rupanya juga ‘mengherankan’ Allah. Namun, di tengah-tengah ketidakpercayaan itu, Allah melalui Yesus, tetap melalukan mukjizat dan karya pewartaan-Nya yang menyelamatkan. Sebab nama Allah itu sendiri adalah Kasih Yang Tak Berkesudahan.
Cukup Pindah Ke Lain Hati dan Lain Tempat
Bagaimanakah sikap Yesus dalam menanggapi insiden penolakan tersebut? Menangapi penolakan itu, Yesus menyikapinya dengan rendah hati. Ia tidak memaksakan kehendak-Nya. Ia menyadari betapa susahnya diterima sebagai seorang nabi di tempat-Nya sendiri. Melihat kenyataan ini, Yesus heran karena mereka belum juga percaya kepada-Nya meski telah ada banyak tanda yang dinyatakan oleh-Nya. Namun demikian, Yesus sekali lagi tidak memaksakan kehendak-Nya. Inilah juga yang sering kita jumpai dalam kehidupan diasporis kita bahwa, terkadang kita tidak terlalu mendapatkan penerimaan yang baik di tempat asal kita masing-masing.
Hal-hal baik yang kita miliki dan lakukan rupa-rupanya tidak begitu berpengaruh terhadap orang-orang sekampung kita sendiri. Sebaliknya, kita malah akan ‘berbicara banyak’ (aktif dan berpengaruh) di tempat perantauan maupun pengembaraan kita. Inilah salah satu hukum perantauan atau petualangan hidup kita. Karena itu, tidak perlu merasa rendah diri bila mengalami situasi penolakan di tempat asal kita sendiri. Rendah diri bukan berarti kita tidak berarti apa-apa. Yesus, Sang Guru dan Sahabat kita telah mengalami peristiwa pilu dan memprihatinkan itu. Akan tetapi, dari-Nya kita belajar bahwa ‘obat penangkal’ terbaik bagi peristiwa penolakan itu adalah cukup dengan lengser atau berpindah ke seberang. Bergerak atau cukup pindah ke lain hati dan lain tempat yang siap dan terbuka untuk menerima kehadiran kita.
Akhirnya, kita perlu memohon hati yang jernih untuk membantu kita dalam memahami karya keselamatan dalam diri Kristus. Semoga melalui Firman Tuhan hari ini juga, kita semakin bertumbuh menjadi pribadi yang selalu percaya dan mengandalkan Tuhan dalam seluruh peziarahan hidup kita. Semoga Rahmat Tuhan senantiasa menyertai kita. Amin.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.