ClaretPath.com-Thomas Hobbes dalam gagasan tentang negara sebagai Leviathan mengharuskan bahwa manusia hanya dapat hidup berdamai jikalau ditertibkan dengan paksa. Lebih lanjut dikatakan bahwa ia sama sekali tidak percaya bahwa manusia bisa diajak bertanggung jawab. (Suseno;109,1997). Tentu gagasan ini didasari Hobbes bahwa manusia sekedar mahkluk ingstingual; dalam tindakannya ditentukan oleh dorongan-dorongan irasional emosional dalam batinnya. Apakah dengan demikian manusia sekali lagi diragukan seperti Hobbes tidak dapat diajak bertanggung jawab? Dengan apakah sedini ini kita “mengurung” tanggung jawab?
Seberapa pentingkah tanggung jawab dalam corak hidup sebuah masyarakat? Apakah kemanusiaan manusia pada umumnya diukur sejauh mana ia bertanggung jawab dalam hidup sosialnya? Apakah tanggung jawab yang menentukan keberadaanya sebagai manusia atau kemanusiaannya yang menentukan tanggung jawab?
Apakah tanggung jawab itu dalam dirinya adalah baik sehingga perlu diperjuangkan bahkan ketiaadaan tanggung jawab dari seorang manusia meniadakan adanya manusia sebagai yang rasional? Ataukah karena memilih bertindak irasional maka ia tidak bertanggung jawab? Jikalau tanggung jawab itu baik dalam dirinya dan niscaya menentukan kemanusiaan seorang manusia maka tanggung jawab adalah sebuah “kewajiban”!?
Jikalau tanggung jawab adalah sebuah kewajiban, maka selaraskah tanggung jawab itu adalah kehendak baik? Menurut Kant, kehendak baik adalah kehendak yang mau melakukan apa yang menjadi kewajibannya, murni demi kewajibannya itu sendiri (Suseno;1998,136). Jika parameter yang dipakai adalah etika Kant yang disebut Suseno sebagai etika kewajiban maka tanggung jawab adalah kehendak baik karena bertindak sebagai sebuah kewajiban.
Namun, gugatan atas hipotesa tanggung jawab adalah kehendak baik karena bertindak demi kewajiban itu sendiri atau tanggung jawab adalah kewajiban ialah mengapa masih ada manusia yang mau memilih untuk tidak bertanggung jawab? Apakah dengan demikian lahirlah anti tesis bahwa tanggung jawab bukan sebuah kewajiban? Karena ada manusia yang tidak bertanggung jawab. Ataukah bagi manusia yang tidak bertanggung jawab, tanggung jawab mereka adalah tidak bertanggung jawab? Apakah tanggung jawab itu relatif?
Kant melihat dengan kaca mata filosofis yang lebih teliti. Dalam kategori imperatif ia menjelaskan dengan baik bahwa imperatif (perintah) berarti: ada keharusan, jadi orang tahu bahwa ia berkewajiban untuk menghendaki prinsip-prinsip itu, akan tetapi belum tentu ia melakukannya, karena kesadaran moralnya harus bersaing dengan pelbagi perasaan dan kecendrungan seperti kemalasan atau perasaan takut (Suseno;1998,137). Suatu perintah adalah prinsip yang memuat keharusan, akan tetapi tidak memaksa. Kita tetap bebas, mau mengikuti perintah itu atau tidak.
Apabila tanggung jawab memiliki roh kewajiban maka apakah tanggung jawab itu tergolong dalam sebuah kategoris imperatif Kant? Ataukah terlalu dini memaksa “pakian” tanggung jawab untuk dikenakan pada “tubuh” kategoris imperatif? Imperatif kategoris berlaku mutlak dan tanpa kecuali karena apa yang diperintahkan olehnya merupakan kewajiban pada dirinya sendiri, jadi tidak tergantung dari suatu tujuannya. Dan imperatif kategoris ini berbenturan dengan impertaif hipotesis yang menyuruh melakukan suatu tindakan hanya atas dasar pengandaian bahwa kita mau mencapai suatu tujuan tertentu. Apakah tanggung jawab itu imperatif kategori atau imperatif hipotesis, ataukah tidak termaksud keduanya?
Apakah tanggung jawab perlu direduksi? Konsep reduksi ini dipinjam dari Edmund Husserl yang berbicara tentang reduksi fenomenologis. Reduksi fenomenologis juga disebut sebagai epoche. Epoche secara harafiah dapat diartikan sebagai penangguhan putusan. Di dalam reduksi fenomenologis, epoche berarti menangguhkan segala pengandaian kita terhadap dunia. Maka kita perlu memberikan penangguhan putusan apakah tanggung jawab itu imperatif kategoris dengan kewajiban adalah rohnya ataukah imperatif hipotesis.
Reduksi fenomenologis dikenal juga dengan mengurung atau memberi tanda kurung. Kita sekali lagi perlu mengurung ( tanggung jawab) atau menangguhkan putusan atasnya. Namun, penangguhan atas jejak tanggung jawab tersebut tidak meniadakannya untuk didefenisikan manusia dalam kesehariannya. Namun, apakah tanggung jawab itu kewajiban sebagai sebuah imperatif atau hipotesis? Mari kita “mengurung”nya!?
Sumber Bacaan
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, (Yogyakarta:Kanisius, 1997).
Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, (Yogyakarta:Kanisius,1998).
Penggiat literasi